Perempuan itu bernama Kamidia Radisti. Akrab disapa Disti. Lahir di Surabaya 29 tahun silam. Mantan miss indonesia 2007 ini sekarang tengah mengandung anak kedua dari pernikahannya dengan Lutfi Ubaidillah, seorang penguaha content provider. Putri pertama mereka, Kaira Fidilla Kanakita kini sudah berusia 2,5 tahun. Kehamilan anak kedua yang tak berbeda jauh sempat membuat cemburu Kaira.
"Kaira agak manja sih, tapi dia suka nanya, 'ade kapan keluar, ade kapan keluar?' Gitu katanya," kata Disti menjelaskan.
Untuk persiapan menyambut anak keduanya ini, Disti mengaku santai. Semisal ketika menyiapkan nama untuk si calon bayi. "Nanti saja kalau baby-nya sudah lahir. Sekarang fokus menyiapkan persalinan,” ucapnya.
Dia memilih melahirkan di Bandung. Sebab, orang tua dan mertuanya berdomisili di Kota Kembang. Dokter dan rumah sakit tempatnya melahirkan nanti sama dengan saat kelahiran Kaira dulu. ”Minggu depan berangkat ke Bandung sampai saat melahirkan,” kata Kamidia. Meski tengah hamil 8 bulan, dia masih tetap terlihat cantik.
769Please respect copyright.PENANAd1M0Q8e5SS
Presenter Sport7 dan Jelang Siang itu mengaku, kehamilan keduanya tidak merepotkan. Dia tidak mengidam, sang bayi juga tidak rewel. Malah, pada trimester awal, Kamidia menjalani syuting film Sang Pialang selama 22 hari pada Juni–Juli 2012. ”Saya baru tahu setelah hamil dua bulan. Sutradara juga enggak tahu. Karena enggak ada mual atau capek, saya tetap syuting,” ceritanya. Kamidia sama sekali tidak tahu bahwa itu adalah tanda-tanda awal keanehan bayi keduanya.
Tepat di bulan Februari, Kamidia akhirnya melahirkan. Semuanya berlangsung lancar-lancar saja. Bayinya yang berjenis kelamin perempuan sangat sehat, begitu juga dengan dirinya. ASI Kamidia juga lancar, dengan payudaranya yang berukuran cukup besar, ia bisa memberikan ASI dengan baik pada sang buah hati. Sama seperti ibu pada umunya, ia juga tidak malu-malu menyusui anaknya di tempat umum dan dilihat oleh para sanak saudara dan tetangga.
Kamidia cuma tersenyum saja menaggapinya. ”Buat apa malu. Toh mereka cuma melihat, tidak sampai memegang.” Itulah yang menjadi prinsipnya. Membuat tetangganya makin suka kepadanya, terutama yang laki-laki. Bagaimana tidak, siapa sih yang menolak diberi pemandangan indah payudara bulat besar milik artis cantik semacam Kamidia Radisti?
Kamidia yang mengetahui hal itu, makin sengaja memamerkan payudaranya. Entahlah, dia juga suka bila ada laki-laki yang memandang payudaranya dengan penuh nafsu. Berarti kemolekan dan kesintalan tubuhnya masih diakui, padahal dia sudah hamil dua kali dan sekarang sudah tidak muda lagi. Dan di dunia hiburan tanah air, hal seperti itu bisa menentukan karir seorang artis.
Saat menyusui, Kamidia kadang suka membuka hampir separuh kancing bajunya hingga telihatlah dua gundukan buah dadanya yang mengkal itu. Taksiran kasar, ukurannya sekitar 34C. BH tipis berenda yang dia pakai makin menambah daya rangsang payudara besar itu. Siang itu, Kamidia sedang menyusui bayinya saat didengarnya suara tangis yang cukup kencang, rupanya dari tetangga sebelah rumahnya yang baru melahirkan bayi perempuan yang imut namun rupawan. Sayang, payudara perempuan yang melahirkan itu tidak mengeluarkan air susu. Bentuknya juga kempes, tidak kembung seperti miliknya. Ibu-ibu ramai membicarakan hal itu, terutama ketika sedang membeli sayuran di muka rumah.
