1034Please respect copyright.PENANAwmAHN3rfSB
Menjadi anak yang bisa melihat dunia lain itu tidaklah mudah. Tidak seperti yang kalian pikirkan. Dan cerita ini akan mengisahkan tentang perjuangan seorang wanita untuk mengatasi rasa takutnya karena ia diberikan kekuatan untuk melihat hal-hal ghaib.
Selamat membaca.
1034Please respect copyright.PENANA9x9XtjLZcy
Putri adalah anak semata wayang keluarga Kuncoro. Seperti anak lainya, Putri mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, mereka hidup di kota dan berkecukupan. Sampai suatu hari peristiwa itu terjadi dan mengubah seluruh hidup Putri.
Terjadilah kecelakaan beruntun di sebuah jalan. Tampak seorang anak kecil menangis dan memanggil kedua orang tuanya.
"Ibu! Ayah! Putri takut! Bu, bangun Bu," isak Putri dan terus menangis.
Sampai akhirnya ia kelelahan dan pingsan karena kehabisan darah.
Gadis cilik itu segera dibawa ke rumah sakit, sedangkan kedua orang tuanya tidak bisa diselamatkan.
Pihak kepolisian menelepon keluarga Putri yang lain. Untungnya ia masih punya paman, adik dari ayahnya, Krisna namanya.
Pamannya langsung datang ke rumah sakit tempat Putri dirawat.
Dokter mengatakan bahwa Putri mengalami syok berat dan membuatnya koma, entah mengapa ia seperti tak punya keinginan untuk bangun lagi.
Akhirnya Putri hanya bisa terbaring di rumah sakit entah sampai kapan, dan semua harta kedua orang tua Putri jatuh ke tangan paman dan bibinya.
***
10 tahun kemudian.
Suatu pagi, tubuh Putri mengalami pergerakan, suster yang tau itu langsung memanggil Dokter.
Dokter datang dan memeriksanya.
Seketika mata Putri terbuka dan melihat banyak orang sedang mengelilinginya.
"Putri apa kamu bisa mendengar saya?" tanya pria berjas putih yang biasa dipanggil Dokter itu.
Tapi Putri tak menyahut sama sekali, pandanganya masih kosong.
Dokter segera menelpon bibinya dan memberi kabar kalau Putri sudah siuman.
"Iya Dok saya mengerti, terimakasih sudah menjaga Putri dengan baik selama ini!" Ia menutup telponnya dengan tatapan kecewa.
"Siapa yang telpon Ma?" tanya Donna sepupu Putri.
"Ini dari rumah sakit, si Putri sialan itu sudah bangun dari tidurnya!" kata ibunya jengkel.
"Apa Ma!" Donna setengah terkejut dan memuntahkan air yang ia minum. "Haduh Ma, kenapa sekarang sih! kenapa tu anak gak mati aja sih!" kata Donna tanpa basa-basi.
"Diam kamu Donna! jangan sampai Papamu denger, dia bisa marah sama kamu!" timpal ibunya.
"iya-iya, Ma."
"Besok kita semua harus ke sana, ingat Donna! kita harus baik-baikin Putri untuk sementara, mengerti kamu!" tegas ibunya.
"Iya, Donna ngerti!" ucapnya seraya pergi meninggalkan wanita yang melahirkannya itu.
Keesokan harinya, semua keluarga paman Putri datang, bibinya melihat Putri duduk di ranjang, ia pun mendekat.
"Oh Putri, keponakanku Sayang, kamu sudah bangun rupanya?" tanya wanita yang dulu ia panggil tante itu.
"Putri ingat aku kan! Ini aku Donna, kita dulu sering main bareng waktu kecil," kata Donna.
Putri hanya diam tak bereaksi. Sampai ia melihat sesosok wanita dengan banyak darah di mukanya. Ia berdiri tepat di belakang bibinya, Putri langsung berteriak.
"Pergiiii, pergi kataku! pergi ...!" teriak Putri mengusir sosok wanita itu tapi badannya masih sulit untuk digerakkan.
Bibinya keheranan. "Putri, kenapa Sayang?"
Tapi Putri masih saja berteriak, sampai akhirnya Dokter datang dan memberi obat penenang padanya.
Dokter kemudian keluar dari kamar Putri.
