Mereka semua duduk di sofa, rumah Donna. "Eh Bram, keren kamu, udah dapat sinyal noh dari Ibu mertuamu," ejek Ridwan teman akrabnya pria itu.
"Apa an sih, orang kita cuman teman semasa kecil kok, aku nggak pernah tertarik sama Donna, sana ambil!" bantah Bram.
"Gila kamu Bram! cewek cantik kayak gitu di sia-siain," ujar Ridwan.
"Ah bodo amat," sahut pria itu.
Bram tiba-tiba ingin ke kamar mandi.
"Don, aku ke belakang dulu ya?" ujar Bram.
"Oh iya, kamu masih ingat toiletnya nggak? kalau nggak, aku anterin!" ujar Donna.
"Nggak usah, aku masih ingat kok!" jawab Bram sambil melangkah pergi.
Putri pun melangkah ingin masuk ke kamarnya, tapi ia malah berpapasan dengan Bram.
"Astagfirullah!" sahut Putri terkejut setelah bertatap muka dengan Bram.
Pasalnya tepat di belakang Bram ada seorang nenek yang kepalanya berlumuran darah.
"Kamu nggak papa kan, loh kamu!" sahut Bram seraya mengingat wajah Putri.
"Iya nggak papa kok!" sahut Putri.
"Kok kamu ada di sini?" tanya Bram penasaran.
Belum sempat Putri menjawab, Mbok Inah datang.
"Loh, Non Putri, kok belum naik ke atas?" pinta mbok Inah.
"Iya Mbok, ini saya naik ke atas," ujar wanita itu seraya berjalan menaiki tangga.
"Den ini, mau ke mana ya?" Mbok Inah bertanya pada Bram.
"Oh, saya mau ke kamar mandi Mbok, tapi nggak tau jalannya!" ujar Bram.
"Itu pintu kamar mandinya Den, Mbok pamit dulu," ujarnya sambil pergi meninggalkan Bram.
Putri yang masih di tangga, merasa ingat dengan wajah nenek yang berada di belakang tubuh Bram. Wanita itu segera kembali menuruni tangga dan menemui Bram.
"Kamu punya Nenek ya? coba kamu telepon beliau, tanya keadaannya gimana?" ujar putri sambil berlalu pergi.
"Ehh tunggu, maksudnya apa?" tanya Bram sambil heran menatap Putri berlari pergi.
Selesai dari kamar mandi, Bram masih bingung dengan ucapan Putri. "Kok dia bisa tau ya kalau aku punya Nenek, kan aneh," gumam pria itu.
Tak berapa lama, ponsel pria itu berbunyi. "Iya Pa, kenapa?" tanya pria berhidung mancung itu.
"Bram, kamu cepat ke rumah sakit ya, Nenek kamu kecelakaan Bram!" ujar ayahnya.
"Apaaa!! serius Pa! ya udah, Bram ke sana sekarang!" ujar Bram tampak cemas.
Donna mendengar teriakan Bram. "Ada apa Bram?" tanya Donna.
"Aku harus ke rumah sakit sekarang, Nenekku mengalami kecelakaan, aku pamit dulu ya teman-teman," ujar Bram seraya mengepaki barang-barangnya.
"Hah! gitu, ya udah aku anterin kamu ya Bram?" pinta Donna.
"Nggak usah Don, kamu kerjain makalah aja, besok kita ketemu di kampus ya, bye semua," kata Bram berpamitan dan pergi dengan terburu-buru.
"Hati hati Bro," sahut Ridwan.
Bram menggangguk dan berlalu pergi.
"Wahh kasian si Bram, setelah kematian Ibunya, hanya neneknya yang ia punya, kalau sampai neneknya meninggal, dia bakal kesepian," pungkas Ridwan pria berkacamata itu.
"Bukanya Bram masih punya Kakak perempuan ya?" ujar Clara teman Donna.
"Dia mah nggak bisa dipanggil perempuan, berandal aja pantesnya, dia kan jarang pulang, dan kerjanya nge-band mulu ama temen-temennya," ujar Ridwan.
***
Sesampainya di rumah sakit.
"Apa yang sebenarnya terjadi Pa?" Bram bertanya dengan cemas.
"Nenekmu di tabrak lari Bram, dan mobil itu tidak bisa dilacak," sahut Wahyu ayahnya Bram seraya menangis. Pria itu juga ikut meneteskan air mata.
"Apa Kakak nggak bisa ngejaga Nenek dengan baik! kenapa Nenek bisa di jalan raya ha!" Bram membentak kakaknya itu.
"Nenek ingin ke pasar membuat makanan enak untukmu. Karena tau besok ulang tahunmu, tapi pas Kakak ngasih uang ke pembeli itu, Nenek malah pergi ke jalan raya, dan tiba-tiba ada mobil yang nabrak Nenek," ujar Santi ikut merasa sedih.
