Malam sudah mencapai titik paling gelap, saat sebagian orang sudah terlelap dalam tidur beberapa pasukan Jenggolo masih terjaga untuk mengamankan istana. Namun tak hanya pasukan kerajaan yang masih terjaga, di peraduan utama Permaisuri Arkadewi juga mengalami hal yang sama. Kantuk seolah enggan untuk mendatangi wanita cantik itu, pikirannya masih tak tenang mengkhawatirkan keselamatan Pangeran Ontowijoyo yang sedang melakukan perjalanan ke Desa Sumber.
Ditengah kegelisahannya, Permaisuri Arkadewi dikejutkan oleh kehadiran Raja Ontoseno. Meskipun mereka telah menikah, namun semenjak sang Raja menderita impotensi akut beberapa tahun silam, pasangan suami istri tersebut tak lagi tidur dalam satu ranjang. Setiap malam Permaisuri Arkadewi tidur sendirian di peraduan utama, sementara sang Raja lebih sering menghabiskan waktunya di ruangan lain. Maka kehadiran Raja Ontoseno malam ini di peraduan utama benar-benar mengejutkan sang Permaisuri.
"Kang Mas..?" Permaisuri Arkadewi bangun kemudian beranjak ke tepi ranjang. Raja Ontoseno tersenyum memandangi wajah cantik istrinya sambil berjalan mendekat.
"Dinda, kenapa belum tidur?" Tanya Raja Ontoseno.
"Masih belum mengantuk Kang Mas." Ujar Permaisuri Arkadewi lirih.
Raja Ontoseno mulai mendekati Permaisuri Arkadewi yang nampak canggung di ujung tepi ranjang, gestur tubuhnya yang kaku dan tak senyaman biasanya jelas menggambarkan hal itu. Raja Ontoseno mengarahkan bibirnya pada kening Permaisuri Arkadewi, mengecupnya perlahan, persis seperti apa yang dia lakukan beberapa tahun silam saat mereka berdua baru menikah. Kecupan Raja Ontoseno di kening Permaisuri Arkadewi membuat perempuan itu kaget.
Permaisuri menatap wajah lelaki yang menunduk menatapnya. Mereka beradu pandang. Detak jantung Permaisuri Arkadewi meninggi. Kenapa sang Raja tiba-tiba berubah sikap menjadi begitu manis seperti ini? Padahal semenjak menderita impotensi sisi kelembutan penguasa Jenggolo itu nyaris hilang seluruhnya tanpa bekas. Dingin.
"Kang Mas..." Permaisuri Arkadewi ingin melanjutkan ucapannya tetapi gerakan kepala sang Raja menghentikan semuanya.
Bibir Raja Ontoseno dengan cepat mengecup bibir sang permaisuri . Keduanya berpelukan erat. Bibir menyatu, mereka menumpahkan emosi lewat ciuman. Tidak ada penolakan dan tidak ada paksaan. Hanya mengikuti emosi dan naluri.
Dinginnya udara malam yang membelai kulit, dikalahkan oleh getar hangat yang muncul dari dalam tubuh mereka. Bibir bertemu bibir. Lembut, hangat, basah. Lidah berperang, saling membelit, bergulat dan saling mendorong. Mata terpejam, kepala bergerak liar tak terkontrol ke kiri, kanan, atas, bawah mencoba mengecap kenikmatan.
Permaisuri Arkadewi melayang, sekian tahun dia tak sekalipun disentuh oleh sang Raja namun malam ini tiba-tiba suaminya itu berusaha menggelitik hasratnya. Permaisuri Arkadewi menengadah dengan mata terpejam saat lidah Raja Ontoseno menyusuri lehernya yang putih nan sensitif setelah sebelumnya menyibak rambutnya yang panjang terurai. Aliran kenikmatan dari sapuan lidah Raja Ontoseno yang basah menyebar ke seluruh tubuh. Memberi letupan kenikmatan yang semakin tidak terkontrol.
Tangan Raja Ontoseno meyusup ke dalam kemben tipis yang dikenakan Permaisuri Arkadewi, meremas bongkahan mulus payudara. Kencang sekali, kelembutan daging kenyal itu membuat tubuh Raja Ontoseno bergetar. Permaisuri Arkadewi menikmati belaian dan remasan itu. Dia menggelinjang. Dingin, geli, hangat bercampur jadi satu.
"Aku merindukanmu dinda..." Ucap Raja Ontoseno lirih tepat di samping telinga Permaisuri Arkadewi.
Kata itu menarik Permaisuri Arkadewi ke alam sadar. Menatap wajah Raja Ontoseno yang teduh. Wajah yang seolah terlihat berbeda baginya. Permaisuri Arkadewi tersenyum tersipu saat Raja Ontoseno menarik tangannya dan mengajak untuk ke tengah ranjang.
