Marcella terlihat tergesa-gesa memasuki kantor Polisi, setelah mendapat kabar dari Herman beberapa saat lalu, wanita cantik itu langsung menuju kantor Polisi di barat Kota, tempat di mana Herman, Karin dan Raka diamankan oleh pihak yang berwajib. Wanita cantik itu mencari sosok suaminya, tak lama Herman muncul dari salah satu ruangan, pria itu berjalan tenang ke arah Marcella, sementara istrinya itu terlihat masih cemas.
"Gimana Karin Mas? Mana dia?" Cerca Marcella pada Herman, wanita cantik itu terlihat sangat khawatir.
"Tenang Ma, tenang. Karin masih di ruang introgasi, setengah jam lagi mungkin dia akan keluar." Jawab Herman mencoba menenangkan istrinya itu.
"Aku sangat takut Mas. Kamu gimana ? Ceritanya gimana sih kok bisa jadi kayak gini ?"
"Nanti ya Ma, Aku ceritain semuanya, yang penting sekarang Karin udah aman, nggak terjadi apa-apa dengan dia. Kamu harus tenang sekarang, jangan panik." Marcella menghamburkan pelukannya pada tubuh Herman, dia tak tahan untuk kembali terisak.
"Aku tidak menyangka anak itu akan berbuat jahat pada Karin, Aku seharusnya tadi melarang Karin untuk pergi. Ini semua salahku Mas." Kata Marcella di tengah isakan tangisnya.
"Sssstt, Kamu nggak boleh ngomong gitu. Ini bukan kesalahanmu, sama sekali bukan kesalahanmu Ma." Herman masih mencoba menenangkan Marcella.
"Aku takut karena ini, Karin semakin membenciku Mas."
"Karin tidak akan membencimu Ma, dia sangat menyayangimu. Kamu ibu yang baik buat dia, tidak ada yang bisa mengingkari itu."
***
Sementara di tempat lain, di kantor Bupati, seorang berbadan besar dengan seragam safari terlihat tergesa-gesa melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Bupati. Haris, 25 tahun, dia adalah ajudan Bupati Rauf Hanafi, Ayah dari Raka.
"Maaf Pak mengganggu, ada yang harus Saya sampaikan." Ucap Haris setelah berada di ruang kerja Bupati.
"Ya, ada hal penting apa?" Tanya Bupati Rauf sambil membereskan beberapa berkas di atas meja kerjanya.
"Ini tentang Raka Pak." Haris tampak ragu, raut Bupati Rauf pun berubah setelah mendengar nama anaknya itu disebut.
"Masalah apalagi yang dibuat anak itu? Minum-minum? lakalantas? Atau razia satpol pp?" Tanya sang Bupati seolah hapal semua ulah yang dibuat oleh Raka.
"Kali ini lebih serius Pak."
"Serius? Apa maksudmu?"
"Raka ditahan di kantor polisi, dia dituduh melakukan percobaan perkosaan." Haris berusaha hati-hati menyampaikan berita buruk ini pada Bupati. Sang Bupati tampak menghela nafas panjang, pandangannya mengarah ke luar jendela ruangan.
"Apa yang bisa dibantu Kapolres?"
"Kapolres tidak bisa berbuat banyak Pak, karena orang tua korban menuntut kasus ini diusut sampai tuntas."
"Sudah ada media atau LSM yang sudah mengetahui kasus ini?" Tanya Bupati kembali.
"Sampai detik ini belum ada yang mengetahui kasus ini Pak, Kapolres masih bisa menyimpan berita ini tapi beliau tidak bisa menjanjikan terlalu banyak."
"Oke, pastikan media dan LSM tidak terlalu banyak tau, Kau harus memastikan Kapolres mengerahkan semua daya untuk membantu kita."
"Baik Pak."
"Dan satu lagi, jangan sampai kasus ini mempengaruhi proses pencalonanku sebagai Gubernur." Ucap Bupati Rauf dingin.
"Baik Pak." Haris segera meninggalkan ruang kerja Bupati untuk menuju kantor polisi, banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan untuk membereskan masalah Raka ini.
"Anton, ke ruang kerjaku sekarang !" Kata Bupati Rauf melalui telpon genggamnya. Tak berselang lama seorang pria memasuki ruang kerja Bupati.