"Sudahlah, kalian ini jangan bertengkar, ini di rumah sakit, memang ini sudah suratan takdir, kita semua bisa apa," ujar Wahyu yang menenangkan kedua anaknya.
Seorang dokter keluar dari ruang UGD.
"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?" tanya Wahyu seraya cemas.
"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi karena pasien kehilangan banyak darah, pasien menghembuskan nafas terakirnya, maafkan kami," ujar dokter itu dan berlalu pergi.
Bram sangat terpukul. "Nenekk!! nggak mungkin Nenek pergi seperti ini, Nek!! jangan tinggalin Bram sendiri," teriak Bram sambil menangis dan berlutut di lantai, Santi berusaha menenangkannya.
***
Keesokan harinya, semua teman-temannya ikut berkabung ke rumah Bram. Mereka ikut berduka atas kepergian Neneknya Bram. Tak lupa orang tuanya Donna juga ikut ke sana.
Di luar rumah, tampak beberapa orang berbicara.
"Yang sabar ya Wahyu, yang kuat," ujar Krisna temannya sejak sekolah SMA.
"Iya Kris, makasih udah mau mampir ke sini," sahut Wahyu.
"Kita ini kan teman sedari dulu Yu, wajarlah kita mampir ke sini," ujar Silvi istrinya Krisna.
Donna mendatangi Bram yang duduk di teras depan rumah seraya membawa nampan.
"Bram, nih minuman buat kamu, kamu yang tabah ya," ujar Donna seraya memberinya segelas teh.
"Iya, makasih Don," sahut Bram dan meneguk teh itu.
"Lihat anak-anak kita, ternyata sudah besar ya," kata Silvi ibunya Donna.
"Iya, dan mereka juga satu kampus, Bram sering cerita kok tentang Donna," ujar Wahyu ayahnya Bram.
"Serius Yu! gimana kalau kita jodohkan mereka aja," usul Silvi bersemangat.
"Mama bicara apa sih! Ini bukan waktu yang tepat untuk ngomongin masalah itu," bentak Krisna padanya.
"Aku nggak pernah maksain kehendak Bram, karena aku tau dia sudah menderita karena kehilangan ibunya. Kalau Bram cocok dengan Donna, biarkan mereka yang memutuskan sendiri," ujar Wahyu dengan bijaksana.
Silvi pun mengangguk.
Ternyata Putri juga ikut ke rumah Bram. Tapi ia hanya duduk di dalam mobil, dan melihat dari kaca jendela. Ketika Putri berbalik ia di kejutkan oleh seorang nenek yang sudah duduk disampingnya.
"Astagfirullah, ya Allah!" teriaknya karena kaget.
"Non Putri, kenapa Non?" tanya mang Ujang heran.
"Mang, saya keluar bentar ya," sahut Putri sambil keluar dari mobil.
"Iya Non."
Putri berjalan menjauhi mobil itu, tapi sosok Nenek itu masih saja mengikutinya.
"Jangan ngikutin aku, pergi nggak! aku tuh nggak ganggu kalian!" sahut Putri berteriak-teriak.
Tiba-tiba langkahnya terhenti, seperti ada yang menghentikanya.
"Nak, ini Nenek, kamu nggak ingat ya? kita pernah ketemu waktu di klinik Nak," sahut nenek itu dengan lirih agar tak menakuti Putri.
Tapi Putri tak ingin menjawabnya, dia takut akan terjadi sesuatu nanti.
"Nenek nggak akan melukai kamu kok Nak, Nenek malah mau berterima kasih tentang hari itu," ujar nenek itu lagi.
Putri merasa nenek itu tidak berniat buruk, akhirnya ia berbalik. Nenek itu pun tersenyum.
Itu pertama kalinya Putri berinteraksi dengan mahkluk halus.
Wahyu melihat Putri. "Anak itu siapa Kris? sepertinya aku belum pernah melihat dia?" tanya Wahyu.
"Oh, namanya Putri, dia keponakanku, kamu nggak ingat Kuncoro ya, Putri itu kan anaknya," ujar Krisna menjelaskan.
"Oh Kuncoro, aku ingat. Wah, kecelakan itu tidak bisa terlupakan. Beruntung sekali anak itu bisa selamat, tapi ngapain dia di sana sendirian?" tanya Wahyu.
"kamu nggak tau ya Yu, Putri itu memang sedikit aneh, dia jarang bergaul sama orang, selalunya sendirian," jawab Silvi.
"Udah lah Ma! sana panggil Donna, kita harus pulang, ini sudah malam," pinta Krisna pada istrinya itu.
499Please respect copyright.PENANAh0KdW9iCk9