"Ada apa ini Dok? kenapa keponakan saya bertingkah seperti itu?" tanya Krisna pamannya Putri yang masih keheranan.
"Mungkin karena ia tidur cukup lama sampai 10 tahun, kondisinya masih belum stabil, tapi kami akan terus memantaunya," ujar Dokter itu.
Di suatu malam Putri merasa perutnya sakit. Ia melihat kamar mandi di ruangan VIP-nya, ternyata masih dalam perbaikan. Dan terpaksa dia harus pergi ke kamar mandi umum di luar. Ia berjalan menyusuri lorong yang sepi, dan masuk ke kamar mandi. Ia masuk dan duduk di WC untuk beberapa saat.
Suasana saat itu sangat hening tapi mendadak terdengar suara seperti orang mencakar pintu. Dari satu pintu ke pintu yang lain, Putri merasa takut dan gemetaran. Dia menutup kedua telinganya.
lalu suara itu lenyap, Putri segera bergegas dan langsung membuka pintu kamar mandinya.
"Astagfirullah." Wanita itu kaget karena di depannya sudah ada perempuan cantik memakai baju seragam sekolah.
Ia sedang memandang ke kaca dan tak bergerak sama sekali. Perlahan-lahan Putri melewati perempuan itu. Ia sempat melihat bahwa perempuan itu kehilangan satu matanya. Wanita itu merasa ngeri dibuatnya, bulu kuduknya pun berdiri. Tanpa mencuci tangan, Putri langsung pergi dan meninggalkan tempat itu.
Ia berjalan di sebuah lorong yang tak berujung. Ia bingung ke mana harus pergi. Putri yakin betul kamarnya tak jauh dari kamar mandi itu. Tapi ia tak bisa menemukan kamarnya lagi. Wanita itu melihat seorang suster yang berdiri di pinggir kursi menghadap ke jendela.
"Sus, bisakah Anda membantu saya, saya lupa di mana kamar 302?" tanya Putri, tapi orang itu tak menyahut sama sekali.
"Sus, Suster," Putri masih memanggil dan memutar badan wanita itu, ia tercengang dan terkejut karena wajah wanita itu penuh belatung dan sangat mengerikan. Putri segera berlari sekencang-kencangnya. Dan akhirnya setelah lama berkeliling, ia menemukan kamarnya.
Ia segera masuk ke selimut dan bersembunyi di sana. Belum cukup sampai di situ, selimut Putri beberapa kali ditarik oleh seseorang. Ia penasaran dan melihat ke bawah ranjang, sesosok anak kecil botak yang bola matanya keluar sedang menatapnya. Putri berteriak-teriak meminta tolong dan memijat semua tombol yang ada di samping ranjang agar para suster datang ke kamarnya.
Ia bersembunyi lagi di dalam selimut, ia merasa keadaan sudah cukup tenang, tak ada pergerakan sama sekali. Ia memberanikan diri keluar dari selimut, tapi apa yang dia lihat, sesosok wanita yang berambut acak-acakan dan wajah yang rusak berdiri tepat disamping ranjang Putri, sosok itu langsung mencekiknya.
"Tidaaakkk!" Putri bangun dari tidurnya di pagi hari, dan ternyata ia hanya bermimpi.
Ia melihat ibunya sedang berdiri di samping ranjang.
"Bu, Ibu ..., Ibukah itu?" tanyanya sambil berteriak.
Seorang suster yang mendengar Putri berteriak, langsung datang menghampiri.
"Mbak Putri, halo Mbak, Mbak sudah bangun?" sahut suster itu.
Tapi mendadak ibunya Putri berjalan menjauh dan tampak menghilang melewati tembok.
Putri pun menangis.
"Ibu ...!" Tangisan Putri memecah.
Suster itu mencoba menenangkanya.
***
Setelah Putri siuman, ia harus menjalani terapi di rumah sakit itu dan akhirnya perlahan Putri sudah bisa menggerakkan seluruh tubuhnya yang kaku karena koma.
Beberapa minggu kemudian akhirnya Putri di perbolehkan pulang. Melihat kondisinya mulai membaik, mau tak mau keluarga Krisna harus membawanya ke rumah.
Di mobil, Putri hanya diam saja.
Ia melihat orang-orang berjalan dari dalam kaca mobil.