"Anton, pergi ke polres, cari semua informasi tentang masalah yang melibatkan Raka. Pastikan semua beres seperti kasus bunuh diri beberapa bulan lalu. Ingat, jangan sampai ada yang mengaitkan kasus ini denganku, dan pastikan semua beres sebelum proses pilkada dimulai."
"Siap Pak. Lalu Raka bagaimana ?"
"Biarkan dia sementara ditahan dulu, biar dia tau rasanya hidup susah dan menanggung apa yang telah dia perbuat." Ucap Bupati Rauf, ini bukan masalah pertama yang diciptakan oleh putera sulungnya itu, tapi mungkin masalah ini yang paling pelik hingga membuat sang Bupati pusing tujuh keliling.
"Baik Pak, Saya akan melaksanakan perintah Bapak." Kata Anton sigap.
"Selalu beri kabar tentang tiap detail perkembangan kasus ini."
"Siap Pak."
***
KARIN POV
Badanku terasa begitu lelah, hampir dua jam lebih Aku diinterogasi Polisi perihal kejadian beberapa saat lalu. Awalnya Aku begitu takut, melihat polisi lalu lintas saja Aku sudah begidik ngeri terkadang saat terjaring operasi lalu lintas, apalagi berada di dalam ruangan seorang diri berhadapan dengan seorang penyidik kepolisian. Beruntung penyidik polisi yang kumaksud tak seseram yang Aku bayangkan. Bripda Yanuar, begitu dia bisa dipanggil, bersikap sangat sopan dan kalem kepadaku. Beliau hanya menanyakan beberapa detail kejadian yang menimpaku beberapa saat lalu. Jauh dari kesan kasar dan menyeramkan seperti yang sering Aku lihat di film-film action.
Hampir 2 jam lamanya Aku memberikan keterangan pada Bripda Yanuar. Tiap detail kejadian dari mulai saat Raka menjemputku di rumah, hingga sampai terjadinya perkelahian antara Herman dan Raka, Aku ceritakan secara lengkap tanpa ada yang Aku kurangi maupun lebihkan. Dadaku terasa sesak saat mengingat perlakuan Raka padaku, Aku sama sekali tak mengira jika dia bisa bertindak seperti itu kepadaku. Dari awal Aku mengenalnya sama sekali tak terlintas akan mendapat perlakuan seperti ini. Raka tidak pernah menunjukkan gelagat aneh saat dekat denganku, tapi entah kenapa tiba-tiba hari ini dia berubah 180 derajat, bahkan sudah sangat keterlaluan sikapnya kepadaku. Herman, beruntung dia bisa tiba-tiba berada di sana waktu itu. Meskipun Aku tak mengetahui cara Herman menemukanku, tapi kehadirannya hari ini sungguh sangat Aku syukuri. Mungkin akan lain ceritanya jika Herman tak berada di sana saat itu, bisa saja hal yang sangat buruk akan menimpaku. Apa yang dilakukan Herman hari ini serta merta merubah pandanganku terhadapnya, orang yang dulu sangat Aku benci karena menggantikan peran Papaku justru sekarang menjadi penyelamatku.
"Oke Karin, sepertinya keterangannya sudah cukup. Kamu bisa pulang, setelah hasil visum dari rumah sakit Kami terima maka berkas penyelidikan ini akan berlanjut kle proses selanjutnya. Saran Saya, setelah ini Kamu istirahat dulu di rumah, ambil liburan secukupnya kemudian baru masuk sekolah seperti biasa. Kamu tidak perlu takut atau khawatir lagi, Kami akan meyelesaikan kasus ini sebaik mungkin." Ucap Bripda Yanuar.
"Baik Pak, terima kasih."
"Oke, Kamu bisa meninggalkan ruangan, kedua orang tuamu sudah menunggu di luar."
Aku beranjak dari tempat duduk kemudian berjalan keluar ruangan. Mamaku langsung menghamburkan tubuhnya padaku saat melihatku keluar ruangan. Tangisnya pecah, tangiskupun demikian, rasa haru langsung pecah dalam dadaku. Kami berpelukan sambil saling terisak tangis.
"Kamu tidak apa-apa Nak? Maafkan Mama Karin." Ucap Mamaku di sela-sela isak tangisnya.
