830Please respect copyright.PENANAnWEOLR5Qk6
Bram berbaring di kasurnya sambil memegangi kartu nama yang diberikan Putri, terbayang-bayang senyuman Putri tadi membuat hatinya senang.
"Anehh, kenapa aku senyum-senyum gini kalau ingat wajah dia, kayaknya ada yang salah nih," gumam pria itu.
ia pun mengambil ponsel dan mengirim pesan pada Putri.
Bram.
"Hallo Dokter Putri, lagi ngapain?" tanyanya.
Putri saat itu sedang makan malam bersama keluarga Krisna. Di tengah keheningan, ponsel Putri berbunyi. Ia hanya meliriknya dan tau kalau itu dari Bram. Wanita itu tak menghiraukanya.
Bram merasa diacuhkan, lalu mengirim beberapa pesan lagi.
"Kenapa nggak dibales aja sih sms-nya, berisik tau!" bentak Donna yang merasa terganggu karena suara hp Putri.
"Donnaaaa!" bentak ayahnya.
"Memangnya siapa sih Putri? malam malam gini sms kamu?" tanya Bagas penasaran.
"Ehmmm, itu pasien baru aku Kak, mungkin dia mau tanya tentang lukanya tadi," ujar Putri beralasan.
"Emhh gitu ya, Om kira Putri sudah punya pacar sekarang, jadi malu-malu gitu," ejek Krisna pamannya.
Putri tersedak mendengar omongan pamannya itu.
"Ehhhh, enggak kok Om, Putri nggak punya pacar kok!" bantahnya.
"Putri, kamu kan udah dewasa, Om mau kamu mendapatkan laki-laki yang baik ya," ujar Krisna lagi.
Putri mengangguk.
"Kalau cowok itu jahat sama kamu, bilang ke Kakak ya, ntar Kakak hajar dia," sahut Bagas.
"Ahh Kakak, udah deh, Putri kan bilang, belum punya pacar," ujar Putri seraya malu.
Donna tiba-tiba menggebrek mejanya.
"Aku dah kenyang! Ma aku balik ke kamar," ujarnya sambil nyelonong pergi.
"Kenapa sih tu anak!" sahut Bagas.
"Ini semua tuh gara-gara Papa sama kamu Gas, udah ah Mama juga dah kenyang," sahut ibunya sambil berlalu pergi.
Putri yang merasa suasana itu sedang tidak baik, ia juga ikut pergi.
"Om, Kak Bagas, Putri juga udah kenyang, Putri balik ke kamar dulu ya," sahut Putri seraya pergi dari meja makan.
Ia menelpon Bram.
"Ada apa sih!" tanya Putri dengan ketus.
"Akuu kira kamu sudah tidur," sahut Bram.
"Jam segini kami semua tuh masih makan."
"Oh maaf ya kalau aku ganggu, aku bener-bener nggak tau," ujar Bram.
"Ehmm yaudah lah, aku udah selesai kok, ada perlu apa nyari aku?" tanya Putri.
"Besok siang aku ke klinik ya, aku nggak tau cara ganti perban, kayaknya ini perban udah kotor banget, aku takut infeksi, bisa kan?" ujar Bram beralasan.
"Ya udah, datang aja besok," sahut Putri dan mengakiri panggilanya.
***
Keesokan harinya, Bram datang ke klinik Putri, seperti biasa ia mampir ke resepsionis.
"Siang Sus, apa Dokter Putri ada di ruanganya?" tanya Bram.
"Oh bentar ya, saya telpon kan dulu," sahut suster itu.
"Iya Sus ada apa?" tanya Putri.
"Ini Dok, ada Mas Bram yang pengen ketemu Dokter," ujar suster Ana.
"Oh ya udah, suruh dia masuk ke ruanganku Sus."
"Ehh, iya iya Dok."
"Mas langsung masuk aja, Dokter Putri sudah menunggu kok."
"Makasih ya Sus permisi dulu," sahut Bram dan berlalu pergi.
Belum sempat Bram masuk ke ruangan Putri, ia mendengar beberapa Suster berbicara.
"Lihat tuh, padahal kemaren sok banget nggak mau nemuin, sekarang langsung dibolehin masuk, kayak perempuan nggak bener aja!" ujar suster itu diiyani oleh beberapa suster lainya.
Bram merasa geram mendengarnya, dan berbalik ke arah mereka.
"Apa kalian semua nggak punya kerjaan selain gosipin orang, Dokter Putri itu atasan kalian, tapi kalian sama sekali nggak punya sopan santun, kalau mau jadi Dokter, yang profesional dong!" ujar Bram memarahi mereka semua.
Para suster itu hanya diam dan kembali ke meja mereka masing-masing.
