Ditempat lain Bram melihat Putri sedang berjalan menuju parkiran mobil.
"Don aku tinggal bentar ya!" ucapnya seraya beranjak dari kursi.
Bram meninggalkan Donna dan mendatangi Putri. Ia menarik tangan Putri dan menghentikan langkahnya.
"Tunggu!" ujar Bram.
"Lepasin nggak!" Putri tampak tak suka tanganya di pegang Bram.
Bram melepaskan genggaman tangannya. "Maaf, aku nggak berniat nyakitin kamu, aku cuman mau tanya darimana kamu tau aku punya nenek?" tanya Bram penasaran.
Putri melirik nenek yang masih ada di belakang Bram.
"Ehmm, aku cuman nebak aja kok," jawab putri sambil masuk ke dalam mobil.
"Tunggu! aku belum selesai bicara!" Bram tetap ngotot.
Donna menyusulnya. "Bram, ada apa ini?" tanya Donna penasaran melihat mereka berdua berargumen.
Putri menurunkan kaca mobilnya, "Don, bilangin Om sama Tante aku pulang duluan ya, sampai ketemu di rumah," ujar Putri dan berlalu pergi.
Bram tampak sangat kecewa.
"Apa kalian sudah saling kenal Bram?"
"Don, Putri itu siapa? kenapa bisa tinggal serumah sama kamu?" tanya Bram balik tanpa menjawab pertanyaan Donna sebelumnya.
"Dia sepupuku. Tapi, ngomong-ngomong, darimana kamu bisa kenal sama Putri?"
"Dulu kami sempat ketemu waktu UAS, dan sejak itu kita nggak pernah ketemu lagi, kamu tau nggak sekarang dia kuliah di mana Don?"
"Dia nggak kuliah kok, dia kerja di klinik yang berada di dekat gang masuk rumahku."
"Oh gitu."
"Kenapa emangnya?"
"Nggak papa kok Don."
Ibunya Donna mendatangi mereka berdua.
"Apa yang kalian lakukan di sini?"
"Mama."
"Kami nggak ngapa-ngapain kok Tante, apa Tante sudah mau pulang ya?" tanya Bram.
"Iya Nak Bram, kapan-kapan kita ketemu lagi ya, ayo Donna," ucap Silvi seraya menarik tangan anak perempuannya.
"Bram aku pulang dulu ya."
"Iya, makasih untuk hari ini," ujar Bram.
***
Di dalam kamar, Bram sangat gelisah, seperti ada sesuatu yang ia pikirkan.
"Haestt, siapa sih sebenarnya wanita itu?" gumamnya.
***
Di kampus setelah pelajaran selesai, Donna ingin mengajak Bram makan siang.
"Bram kita makan siang yuk?"
"Maaf ya Don, aku ada urusan hari ini, lain kali aja ya," ujar pria berkulit putih itu seraya berlalu pergi.
"Gila tu anak! dengan PD-nya nolak ajakan kamu Don, di kampus ini tuh nggak ada cowok yang berani nolak ajakan kamu," ujar Clara geram melihat sikap Bram.
"Justru itu, aku makin suka sama Bram, karena dia nggak gampangan," sahut Donna tersenyum sinis.
"Tapi, kayaknya Bram nggak ada rasa sedikitpun sama kamu Don."
"Suatu hari nanti, aku pasti bisa bikin dia jatuh hati ke pelukanku, tunggu aja tanggal mainya!" sahutnya bersemangat.
***
Seperti biasa Putri sudah berada di klinik sejak pagi, hari itu tidak begitu banyak pasien.
Bram datang ingin menemui putri di klinik, ternyata ia baru ingat saat neneknya hilang dulu Putri lah yang membantu menemukannya.
"Selamat siang Suster," kata Bram menyapa
"iya, siang Mas, ada keluhan apa ya?" tanya suster Ana.
"Saya nggak sakit Sus, cuman pengen ketemu Dokter Putri, bisa nggak? sebentar aja?" pinta Bram padanya.
"Oh gitu ya, bentar ya, saya tanya Dokter Putri dulu," ujar suster itu sambil menelpon.
"Iya Sus kenapa?"
"Dok, ini ada yang mau ketemu sama Dokter," ujarnya.
"Keluhanya apa Sus?"