Kamidia yang tidak tegaan akhirnya memutuskan, biarlah aku yang menyusui bayi itu. Ia pun mendatangi rumah sang tetangga. Orang-orang terkesima, sesaat serupa patung batu. Semuanya terkesima melihat payudara Kamidia yang membulat kembung. Air susu melimpah ruah dari payudara bulat besar itu. Sang bayi menyusu dengan lahap, terlihat sangat menikmatinya. Begitu juga dengan mata lelaki yang melihat. Semuanya tidak ada yang beranjak sampai Kamidia selesai menyusui bayi itu. Lenguhan kecewa terdengar begitu Kamidia memasukkan kembali tonjolan buah dadanya ke dalam cup BH-nya.
”Ayo, ayo... balik-balik, pada pulang semua. Tontonan sudah selesai.” kata Pak RT membubarkan kerumunan warga. Semuanya segera ngacir ke rumah masing-masing, dan minta disusui oleh istri masing-masing. Tapi semua kebanyakan kecewa karena payudara istri mereka ternyata tidak semontok dan sebulat punya Kamidia. Kamidia hanya tertawa saja melihat kejadian itu.
Sejak itulah, setiap hari Kamidia menyusui bayi tetangganya. Dengan kualitas ASI nya yang jempolan, bayi itu dengan cepat menjadi gemuk dan tumbuh dengan sehat serta cerdas. Kabar itu dengan cepat menyebar. Maka datanglah beberapa perempuan yang memiliki bayi. Bukan hanya para perempuan dengan payudara yang tak mampu menghasilkan susu, tetapi juga sebaliknya. Mereka menginginkan bayi mereka sehat seperti bayi sebelumnya, dan mereka rela antre di depan rumah Kamidia selama berjam-jam. Rumah Kamidia tak pernah sepi dari tangisan bayi.
Dengan senang hati Kamidia menyusui bayi-bayi itu. Terbukti mereka tumbuh menjadi anak-anak sehat. Anehnya, payudara Kamidia tidak pernah menyusut dan susunya tidak habis-habis meski sudah puluhan bayi yang disusuinya. Malah yang ada payudaranya menjadi bertambah besar dan montok. Suaminya bahkan sampai berkomentar, ”Lebih besar dari kepala Papah,” kata laki-laki saat mencoba mengukurnya.
Kabar tentang Kamidia yang membuka jasa layanan ibu susu, dengan cepat menyebar. Lalu berdatanganlah orang-orang ke rumah Kamidia dengan membawa bayi-bayi mereka. Suami Kamidia sempat bingung melihat banyaknya orang yang mengantre. Ia lalu bertanya pada Kamidia, "Sayang, banyak orang yang datang ke sini dengan membawa bayi-bayi mereka. Kalau kau susui, aku kuatir anak kita akan kekurangan ASI nantinya."
"Tidak apa-apa, Pah. Biarlah mereka mengantre. Akan aku susui bayi-bayi itu. Mereka juga makhluk ciptaan Tuhan yang perlu kita sayangi." kata Kamidia dengan suara lembut. Matanya berkedip-kedip ringan. ”Semakin banyak ASI yang aku keluarkan, semakin banyak pula produksinya. Papah sudah lihat sendiri kan selama ini?” tanya Kamidia pada sang suami.
Suaminya mengangguk dan tidak membantah lagi.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama, nama Kamidia semakin dikenal. Bahkan melebihi ketenarannya sebagai selebritis. Kamidia kini fokus menjalani perannya sebagai ibu susu, profesinya sebagai presenter dan pembawa acara Infotainment perlahan mulai ia tinggalkan.
Hingga suatu ketika, seorang wanita paruh baya datang ke rumahnya, tetapi bukan untuk meminta Kamidia menyusui bayinya -karena wanita itu tidak punya bayi- melainkan mengadukan masalah keluarganya. Ia datang sambil bercucuran air mata. Wanita itu mengatakan bahwa ia memiliki seorang anak lelaki yang kecanduan narkoba. Sekolah si anak berantakan dan wanita itu telah menjual rumah satu-satunya peninggalan suami untuk biaya menyembuhkan anaknya. Tapi sang anak tetap kecanduan juga. Mereka sekarang tinggal di rumah kontrakan kecil di gang sempit. Wanita itu tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
"Tolonglah, mbak Disti. Saya mohon." kata ibu itu memelas.