Tak berapa lama Bram masuk ke ruangan Putri. Dia duduk di depan Putri dengan muka yang kesal, Putri melihat itu.
"Apa suasana hati kamu sedang buruk ya, kok murung gitu?" tanya Putri.
"Apa kamu akan biarin aja, mereka gosipin kamu sesuka hati mereka!" sahut Bram sedikit kesal.
Putri faham apa maksud Bram.
"Sini tangan kamu, kamu ini ke sini mau ganti perban atau mau ngomelin orang sih," sahut Putri yang mencoba menenangkan hati pria itu.
"Tau nggak apa yang dikatakan mereka tentang kamu!" bentak Bram.
"Aku tau kok, aku dah biasa digituin," sahutnya
"Kamu tuh kelewat baik ya, kenapa nggak ditegur aja," pinta Bram.
"Aku nggak suka memperpanjang masalah, ntar juga mereka berhenti sendiri."
Tak berapa lama terdengar suara pintu diketuk.
Tok, tok, tok!!
"Iya masuk!" sahut Putri.
Suster Ana dan kedua temannya pun masuk.
"Iya, ada apa, Sus?" tanya Putri.
"Begini Dok, kami mau minta maaf atas sikap kami ke Dokter selama ini, kami nggak bermaksud melanggar kesopanan kami Dok, kami janji tidak akan mengulanginya lagi, Dokter mau memaafkan kami kan?" pinta suster Ana.
Putri tampak terkejut dan terharu.
"Sebelum kalian berbuat salah, aku sudah memaafkan kalian kok, jadi jangan dipikirin ya," ujar Putri tersenyum.
"Beneran Dok, makasih ya, Dokter memang sangat baik," sahut suster Ana.
"Ya udah kalian boleh pergi makan siang sekarang," ujar Putri.
"Iya, Dokter juga ya, kami permisi dulu," ujar suster itu sambil pergi keluar.
Putri menatap Bram, ia balik menatapnya.
"Makasih ya, seumur-umur aku kerja di sini, belum pernah mereka minta maaf sampai segitunya," ujar Putri tersenyum kecil.
"Kalau kamu mau berterima kasih, traktir aku makan siang ya, biar impas," ujar Bram.
"Ehmm ya udah, tunggu di luar bentar, aku ambil tas dulu," ujar Putri membereskan meja kerjanya.
Bram dan Putri pergi makan di warung dekat klinik.
"Kukira cewek kaya kayak kamu, malu makan di tempat seperti ini," ujar Bram.
"Ngapain mesti malu, harta itu kan titipan, yang penting kita merasa nyaman udah," sahutnya.
Bram tersentuh dengan ucapan Putri.
Makanan yang di pesan datang, mereka makan sambil berbincang.
"Kalau boleh tau, sejak kapan kamu mulai bisa melihat arwah?" tanya Bram.
"Sejak aku bangun dari koma selama 10 tahun lamanya."
"Wahhh, jadi kamu tidur selama 10 tahun, dan setelah bangun kamu bisa melihat mereka," ujar Bram tak percaya.
Putri mengangguk.
Tiba-tiba angin dingin melewati rambut belakang Putri.
"Gitu dong Nek, kalau datang ngasih sinyal ke Putri, jadi kan Putri nggak kaget lagi," ujar Putri tiba-tiba.
Bram langsung kaget mendengar ucapan Putri.
"Put, Nenek siapa itu?" tanyanya.
"Nenek kamu lah, tuh beliau duduk di samping kamu," timpal Putri.
"Put kok Nenekku belum pergi ke surga ya, kan kami sudah menguburnya," tanya Bram.
"Kalau kata orang, orang yang baru meninggal, arwahnya masih gentayangan selama 40 hari," ujar Putri.
"Jadi Nenekku bakal ngikutin aku selama 40 hari ya," sahut Bram panik.
Putri mengangguk dan tersenyum.
"Nggak usah takut, kamu kan nggak bisa ngeliat mereka, anggap aja mereka nggak ada, dan lakukan aktivitas seperti biasanya," saran Putri.
Bram menghela nafas dan merasa sedikit lega.
***
Di sisi lain Donna dan ibunya sedang naik taxi dan menuju ke sebuah tempat. Mereka memasuki kawasan hutan belantara.
"Ma, sebenernya kita mau ke mana sih! kok di hutan gini?" tanya Donna penasaran.
"Nanti kamu juga bakalan tau Don," sahut ibunya.
Tak berapa lama kemudian, mereka sampai di sebuah rumah gubuk. Dari luar rumah itu tampak menyeramkan, ditambah banyaknya tulang belulang yang digantung di sekeliling rumah menambah aura mistis rumah itu.
Mereka berdua turun dari taxi.
"Ma, ini tempat apaan? Donna takut Ma!" ujar Donna merintih ketakutan.