"Ehmmm, dia bukan pasien Dok, cuman ingin ketemu Dokter."
"Namanya siapa?" tanya Putri.
"kalau boleh tau Anda namanya siapa ya?" tanya suster itu pada Bram.
"Bilang aja dari Bram gitu."
"Ehmm Dok, namanya Mas Bram," sahut suster Ana ke Putri.
Putri tampak tak percaya kalau si Bram nekat juga mendatangi dia.
"Bilang ke dia, saya masih banyak pasien, suruh dia pulang aja Sus," sahut Putri.
"Ehh, iya-iya Dok," ujar suster Ana sambil menutup telponya.
"Gimana Sus?" tanya Bram penasaran.
"Maaf ya Mas, Dokter Putri masih banyak pasien, dia nggak bisa nemuin Mas."
"Gitu ya, susahnya mau ketemu dia, atau dia emang sengaja nggak mau ketemu sama aku?" gumam Bram.
"Na, bukanya pasien kita hari ini udah selesai semua ya! emangnya pasien mana lagi yg diperiksa Dokter Putri?" tanya temannya tiba-tiba.
"Husstt, diam kamu!" ujar suster Ana seraya mengangkat jarinya ke bibir.
Bram mendengar itu.
"Jadi bener dia sendiri yang nggak mau ketemu saya Sus?" tanya Bram lagi.
Suster Ana menghela nafas.
"Sepertinya Mas harus jadi pasien dulu, kalau mau ketemu Dokter Putri, pasalnya dia tadi nyuruh Mas pulang aja, maaf ya," sahutnya.
Bram akhirnya pergi dengan perasaan kecewa.
***
Putri pergi ke kamar mandi sebentar, lalu kembali ke ruanganya. Ketika ia melewati resepsionis tampak para suster itu sedang menggunjingnya. Tapi ia tak mempedulikanya dan masuk kembali ke ruanganya. Saat baru membuka pintu ia menjerit.
"Astagfirullah ya Allah!" Ia berteriak dan menutup pintu itu lagi dengan keras.
Sontak semua orang pun datang melihatnya.
"Dokter, kenapa Dok! ada apa?" tanya suster Ana penasaran.
Sebenarnya Putri melihat neneknya Bram berdiri di jendela ruangannya. Sontak saja ia sangat kaget, tapi karena tak ingin yang lain tau, ia pun beralasan.
"itu ..., tadi, saya lihat ada kecoa di ruangan saya Sus," sahut Putri.
"Hahh! kecoa Dok!" tanya suster Ana sambil membuka ruangan itu dan mengeceknya.
"Nggak ada apa-apa tuh Dok, di mana Dokter melihatnya?"
Putri berjalan masuk dengan ketakutan, lalu melihat sekeliling. Neneknya Bram sudah tak terlihat.
"Ehmm, syukurlah! mungkin kecoanya sudah kabur Sus, makasih ya, Suster bisa balik kerja lagi," kata Putri.
"Ya udah kalau gitu Dok." Suster Ana pergi dengan perasaan yang tak menentu.
Putri duduk di kursinya, dan menata nafasnya. Tiba-tiba angin dingin berhembus melewati telinganya. Putri merasakan bahwa ada orang lain di ruangan itu. Ia pun mulai merinding lalu berkata.
"Siapapun yang ada di sini, tunjukkan wajah kalian!" Putri mencoba mengumpulkan keberanianya.
Dan benar saja, tak berapa lama seorang nenek tua yang wajahnya pucat muncul dan berjalan ke arahnya.
"Nenekkkkk!" teriak Putri sedikit kesal.
"Maaf Nak, kalau Nenek ngagetin kamu," sahut nenek yang sudah meninggal beberapa hari itu.
"Nenek tuh harusnya ngasih kode dulu kalau mau muncul, jangan tiba-tiba gitu. Putri kan kaget Nek," ujar Putri.
"Iya, Nenek minta maaf ya, lain kali Nenek nggak akan gitu lagi," ujar wanita tua itu sambil tersenyum.
"Nenek ada perlu apa ke sini?"
"Kamu tentu sudah tau kenapa Nenek ke sini."
"Nek, bukanya nggak mau bantu, tapi saya nggak suka, orang bakal ngira saya ini gila Nek," ujar Putri.
