Faridh adalah sorang anak muda yang dilahirkan di kepulauan Adonara, yang begitu kental dengan budaya dan adat istiadatnya. Bagi sebagian orang bahkan orang asli Adonara kadang mengeluhkan tradisi dan budayanya sendiri. Tidak menakutkan tapi berat untuk dipikirkan.
Adonara terkenal dengan perang tanding, yang dianggap sebagai salah satu cara menyelesaikan suatu persoalan dan dianggap paling Adil dan ini telah terjadi sejak dahulu kala.
Di Adonara banyak kita temukan potensi wisata baik budaya maupun alam. Salah satu yang menjadi kebanggaan masyarakat Adonara adalah Gunung Boleng (Ile Boleng). Dimasing masing wilayah ada wisata budaya yang bisa kita kunjungi dan pantai yang memanjakan mata ditambah dengan keramahan penduduknya.
Menjadi Anak adonara dengan perjalanan hidup seperti manusia purba yang berpindah pindah, dimana pada usia delapan tahun bersama keluarga pindah kesulawesi. Setelah tamat SMP, pindah lagi pulang keadonara, dan melanjutkan pendidikan SMK dan tinggal di Kota Larantuka Samapi Lulus.
Setelah lulus SMK, Faridh melanjutkan petualangan ke bumi cendrawasih, Papua Barat. Hampir setahun di Papua dan kembali lagi pulang keadonara. Dan kali ini untuk tujuan kekota pahlawan, yang diimpikan sejak masih duduk di bangku SMP.
Sekali lagi pergi meninggalkan kampung Adonara kali ini bukan hanya tanah kelahiran dan juga keluarga tapi juga Juni kekasih, yang dipacari sejak pulang dari bumi cendrawasih.
"Aku yakin ketika sampai disurabaya dan melihat perempuan perempuan putih mulus kamu akan melupakan aku." kata Juni pada laki-laki didepannya yang adalah pacarnya sendiri.
"Memangnya aku kesurabaya untuk cari perempuan? Tujuan kali ini adalah untuk kuliah. Meski sebenarnya belum tau jurusan apa yang cocok denganku". Faridh memelas.
"Saya cuma mengingatkan saja, sudah banyak contoh. Banyak orang yang pergi dari sini dan melupakan semuanya. Bukan hanya pergi karena tujuan sekolah, tapi mereka yang pergi merantau ke Sabah Malaysia untuk tujuan kerja, meninggalkan anak istri, juga bisa berpaling dan menikah lagi." Terang Juni.
Faridh mencoba mengalihkan pembicaraan agar Juni tidak lagi membahas rasa kekhawatirannya lagi .
"Siapakan jagung titi sedikit buat bekal dalam perjalananku, karena naik kapal laut jadi pelayarannya lama."
"Ok baiklah......" Juni mengangguk setuju.
*********
Faridh melangkah memasuki sebuah bilik bambu sederhana, tampak orang tua yang sudah berumur tujuh puluan sedang duduk. Wajah tuanya menunduk meski menyadari kehadiran Faridh. Tampak wajah keriput tuanya dengan janggut yang yang sudah memutih semua.
Ketika melihat Faridh dari garis wajahnya terlihat senang dengan kehadiran anak laki laki ini.
"Duduklah........!" Suara parau orang tua yang hampir tak kedengaran. Sambil tangannya mengambil selembar daun lontar dan sedikit tembakau, lalu menggulungnya menjadi sebatang rokok.
Faridh hanya mengamati apa saja yang orang tua itu lakukan.
"Ambil tuak disitu....!" Perintahnya sambil menunjuk tempat dimana beliau menyimpan tuak.
Faridh mengikuti kemana arah telunjuk orang tua itu, dan melihat ada sebotol tuak disudut bilik itu dan mengambilnya kemudian dituang dan memberikan kepada orang tua itu. Setelah meminum tuak orang tua itu menyalahkan rokoknya.
"Hari ini saya mau pamit, besok saya mau kesurabaya!" Faridh lalu mengemukakan niatnya datang kemari menemui orang tua itu.
"Tujuanmu ke surabaya mau sekolah atau mau cari kerja?" Tanya orang tua itu dengan dlnada sedih.
"Bapak, saya mau kesurabaya dengan tujuan mau sekolah, mau melanjutkan kuliah disana." Jawab Faridh meyakinkan.
"Dengar nak, waktunya sudah semakin dekat, jadwal kapal kian hari kian dekat. Kalau niatmu pergi untuk sekolah bapak ijinkan. Tapi kalau mau cari kerja, anak tinggallah disini saja!"
"Saya pergi untuk sekolah, nanti waktunya liburan saya akan kembali untuk menjenguk bapak disini." Faridh memberi pengertian kepada orang tua itu.
Orang tuak itu bertanya lagi : "kapan berangkat?"
"Besok pagi saya ke Lewoleba, malam harinya baru naik kapal tujuan Surabaya". Faridh menjelaskan rute perjalanan yang akan dia lakukan besok.
Dengan hanya mengangguk, lalu kembali tertunduk, mungkin memikirkan kenangan dulu masa masa mudanya disurabaya. Hidup sebagai perantau yang terdampar di pelabuhan perak dan pada akhirnya menetap untuk beberapa waktu dkota yang dijuluki kota Pahlawan ini.
Selesai berpamitan Faridh langsung pulang kerumah. Dikamar sambil berbaring, mengingat kembali apa yang dikatakan oleh orang tua yang adalah kakak dari bapaknya itu.
Meski hanya sebuah pesan yang disampaikan namun terasa seperti kata-kata yang tidak biasa. Manggut manggut seakan mengerti, ternyata maksudnya adalah usianya sudah semakin tua, dan ajalpun kian dekat, makanya beliau ingin anak-anaknya selalu ada didekatnya.
ns 15.158.61.48da2