"Ada Mama di sini Sayang, kamu nggak perlu takut, ayo kita masuk," ajak ibunya seraya menggandeng tangan Donna.
Mereka masuk ke dalam rumah. Mereka sudah disambut oleh Mbah Karyo yang sedang menyalakan kemenyan di sebuah wadah berbentuk kendi.
"Sudah lama kita tidak bertemu?" tanya Mbah Karyo.
"Iya Mbah. Mbah masih ingat sama saya?" tanya Silvi ibunya Donna.
"Tentu saja, Mbah tidak akan lupa pada semua anak-anak Mbah," katanya sambil tersenyum.
"Apa ini anakmu, sudah besar rupanya," ucap Mbah Karyo.
"Iya Mbah, ini anak saya, kami ke sini karena ingin memasang susuk ke anak saya Mbah," ujar Silvi tiba-tiba dan mengagetkan Donna.
"Susuk! Ma! yang bener aja!" ucap Donna kaget.
"Jadi kamu belum cerita semuanya ke anak kamu, bahwa dengan susuk yang kamu pakai. Kamu bisa mendapatkan pria yang kamu idam-idamkan," timpal Mbah Karyo.
Donna menatap ibunya.
"Jadi Mama juga --?" Perkataan Donna di potong oleh ibunya.
"Iya Mbah, setelah hari ini saya akan menceritakan semuanya," ujar ibunya.
"Jadi, apa anakmu sudah siap untuk memasang susuk hari ini?"
"Sebelumnya saya mau tanya Mbah, gunanya susuk itu untuk apa ya?" tanya Donna yang tak mengetahui apapun tentang susuk.
Mbah Karyo pun tertawa.
"Ndok, susuk itu banyak kegunaanya, tergantung pada pemintanya, kalau susuk yang akan Mbah pasang di kamu nanti, namanya Susuk Nyi Blorong. Susuk untuk memikat para pria, susuk yang sama seperti yang dipakai ibu kamu," jelasnya.
Donna mengangguk tampak mengerti.
Ritual pun diadakan. Tampak Mbah Karyo membacakan beberapa mantra, lalu membuka sebuah peti yang berisikan susuk berbentuk bunga. Ia memasukkan benda itu ke dalam wajah Donna, dan juga tubuh Donna. Lalu mengitari tubuh Donna seraya memercikkan air ke tubuhnya.
Tak berapa lama ritual itu pun selesai.
"Ini Mbah." Silvi memberikan amplop berisi uang ke Mbah Karyo.
"Terima kasih, Ndok," sahut Mbah Karyo.
"Oh iya, syaratnya tetap sama ya, kamu tidak boleh makan sate dari tusuknya, dan juga hindari makan pisang raja. Dan yang terakhir, jangan gunakan susuk itu untuk melukai seseorang. Kalau kamu melanggar, kamu akan menerima konsekuensinya," ujar mbah Karyo memperingatkan Donna.
"Iya Mbah, saya mengerti, saya akan menjaga anak saya supaya menuruti perintah Mbah," sahut Silvi.
Mereka undur diri dari rumah itu.
Di dalam taxi." Jadi ini rahasia Mama selama ini?" tanya Donna.
"Karena umurmu sudah 20 tahun, Mama sudah bisa mengatakanya padamu. Mama harap kamu bisa mendapatkan lelaki manapun yang kamu sukai Sayang," ujar ibunya seraya mengelus rambut Donna.
"Terima kasih Ma," ujar donna seraya memeluk wanita itu.
***
Putri dan Bram sudah selesai makan, dan Bram mengantar Putri kembali ke klinik.
"Makasih udah mau makan siang sama aku," ujar Bram.
"Ehhmm iya, oh ya dua hari lagi perbannya udah boleh dibuka, hati-hati jangan terluka lagi," sahut Putri dan berlalu masuk ke klinik.
Mendengar ucapan Putri. Pria itu tampak tersenyum dan hatinya berbunga-bunga.
***
Keesokan harinya, Donna tampak berjalan di koridor kelasnya.
Semua orang menatapnya dengan penuh kagum, terlihat seorang wanita memakai baju kebaya berwarna hijau sedang menari-nari di belakang tubuh Donna. Ia bergoyang sambil menghentakkan kaki dan selendang di tangannya. matanya hitam merona seperti menyihir semua yang ada di sana.
Hanya satu orang yang tak tersihir olehnya, yaitu Bram. Pasalnya nenek Bram menutup mata bathinnya agar Bram tetap melihat Donna seperti biasanya.
"Bram lihat tuh, Donna, kayaknya makin cantik aja ya," ujar Ridwan dengan mata berkaca-kaca.
"Biasa aja tuh!" ujar Bram acuh.