"Nak, Nenek yakin, Bram bukan orang seperti itu, percaya sama Nenek."
***
Bram berjalan di pinggir jalan, dan masih memikirkan cara untuk bisa menemui Putri, terngiang-ngiang di pikirannya.
"Mas harus jadi pasien dulu kalau mau nemuin Dokter Putri."
Ia melihat pecahan kaca di jalan. Entah ia dapat pikiran dari mana. Langsung ia genggam pecahan kaca itu, sampai tangannya berlumuran darah. Tak lama kemudian ia kembali ke klinik.
"Dok ada pasien baru datang," ujar sus Ana menelepon Putri.
"Keluhanya apa Sus?"
"Sepertinya luka goresan di tangan Dok."
"Baiklah suruh dia masuk," ujar Putri.
"Baik Dok," ujarnya sambil menutup telpon.
"Silahkan Mas, anda boleh masuk, lewat sini ya." Sus Ana mengantarkan Bram masuk ke ruangan Putri.
"Nek saya mau ada pasien, Nenek pergi aja dulu, kalau Bram ke sini lagi, biar saya sampaikan pesan Nenek," ujar Putri.
"Nggak usah repot-repot Nak, itu Bram sudah di sini," sahut nenek.
"Apaaaa!" ujar Putri kaget karena melihat pasien yang masuk adalah Bram.
Bram duduk di depan Putri, ia menatapnya dan menghela nafas.
"Apa harus nunggu saya terluka dulu, baru Anda mau nemuin saya Dokter?" tanya pria berhidung mancung itu seraya menatap Putri dengan tajam.
"Nggak usah formal gitu, kita kan seumuran," ujar Putri tak ingin suasana canggung.
Putri mengobati tangan Bram yang terluka.
"Kena goresan apa ini?" tanya Putri memecah keheningan.
"Kena pecahan kaca di jalan," jawab Bram datar.
"Sakit nggak?" tanya Putri.
"Nggak lebih sakit dari sikap kamu, yang sengaja nggak mau nemuin aku!" sahut Bram sedikit kesal.
"Bukannya nggak mau nemuin kamu, tapi ini kan klinik, bukan tempat lain," ujar Putri menjelaskan.
"Jadi kalau di tempat lain, kamu mau ya nemuin aku?" tanya Bram lagi.
Pertanyaan Bram membuat ia tak bisa berkata-kata lagi.
"Udah selesai nih!" ujar Putri dan merapikan tempat obatnya lagi.
"Makasih ya," sahut Bram.
"Kenapa mau nemuin aku?" tanya Putri sembari menuliskan resep untuknya.
"Ehmm, sebenernya aku masih penasaran, dari mana kamu tau kalau nenekku dalam bahaya? saat di rumahmu itu. Bukannya kamu sedang memperingatkanku!"
"Hemmm, apa kamu percaya, kalau kubilang aku bisa ngelihat mereka (makhluk halus)?" tanya Putri.
"Aku percaya kok!" sahut Bram.
"Segitu cepatnya kamu percaya!" ujar Putri heran.
"Nenekku selalu mengatakan, ada banyak hal di dunia ini yang tidak bisa kita terima dengan akal sehat, tergantung kepercayaan masing-masing," ujar Bram menjelaskan.
Nenek Bram terus memohon untuk menyampaikan pesannya.
"Iya-iya Nek, Putri tau," sahut putri seketika.
Perkataan Putri yang sangat tiba-tiba itu membuat Bram terkejut dan sedikit takut, pasalnya di ruangan itu hanya ada mereka berdua.
"Putri, kamu lagi ngomong sama siapa sih?" tanya Bram lirih.
Putri lalu menatapnya. "Tadi kamu bilang percaya, kalau aku bisa ngelihat mereka, kenapa sekarang kamu jadi takut," ujar Putri meledeknya.
"Nggak kok, aku nggak takut, cuman ..., penasaran aja," sahut Bram tersenyum kecut.
"Nenek kamu tepat ada di sampingmu, kalau kamu mau ngomong, ngomong aja, beliau bisa denger kok," ujar Putri yang masih sibuk dengan kerjaannya.
"Serius Nenek aku di sini!" kata Bram sambil berpindah posisi.
Putri hanya mengangguk.
Bram bingung harus mulai dari mana.