Kamidia tidak sampai hati untuk menolaknya. Jadi, sambil berharap kalau feelingnya benar, ia pun berkata. "Bawalah anak laki-laki ibu ke sini,"
"Bawa ke sini?" wanita itu menatap tak percaya.
"Iya. Akan aku susui dia." kata Kamidia yakin.
Setelah menimbang sejenak, perempuan itu akhirnya mengangguk. "Baik, mbak. Besok akan saya bawa kesini."
Keesokan harinya, wanita itu membawa serta anaknya yang telah dijanjikan. Kamidia menyuruh suaminya untuk menyiapkan satu kamar kosong. ”Buat apa?” tanya sang suami.
”Aku tidak mau dilihat orang lain, sepertinya yang ini akan memakan waktu sedikit lebih lama.” jelas Kamidia. Hari itu dia memakai baju polos berwarna biru laut dengan rok longgar berwarna putih. Terlihat seperti anak muda saja walau umurnya telah menginjak kepala tiga.
Di dalam kamar, Kamidia segera membuka kancing bajunya tiga biji dan mengeluarkan kedua payudaranya yang masih terbungkus BH warna hitam. Si anak pecandu narkoba yang ternyata bernama Didi itu, tak berkedip saat melihatnya. Pemandangan di depannya begitu indah, sangat sukar untuk dilewatkan begitu saja. BH hitam yang dipakai oleh Kamidia terlihat begitu kontras dengan kulit Kamidia yang mulus dan kuning langsat.
Begitu payudaranya sudah terbuka satu, langsung Didi menyerobotnya dengan cepat dan menghisapnya begitu kencang. ”Pelan-pelan, Di. Nanti tersedak lho.” Kamidia mengingatkan sambil meremas-remas tonjolan buah dadanya yang sedang dikenyot oleh anak kecil itu, berharap agar ASI-nya keluar makin banyak. Putingnya yang coklat dan agak besar kini berubah menjadi agak kemerahan akibat hisapan Didi.
Lima menit berlalu, Kamidia meminta bocal kecil itu untuk berganti posisi agar mengenyot payudara yang satunya lagi. ”Biar imbang,” kata Kamidia menjelaskan. Diberikannya buah dada yang masih terisi penuh pada Didi, dan sama seperti tadi, bocah itu segera menghisapnya dengan penuh nafsu. Payudara yang tadi sudah dikuras isinya, tetap dibiarkan Kamidia menggantung bebas. Kini kedua payudaranya terburai keluar. Terlihat sangat menggairahkan sekali. Sambil menghisap, dibiarkannya tangan mungil Didi berpegangan pada buah dada yang menganggur. Bocah itu mulai meremas-meremas pelan sambil sesekali memilin-milin putingnya.
”Hmm, dasar bocah nakal,” batin Kamidia dalam hati. Tapi dia tidak menepisnya, bahkan Kamidia terlihat seperti menikmatinya karena kini matanya mulai sedikit terpejam.
Dan begitu juga dengan si bocah. Mengenyot payudaranya Kamidia yang bulat besar, sambil tangannya memilin-milin puting yang satunya, membuat nafsu mudanya perlahan mengalir dan menggeliat. Tanpa terasa, penisnya yang mungil sudah berdiri tegak di balik celana, membuatnya jadi salah tingkah.
Kamidia rupanya menangkap gelagat aneh itu. Ia pun segera bertanya, ”Kamu kenapa, Di?” tanyanya ramah.
Dengan terkaget-kaget, Didi menjawab. “Anu, tante... emm... nggak papa kok,” serunya gelagapan.
“Jangan bohong, kamu pengen ya?” tuduh Kamidia tepat pada sasaran.
Didi makin tak bisa menjawab diberi pertanyaan seperti itu. Tapi tangan dan mulutnya terus bekerja di payudara mulus Kamidia, menghisap dan meremas lembut disana.