"Kamu buta ya! lihat baik-baik, Donna tuh cantik, sexy lagi, idaman para pria banget," ujar Ridwan memaksa Bram.
"Udah ah, kalau kamu ngidamin dia, sana kejar aja! aku mau ke perpus, mau cari bahan makalah," sahut Bram dan pergi meninggalkan mereka.
Donna datang mendekati Ridwan.
"Hai Ridwan," sapa Donna sambil tersenyum manis.
"Hai Donna, ka--, kamu tambah cantik aja," ujarnya sambil malu-malu.
"Makasih, oh ya, Bram ke mana?" tanya Donna.
"Oh Bram, dia baru aja ke perpus," jawab Ridwan.
"Ya udah kalau gitu, daa Ridwan," Donna berlalu pergi.
"Daa Donna," sahut Ridwan yang masih tersenyum.
830Please respect copyright.PENANAZS3mr1NIw7
Bram sedang mencari buku di perpus, tiba-tiba angin dingin melewati pria itu. Ia menoleh seperti ada seseorang yang baru saja lewat, bulu kuduknya pun merinding.
Tampak dua sosok sedang bertengkar.
"Jangan berani-beraninya kamu ganggu Cucuku!" bentak Nenek Bram kepada Nyi Blorong.
"Siapapun tidak akan bisa mengalahkan pesonaku, apalagi hanya Nenek tua seperti kamu!" bantah wanita berbaju hijau itu.
Mereka tampak saling memandang dengan penuh emosi.
"Hai Bram," sahut Donna mengejutkanya.
"Astagfirullah, bikin kaget kamu Don," ujar Bram menata nafasnya lagi.
"Maaf ya Bram, kukira kamu nggak bakal kaget," ujar Donna.
"Iya-iya, nggak papa kok," sahut Bram. Sebenarnya sejak ia tau Putri bisa melihat arwah gentayangan ia jadi sedikit parno.
"Bram kita makan siang yuk," ajak Donna.
Bram berfikir sejenak.
"Ehmm ya udah yuk, aku juga lapar," sahut Bram seraya mengembalikan buku yang ia pegang.
Donna tampak senang sekali, ia berfikir susuk yang ia pakai berhasil menarik perhatian Bram.
Di kantin kampus.
"Donna, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Bram lirih.
Donna berfikir bahwa Bram akan bertanya apakah dia sudah punya pacar atau belum, wanita itu begitu senang.
"Ia Bram, mau tanya apa?" Donna tersenyum malu sembari membenarkan duduknya.
"Ehmm, ngomong-ngomong, si Putri udah punya pacar belum?" tanya Bram sedikit malu.
Pertanyaan itu bagaikan petir di siang bolong, yang kemudian menyambar tubuh Donna. Wanita itu sangat kecewa dan marah, tapi ia harus tetap menjaga sikapnya di depan Bram.
"Kok kamu malah nanyain si Putri sih! kamu suka ya sama dia?"
"Bukanya gitu, kamu kan sepupunya, pasti tau dia lebih banyak dong," sahut Bram beralasan.
"Ehmm, Putri belum punya pacar kok, jangankan pacar, temen aja nggak punya," ujar Donna sinis.
Mendengar ucapan Donna, Bram tersenyum, tampak hatinya begitu lega. Sedangkan Donna, hatinya berkecambuk. Ia serasa ingin meluapkan semua kemarahanya, tapi ia menahan diri.
***
Sesampainnya di rumah, Ia berteriak-teriak mencari ibunya.
"Mamaaa, Maaaa!" teriak Donna.
Ibunya yang sedang berada di kamar membuka pintunya.
"Ada apa Sayang? kenapa teriak-teriak gitu?"
"Maaa, apa Mama nggak salah pilih dukun, susuk ini tuh bohongan Ma," ujar Donna begitu saja.
Silvi menutup mulutnya tak ingin orang lain mendengar ucapannya.
"Masuk kamu Donna." Ibunya menarik tangan wanita itu dan masuk ke dalam kamar.
"Maksud kamu apa?" tanya ibunya.
"Bram masih tetep nggak suka sama aku Ma, malahan dia tadi tanya, Putri tu dah punya pacar belum, aku sakit hati Ma," ujar Donna seraya menangis.
"Hah! sialan tu anak, kenapa bisa nggak manjur gini ya!" sahut ibunya sambil berfikir.
"Udah Sayang kamu yang tenang, serahkan semuanya sama Mama, minggu depan Mama akan undang keluarga Bram untuk datang makan malam ke sini, kamu jangan khawatir ya," ujar ibunya menenangkan Donna.
"Beneran ya Ma," sahut Donna
Ibunya mengangguk.
830Please respect copyright.PENANAYQuzrGjKkN
ns 15.158.61.48da2