"Nenek, ini Bram cucu Nenek, Nenek denger kan? Nenek jangan khawatir ya, Bram akan jadi cucu yang berbakti buat Nenek, Bram akan jadi orang sukses seperti Papa, Nek, dan mulai sekarang Nenek bisa tinggal di surga dengan tenang." ujar Bram.
Nenek itu menggangguk dan mohon pamit ke Putri.
Bram yang tidak tau neneknya sudah pergi masih saja berbicara. "Nek, maafin Bram ya, belum bisa membawa menantu pilihan Nenek, padahal Bram masih ingin Nenek melihat Bram sampai menikah, tapi, ya sudahlah, Bram janji bakal ngedapetin menantu seperti idaman Nenek, ok!" sahutnya bersemangat.
Seketika Putri tertawa mendengar ucapan Bram.
"Kok kamu ketawa Put, kamu bohongin aku ya?" ujar bram menatap Putri yang masih tertawa.
"Bukannya gitu, Nenek kamu udah pergi kok dari tadi," sahut Putri.
"Kok kamu nggak ngasih tau sih!" Bram kembali ke posisinya sambil malu.
"Gimana mau ngasih tau, orang kamunya nyicris nggak berhenti gitu," sahut Putri yang masih tersenyum.
Bram menatap Putri yang masih tersenyum, hatinya bergetar, seperti ada sekumpulan drumben yang di tabuh di dalam hatinya, dan ia begitu senang.
"Ternyata kamu cantik juga kalau lagi senyum," ujar Bram seketika.
Perkataan Bram menyadarkan Putri, dan membuatnya salah tingkah.
"Nih udah selesai, aku dah nulisin resepnya, kamu bisa ambil obatnya di luar," ujar Putri mengusirnya.
"Makasih ya, karena dah nyampaiin pesanku ke nenek, dan juga untuk ini," Bram mengangkat tangannya yang terbalut perban.
Putri mengangguk. Ketika Bram ingin pergi, ia buru-buru berbalik lagi.
"Boleh aku minta nomor ponsel kamu?" tanya Bram seraya menatap Putri.
Putri hanya diam tak menjawab.
"Kamu kan tau tanganku masih sakit, kalau-kalau aku infeksi gitu, aku kan bisa langsung tanya ke kamu," ujar Bram beralasan.
"Ehmm iya, nih kartu namaku," sahut Putri memberinya kartu sambil menggeleng kepalanya.
"Makasih lagi ya," ucap Bram dengan senyum lebar di wajahnya.
Kemudian ia pergi keluar dengan perasaan yang bahagia.
Sebuah mobil sedan berwarna putih melintas di depan klinik itu.
"Mang berhenti sebentar ya," sahut Donna yang berada dalam mobil.
Ia melihat Bram keluar dari klinik tempat Putri bekerja dengan wajah tersenyum lebar. Donna merasa sangat marah.
Sesampainya di rumah, ia membanting tas LV warna coklat itu ke lantai dan berteriak-teriak, ibunya yang mendengar itu langsung menemuinya.
"Donna, ada apa ini Sayang? kenapa pulang kok marah-marah gini?" tanya wanita berambut keriting itu pada anaknya.
"Aku benci sama tu cewek jalang Ma!" bentak Donna dengan beringas.
"Maksud kamu siapa? apa si Putri!" tanya ibunya lagi.
"Siapa lagi kalau bukan dia Ma!"
"Kenapa lagi! apa yang dilakukannya ke kamu Sayang?"
"Mama kan tau, aku dari dulu suka sama Bram, tapi cewek jalang itu berani-beraninya ngerebut Bram dari aku Ma," ujar Donna sambil menangis.
"Hahh serius kamu Don, darimana mereka bisa kenal satu sama lain?" tanya ibunya ikut heran.
Donna menceritakan semuanya, dan juga tentang Bram yang keluar dari klinik Putri tadi, ibunya ikut geram.
"Sayang kamu nggak usah khawatir, Mama akan membantu kamu, sepertinya sudah saatnya kamu tau, besok kamu harus ikut Mama ya?"
"Memangnya kita mau ke mana Ma?"
"Besok juga kamu bakal tau, udah jangan uring-uringan," sahut ibunya lalu pergi meninggalkanya.
ns 15.158.61.48da2