”Nggak usah malu, Di. Kamu boleh kok melakukannya.” kata Kamidia sambil tersenyum manis, ia menyentuh tangan Didi yang sedang bergerilya di atas tonjolan bukit buah dadanya dan meminta bocah itu agar meremas lebih keras.
”Ehm... i-iya, Tante.” Masih sedikit malu-malu, Didi mengelus-elus tetek Kamidia dengan lembut. Dirabanya bulatannya yang mantab dengan gaya khas anak-anak, gemes tapi takut-takut. Barulah saat Kamidia mengangguk mengiyakan, Didi lebih berani memperkeras remasannya.
”Iyah... begitu, Di. Kenapa nggak dari tadi sih?” lenguh Kamidia keenakan.
Begitu juga dengan Didi, dia makin ketagihan dengan payudara empuk Kamidia. Mulutnya menghisap semakin keras, sementara tangannya tak henti memijit dan meremas-remas bulatannya yang kini terlihat semakin merona. Perbuatannya itu membuat Kamidia terangsang dengan cepat. Saat Didi berkata, “Tante, dibuka aja bajunya, biar lebih leluasa,” Kamidia sama sekali tidak menolak. Bahkan dia dengan cepat membuka kancing kaos yang tinggal tersisa dua buah itu.
Dengan BH yang masih menempel di bawah tetek, Didi kembali menghisap payudara Kamidia dengan rakus. Ia memilin, menjilat, dan memainkan puting Kamidia dengan lidahnya. Membuat Kamidia ikut bereaksi dengan menelusurkan tangan kirinya ke selangkangan bocah kecil itu. Dia mulai mengelus-elus penis mungil Didi dari luar, kemudian tak berapa lama telah masuk ke dalam celana kolor si bocah nakal.
”Lepas celana dan baju kamu, Di.” kata Kamidia pada Didi yang masih asyik mengenyot teteknya yang kanan tanpa terusik sedikitpun.
Setelah bocah itu telanjang, Kamidia mengajak Didi untuk pindah ke atas ranjang. Mereka berbaring bersisian sambil saling berciuman. Tubuh mereka terlihat begitu kontras: Kamidia begitu putih dan mulus, sedangkan kulit Didi hitam dan gosong. Ukuran tubuh mereka juga beda jauh, Kamidia yang sangat sintal dan montok terlihat begitu besar bagi Didi yang kurus dan kering. Tapi meski begitu, Kamidia terlihat sangat menikmati saat bercumbu dengan bocah kecil itu. Ukuran yang tak sebanding sepertinya tidak menjadi halangan bagi mereka berdua.
Ciuman mereka semakin ganas dan panas, lidah mereka saling bertemu dan beradu, sambil tangan kiri Didi bergerilya di dalam rok Kamidia yang sudah tersingkap sampai ke pinggang, menampakkan paha mulus wanita cantik itu, juga bulatan pinggulnya yang bulat dan besar, yang bisa menopang tubuh Didi saat mencoba duduk di atasnya. Bergantian Didi mencium bibir dan payudara Kamidia sambil tangan kirinya mengelus gundukan selangkangan artis cantik itu. Sementara tangan kanan Didi dengan lincahnya mulai melepas kait BH Kamidia yang masih menempel.
Kamidia yang juga terburu nafsu tampak semakin liar mengelus kontol Didi yang semakin menegang dahsyat. Tapi namanya juga masih kecil, meski sudah ereksi penuh, tetap saja ukurannya tidak begitu mantap, hanya sebesar ibu jari kaki Kamidia. Tapi meski begitu, Kamidia tampak tidak kecewa sama sekali. Yang terpenting baginya sekarang adalah bagaimana meredakan nafsu birahinya, tanpa perduli ukuran penis yang bakal menerobos liang vaginanya nanti.
Kegelian karena Kamidia terus mengelus dan mengocok penisnya, Didi pun bangkit dan memberikan ’ular kecil’ itu pada Kamidia. ”Emut dong, Tante.” ia meminta.