Jantungnya sempat berdetak kencang. Lantaran yang ia lihat bukan hanya manusia biasa. Tapi ada sebagian mahkluk halus yang berjalan ke sana ke mari. Sempat ada beberapa yang menatap Putri dengan tatapan tajam. Lalu dengan segera Putri mengambil kacamata hitam di tasnya dan memakainya, berharap ia tak melihat mereka lagi.
"Putri, kamu gak papa kan? kok gemetaran gini!" tanya Bagas kakak kandung Donna.
"Gak papa kok Kak, mungkin karena belum pernah keluar dari rumah sakit jadi kayak gini."
"Udah tau di dalam mobil, ngapain gaya-gaya pakai kacamata segala!" ucap Donna dengan ketus.
"Donna! bicara apa kamu, yang sopan ya!" kata ayahnya memarahi Donna.
"Udah Om, emang Putri yang salah kok!" sahut Putri melerai mereka.
"Apaan sih kamu Don," kata Bagas melirik Donna.
Bagas dan Krisna memang sedari dulu selalu membela Putri, mereka menyayangi Putri layaknya keluarga mereka sendiri.
Akhirnya mereka sampai di rumah Putri.
Putri turun dari mobil dan melepaskan kacamatanya.
"Astagfirullah." Putri kaget ketika melihat di lantai dua ada sesosok wanita berbaju putih sedang menatapnya.
"Kenapa Putri?" tanya Bagas cemas.
Ia berbalik dan wanita itu sudah tidak ada.
"Gak papa Kak, mungkin aku kecapean aja," jawab Putri tak ingin membuat mereka khawatir.
"Ayo masuk semuanya!" ajak Krisna.
Ketika memasuki pintu rumah. Putri sudah disambut dengan beberapa orang. Mereka yang mengurus rumah itu selama ini, ada juga tukang kebun, security sampai sopir mobil pribadi paman dan bibinya semua berkumpul menyambut Putri.
"Selamat datang kembali Nona Putri." Mereka mengucapkan salam dan membungkuk.
"Iya-iya, berdiri ya semuanya," ucap Putri tersipu malu.
Seseorang dari mereka mendekat.
"Non ini Mbok Inah, Non masih ingat tidak?" tanya wanita berambut sedikit putih itu.
Putri samar-samar mengingat, Mbok Inah adalah orang yang menjaganya sewaktu kecil dulu. Ketika ia mulai ingat, ia pun memeluk beliau.
"Mbok, Putri kangen sama Mbok!" sahutnya sambil berlinang air mata.
"Iya Non, Mbok juga kangen!" ujar wanita yang kesehariannya memakai baju adat Jawa itu.
"Sudah-sudah, cepat masuk semuanya!" ujar bibinya mengakiri acara sambutan itu.
"Putri, kamu masih ingat kamarmu kan di lantai dua, Om sengaja tidak merubah apapun, biar kamu mengingat masa kecilmu kembali, Mbok, anterin Putri ke atas ya!" ujar Krisna.
"Iya Tuan."
"Makacih ya Om," sahut Putri tersenyum
Krisna ikut tersenyum.
"Ayo Non, Mbok anterin," ajak Mbok Inah.
"Iya, Mbok," sahutnya seraya melangkah pergi.
Putri dan Mbok Inah berjalan naik ke lantai atas.
"Dasar anak manja, udah kayak tuan putri aja, "kata Donna mencibir.
"Kamu ya Donna, bisa lebih sopan tidak! kamu ingat, rumah ini punya siapa? kalau bukan karena Putri, kita semua masih tinggal di kontrakan, jadi mulai sekarang, kamu harus baik ke Putri, ngerti kamu!" ujar Krisna mengomeli anak perempuannya itu.
"Iya-iya Pa, Donna tau!" sahut Donna sambil masuk ke kamar.
"Papa, kenapa terlalu keras sama Donna sih!" tanya Silvi istrinya.
"Mama juga terlalu memanjakan Donna, jadi seperti itu sikapnya!" ujar suaminya.
"Loh, kok jadi Mama yang salah sih Pa!" ujar Silvi tak mau kalah.
"Udah-udah, kenapa malah Papa sama Mama yang bertengkar, sekarang Putri udah pulang ke rumah, bisa tidak jaga sikap kalian?" ujar Bagas melerai mereka lalu pergi masuk ke kamar.
1034Please respect copyright.PENANApUG2FZlIOI
ns 15.158.61.20da2