"Nggak apa-apa Ma, Karin baik-baik saja, maafkan Karin juga." Seketika Aku kembali teringat sikap burukku pada Mama akhir-akhir ini, apalagi setelah Mama menikah dengan Herman. Aku benar-benar merasa bersalah membenci Mamaku sendiri, apalagi membenci Herman, orang yang menyelamatkanku hari ini.
***
2 HARI KEMUDIAN
"Bagaimana keadaanmu Karin ?" Suara berat Herman sedikit mengaggetkan Karin yang duduk sendirian di bangku taman belakang rumah.
"Boleh ?" Tanya Herman kembali, menunjuk sisi lain bangku yang diduduki Karin.
"Silahkan." Jawab Karin mempersilahkan Ayaj tirinya itu untul dudul di sampingnya.
"Bagaimana keadaanmu? Sudah mendingan?"
"Hmmm, lumayan, sudah nggak terasa pusing lagi." Jawab Karin singkat, dia masih canggung jika ngobrol berdua dengan Herman.
"Syukurlah, besok udah bisa masuk sekolah lagi dong?"
"Belum tau juga, Aku masih ngrasa nggak nyaman ketemu orang." Bayangan sosok Raka langsung terlintas di kepala Karin.
"Karin masih takut ?" Tanya Herman.
"Entahlah, Aku hanya merasa belum nyaman aja kalo ketemu temen-temen sekolah." Ucap Karin sebelum menghela nafas panjang. Herman sedikit merapatkan tubuhnya, tangannya kemudian membelai rambut Karin, membuat gadis cantik itu sedikit gugup.
"Nggak ada yang perlu Kamu khawatirkan lagi, Mama sama Papa akan selalu ada buat Karin." Kata Herman sambil tersenyum. Sesaat Karin menatap wajah Herman dari samping, wajah yang dulunya sangat dia benci tapi sejak dua hari yang lalu berubah menjadi sesaorang yang dia hormati.
"Makasih Pa..." Ucap Karin sedikit ragu, panggilan baru yang dia sematkan pada sosok Herman, Ayah tirinya. Herman terkejut, tapi dia hanya tersenyum, hatinya berdebar saat untuk pertama kalinya Karin memanggilnya dengan sebutan Papa.
***
"Nasibku gimana Om ?" Tanya Raka pada Anton yang menjenguknya di ruang tahanan.
"Untuk sementara Kau di sini dulu ya, Ayahmu masih harus membereskan beberapa masalah."
"Aku di sini sampai berapa lama Om? Aku benar-benar sudah tidak betah." Rengek Raka, suasana ruang tahanan yang sempit dan pengap serta harus berbagi ruang bersama orang-orang asing membuat putera sulung Bupati tersebut depresi. Tidak ada lagi fasilitas-fasilitas mewah yang selama ini Raka dapatkan, situasi yang terbalik dalam hidup remaja itu sangat sulit dia terima.
"Tidak lama Raka, bersabarlah sebentar."
"Aku mohon Om, bebaskan Aku sekarang juga ! Aku mohon Om !" Tangis Raka langsung pecah, emosinya membuncah saat mengetahui kedatangan Anton hari ini bukan untuk membebaskannya, itu artinya hari ini dan entah sampai kapan lagi dia harus kembali ke ruang sel yang sempit dan pengap.
"Dengarkan Aku ! Diam !" Anton mencengkram kasar pergelangan tangan Raka, tatapan kedua matanya tajam menyasar putra sulung Bupati Rauf tersebut.
"Aku mohon Om, bebaskan Aku." Raka masih merengek sambil terisak.
"Diam ! Diam kataku !" Anton tanpa diduga malah membentak Raka, membuat remaja itu terdiam menahan segukan airmata.
"Aku sudah bilang padamu saat kasus bunuh diri dulu! Jaga sikapmu untuk beberapa saat karena Ayahmu masih sibuk dengan pilkada, tapi sekarang malah Kau ditangkap Polisi ! Jika bukan karena ulahmu, mungkin saat ini Aku sudah liburan di Bali sekarang!" Raka hanya tertunduk mendengar omelan Anton yang terlihat sangat kesal padanya.
"Jadi stop bertingkah seperti anak kecil lagi ! Kau ini putera Bupati, jaga sikapmu ! Jangan lembek seperti ini ! Paham ?!"
"I..Iya Om, Aku paham." Jawab Raka ketakutan.
12567Please respect copyright.PENANAR76lqeBdJu
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.20da2