Kamidia tersenyum menatap batang penis Didi, lalu mengangguk tanda mengiyakan. Didi mengarahkan penisnya ke mulut Kamidia, dan Kamidia langsung menilati pelan-pelan sebelum akhirnya melahap dan menelannya. Sementara penisnya dihisap, Didi tidak mau menganggur. Tangannya dengan cepat meraih payudara yang kanan Kamidia dan meremas-remasnya begitu keras, hingga membuat Kamidia jadi sedikit mengaduh dibuatnya.
”Pelan-pelan dong, Di.” protes Kamidia, yang dibalas Didi dengan melumat habis bibir artis cantik itu. Tidak ingin dipermainkan terus-menerus, Kamidia segera melapas celana dalamnya yang juga berwarna hitam. Kini mereka sudah sama-sama telanjang. ”Hisap juga punyaku, Di.” pinta Kamidia pada bocah kecil nakal itu.
Sementara Kamidia kembali menjilat dan mengulum penisnya, Didi tampak terkagum-kagum melihat vagina Kamidia yang tercukur rapi. Belahan sempit itu terlihat begitu mulus dengan bibir merah merona yang sedikit menjulur keluar. Langsung saja Didi memposisikan diri membentuk angka 69, dan dengan perlahan mulai menjilati bibir vagina Kamidia yang sempit dan hangat. Ia julur-julurkan lidahnya ke dalam untuk menjangkau lorongnya yang paling belakang. Sengaja ia berbuat seperti itu untuk memancing nafsu Kamidia agar terus naik dan naik. Dan rupanya cara itu berhasil, terlihat dari cara Kamidia yang mengulum penis Didi semakin liar dan cepat. Artis kelahiran Surabaya itu menghisap kontol Didi begitu kencang hingga batang coklat yang masih mulus tanpa rambut itu tertelan seluruhnya.
”Auw! Geli, tante...” rintih Didi keenakan, jarinya kini mulai ikut campur menerobos vagina sempit Kamidia. Ia mulai sedikit memasukkan ujung telunjuk ke miss V Kamidia sambil terus menjilat dan menghisapnya. Didi tidak mau merusak vagina yang indah ini dengan tangannya. Kalau memang harus memasukinya, Didi akan menggunakan batang penisnya. Hanya benda itu yang boleh masuk ke dalam.
”Eghhsss... Didi!” Lenguhan nikmat Kamidia yang terangsang oleh ulahnya terdengar cukup keras. Tanpa terasa, vaginanya sudah basah sekali dan tak berapa lama kemudian, cairan bening agak keputihan keluar dari lubang surga tersebut. Tubuh montok Kamidia agak terhentak saat itu terjadi, mulutnya terasa sedikit menggigit penis Didi.
”Apakah dia sudah sampai duluan?” pikir Didi dalam hati. Ia pun menhentikan aksinya dan mencabut juga penisnya dari mulut Kamidia.
Kamidia terlihat sedikit lemas namun tetap tersenyum penuh gairah. Didi yang sudah sangat terangsang, ingin segera memasukkan penisnya ke dalam memek sempit Kamidia, ia pun menindih tubuh artis cantik itu dan berbisik. ”Tante, boleh aku masukin?” tanyanya polos.
Kamidia hanya mengangguk mengiyakan sambil tetap tersenyum. Didi segera melebarkan paha Kamidia dan dengan agak menindih, memasukkan penisnya sedikit demi sedikit. Dia berusaha meresapi tiap jengkal kenikmatan surga yang beruntung bisa ia rasakan di usianya yang masih sangat muda ini. Begitu sudah mentok seluruhnya, Kamidia terlihat sedikit meringis.
”Pelan-pelan, Di… bekas jahitan tante masih agak nyeri.” kata Kamidia sambil menggigit bibirnya.
