Aku terbangun dengan tangan Jimmi sebagai bantal tidurku. Jimmi masih sangat lelap, dengan pelan aku bangun lalu memungut dalaman yang berserakan di bawah. Rasanya sedikit lelah dan leherku sakit. Aku memilih mandi dan membuat sarapan sederhana yaitu nasi goreng. Saat akan menghidangkan nasi goreng tadi tiba-tiba Jimmi memelukku dari belakang. "kenapa tidak membangunkanku?" dia menaruh dagunya di bahuku. "kamu masih sakit" sahutku pelan. "aku sudah sembuh dan ingin makan nasi goreng ini" balasnya lagi lalu mengambil nasi goreng ditanganku membawanya ke meja makan.
"kamu mau kerja hari ini?" tanyaku. Karena seusai sarapan tadi dia langsung ke kamar dan sekarang sudah memakai kemeja putih dan celana cream membuatnya makin terlihat memukau. Aku menunduk menatap pakaian yang aku kenakan kaos hitam kebesaran dan celana trening. Ahh aku baru sadar kenapa dia membeli banyak baju untukku saat di villa kemarin, yaa karena aku memang tidak mempunyai pakaian bagus batinku. "kamu siap-siap kita ketemu ibuku" sahutnya pelan tanpa menjawab pertanyaanku.
Pemakaman. Tempat tujuan kami ternyata pemakaman. Sejak tadi aku bertanya dengannya tidak ada jawaban yang ada hanya senyum tipis yang sialnya membuatku bungkam. "hallo ibu. Lihat hari ini aku mengajak menantumu berkunjung" dia menyapa nisan yang bertuliskan nama "Mina". Aku ikut menatap nisan tersebut lalu berkata " aku Hana bu" Jimmi terkekeh dan mengelus rambutku. "ibu tidak usah khawatir. Aku sudah ada yang menemani, hari ini aku hanya ingin berkunjung sebentar" dia mengelus nisan tersebut ku kira dia akan berlama-lama rupanya sangat singkat. Hingga di depan rumah kecil milik penjaga makam dia berhenti. "pak Joko" ucapnya saat melihat laki-laki paruh baya. "ini untuk bapak, terimakasih sudah merawat makam ibu" dia menyodorkan 3 lembar pecahan seratus ribu membuatku sedikit tercengang. "den Jimmi terimakasih. Itu sudah tugas bapak. Loh siapa si manis ini den?" pertanyaan itu sontak membuatku menoleh ke arah Jimmi. "ah maaf pak Joko saya lupa mengenalkan ini istri saya Hana" ucapnya sambil meraih tanganku. "oalah selamat ya den semoga langgeng" aku hanya mengangguk dan tersenyum ramah. Jimmi berpamitan dan kami meninggalkan pak Joko untuk kembali ke mobil.
"mau kemana lagi?" tanyanya saat keluar dari pelantaran pemakaman. Aku menggeleng tidak tahu harus menjawab apa dan karena acara ini pun aku tidak tahu dari awal. "kamu lelah? Karena kemarin?" tanyanya "ah tidak kok" sahutku kikuk. "maaf ya. Aku egois padahal kondisiku masih sakit kemarin" katanya lagi. "Jimmi. Yang kemarin sudah lewat. Sudahlah lagi pula aku juga menikmatinya" ucapku yang setelahnya ingin kutarik kata-kata yang keluar dari mulutku. Jimmi lagi-lagi tertawa. "untunglah kamu menikmatinya. Aku takut kamu merasa risih" ucapnya yang membuatku makin ingin ditelan bumi.
" Seina mau bertemu" deg dadaku tiba-tiba nyeri saat nama itu kembali terdengar setelah kejadian di villa. "kamu mau kan bertemu dengan dia?" tanya Jimmi yang kubalas dengan anggukan saja.
Restoran ini lumayan sepi mungkin karena ini jam kerja kulihat Seina sudah duduk di kursi dekat jendela. Jimmi menggenggam tanganku seolah menyatakan bahwa aku miliknya dan dia milikku. "Seina" ucapnya saat sampai didepan. "ah kalian sudah datang, ayo mau pesan apa? Kalian sudah sarapan?" pertanyaan Seina diabaikan oleh Jimmi. "to the point saja. Apa yang mau kamu katakan dengan istri saya, saya tidak mau berlama-lama" Jimmi memasang wajah datarnya yang membuat Seina menunduk. "anu, Hana aku minta maaf" mataku masih tidak lepas dari gerak gerik Seina. "kejadian waktu itu, aku minta maaf karena sudah mencampur obat ke dalam minuman Jimmi" aku terdiam tidak tahu harus menjawab apa. " maafkan aku, tapi percayalah aku dan Jimmi tidak melakukan hal itu" dia terus saja berkicau hingga Jimmi menepuk pelan tanganku. "ah iya aku maafkan" ucapku pelan. "benarkah? Terimakasih Hana" sahutnya lagi.
"terimakasih Seina sudah meluruskan, dan sekali lagi jangan ganggu aku ataupun Hana. Kami pamit" suara tegas Jimmi membuatku sedikit tegang berbeda sekali dengan biasanya. Dia mengajakku kembali ke mobil lalu terdiam cukup lama. "kenapa Jim?" tanyaku yang membuatnya menoleh. Dia mendekatkan badannya lalu mencium keningku lama. "terimakasih sudah percaya Han" ucapnya diiringi dengan senyum manisnya.
ns 15.158.2.210da2