Setelah berdiam diri sejenak, mengikuti instruksi dari Kamidia, Didi mulai menggenjot tubuh mungilnya. Dengan posisi push-up, rasanya dalam sekali batang penisnya menusuk memek sempit Kamidia. Mulutnya yang tak bisa diam, mulai mencium dan mengemut tetek Kamidia yang bergoyang-goyang indah secara bergantian. Mereka terus bergoyang bersama dan seirama sampai akhirnya Didi mengerang kuat tak lama kemudian. Meski sudah sekuat tenaga berusaha ia tahan, Didi tetap merasakan ada sesuatu yang hendak menyembur keluar dari ujung penisnya. Semakin cepat ia menusuk, semakin deras pula rasa itu mengalir. Hingga ketika sudah tak kuasa untuk menahan lebih lama lagi, dia pun berbisik. ”Tante, aku mau keluar nih.”
”Ehm... aku juga, Di, bareng ya?” pinta Kamidia tak mau kalah.
Didi terus menggoyangkan penisnya dengan semakin cepat, sebelum akhirnya menjerit puas sesaat kemudian. ”Tante, arghhh… a-aku keluarrrrrrrgghhhhh...”
”Ahhh... aku juga, Di.” balas Kamidia cepat.
Croot! Croot! Croot! Croot! Cairan mereka saling tumpah dan berhamburan satu sama lain. Vagina Kamidia jadi terasa begitu penuh sekarang. Nikmat sekali rasanya. Walau sudah keluar, namun Didi membiarkan penisnya tetap menancap di dalam vagina sempit Kamidia. Mereka saling berpagutan lembut dan mesra, menikmati tiap detik kenikmatan yang telah mereka lewati. Tangan nakal Didi masih terus mengelus-elus tetek Kamidia. Selesai berciuman, kembali mulutnya mengenyot puting Kamidia yang mungil dan keras secara perlahan.
”Gimana, Di. Enak?” tanya Kamidia pada bocah kecil itu.
”Enak banget, Tante. Rasanya lebih nikmat daripada onani.” sahut Didi jujur.
“Kamu akan terus tante kasih yang enak-enak begini, asal kamu mau berjanji satu hal...”
“Apaan, Tante?”
”Kamu janji nggak akan pake narkoba lagi. Gimana, mau?”
Didi tidak langsung menjawab, dia tampak berpikir sejenak. Tapi kedutan ringan memek Kamidia yang masih melingkupi penisnya segera membuatnya mengambil keputusan. ”Baik, Tante. Saya janji.” katanya penuh tekad, atau penuh nafsu?
”Awas, jangan bohong lho ya?” Kamidia mencium bocah kecil itu dan meminta Didi untuk mencabut penisnya.
”Tapi Didi pengen nambah, Tante.” kata Didi memprotes.
”Haha… nakal kamu ya!” Kamidia mendorong tubuh Didi hingga tautan alat kelamin mereka terlepas. Ploop... begitulah bunyi penis Didi yang tercabut dari jepitan memek sempit Kamidia. ”Nanti kalau kamu sudah sembuh beneran, baru boleh minta tambah, sekarang Tante ingin lihat kesungguhan kamu dulu.” Kamidia lalu bangun dan memakai bajunya kembali.
Tapi Didi dengan kenakalannya memberikan kecupan kecil di puting payudara Kamidia. ”Uuhh…” lenguh Kamidia kegelian. Dia tidak jadi mengaitkan BH-nya karena Didi masih menetek disana.
Mereka pun berbincang-bincang, Kamidia memberikan banyak nasehat pada Didi yang masa depannya masih panjang. Ia tidak ingin bocah kecil itu terus terjerumus pada jerat narkoba. Sambil ngobrol, Kamidia mempersilahkan Didi untuk terus menciumi teteknya, itung-itung bonus bagi bocah yang ingin bertobat itu. Sampai menjelang senja, barulah mereka keluar dari kamar. Didi sempat sekali lagi muncrat akibat kocokan tangan lentik Kamidia.
Sejak itulah, setiap hari Kamidia menyusui Didi, si bocah pecandu. Tiga hari pertama Didi muntah-muntah. Semua racun yang telah ditenggaknya keluar bersama muntahan berwarna kelam. Hari berikutnya, Didi menyusu seperti bayi yang kelaparan. Dua minggu berikutnya ia telah sembuh dari kecanduan narkoba. Benar-benar ajaib air susu Kamidia Radisti.
Nah, ada yang tertarik untuk mencoba?
ns 15.158.61.48da2