Mereka duduk berdampingan, suasana hening dan kaku sempat membuat kemarahan serta dendam Permaisuri Arkadewi pada sang Raja kembali terbayang. Namun saat bibir Raja Ontoseno kembali menempel di bibirnya, bayangan itu lenyap. Dia cepat sekali terhanyut oleh gairah. Permaisuri Arkadewi menyambut ciuman itu dengan lebih hangat. Saat tubuhnya terdorong ke sandaran ranjang, Permaisuri Arkadewi mendekap Raja Ontoseno.
Permaisuri Arkadewi telentang di atas ranjang, Raja Ontoseno menindihnya. Di bawah cahaya lentera, kecantikan dan kemolekan Permaisuri Arkadewi terlihat lebih nyata. Wajah cantik yang memerah meskipun tak lagi muda, detak jantung yang semakin meningkat, semua dapat mereka rasakan. Raja Ontoseno memulai lagi. Dari luar kemben meremas payudara sang Permaisuri yang membusung mengagumkan. Secarik kain menjadi penghalang pandangan, tetapi sensasi tetap mengalir. Kenyal masih terasa, lembut juga iya. Nikmat bukan main.
"Buka?" Tanya Raja Ontoseno.
Permaisuri Arkadewi mengrenyitkan dahi, dia teringat akan impotensi yang diderita oleh Sang Raja. Membuka pakaian bukankah adalah sesuatu yang sia-sia jika suaminya itu tak bisa menyetubuhinya? Seperti tau apa yang sedang pikiran istrinya, Raja Ontoseno mundur perlahan lalu melepas celananya. Tak butuh waktu lama bagi sang Raja menunjukkan batang penisnya telah mengacung tegak. Mata Permaisuri Arkadewi terbelalak melihat pusaka keperkasaan sang Raja bisa berdiri lagi. Tak hanya itu, namun ukurannya juga jauh lebih besar dan panjang dibanding sebelumnya.
"Bagaimana dinda? Kau suka dengan ini?"
"Ti..Tidak mungkin..." Suara Permaisuri tercekat, impotensi akibat ramuan yang dibuatnya ternyata bisa disembuhkan.
"Tidak mungkin kenapa dinda? Hmm?" Senyum Raja Ontoseno mengembang sumringah sambil masih memamerkan batang penisnya yang panjang melengkung dengan gurat-gurat otot halus di sekitar batangnya.
Raja Ontoseno menatap tubuh mengagumkan Permaisuri Arkadewi yang kembali duduk di atas ranjang. Mereka berhadapan, sangat dekat dan semakin dekat. Tangan Raja Ontoseno menangkup dari bawah dan meremas payudara. Desahan sang Permaisuri tertahan. Remas lebih keras, lagi dan lagi, menekan dengan jari puting yang semakin mengeras. Kepala Raja Ontoseno terbenam di antara kedua payudara Permaisuri Arkadewi. Menyapu dengan lidah, mengecup daging kenyal, dan mengelitik dengan ujung lidah. Permaisuri Arkadewi menggelinjang. Menggeliat, merem melek. Mendesah, menyebut nama Raja Ontoseno.
Raja Ontoseno lalu bersimpuh nyaman di antara kedua kaki Permaisuri Arkadewi yang mengangkang. Posisi Permaisuri Arkadewi lebih tinggi karena masih duduk di ranjang. Permaisuri Arkadewi mendunduk, sang Raja mendongak. Mereka saling pandang, tidak berciuman. Raja Ontoseno lanjut menyusu di payudara, tangannya merayap di kaki jenjang Permaisuri Arkadewi. Mengelus pahanya, Permaisuri Arkadewi semakin melebarkan paha, membiarkan tangan Raja Ontoseno menyentuh, menekan, meremas, dan membelai pangkal pahanya. Menikmati semua kenakalan lelaki yang telah menghabisi seluruh keluarganya itu.
Permaisuri tidak menolak tangan Raja Ontoseno saat menyentuh gundukan di antara selangkangannya. Menggesek-gesek area sensitif yang terbungkus celana dalam. hasratnya timbul tenggelam, ingin menikmati dan lebih menikmati. Malu, tegang, gemetar, penasaran. Sang Raja menarik lipatan kemben, membukanya hingga tuntas, lalu melemparkan kain penutup tubuh sang Permaisuri begitu saja. Permaisuri telanjang, dia malu dan merapatkan paha. Payudara, perut, pinggang, pinggul, paha, pantat. Semua mengagumkan. Menatapnya saja sudah membuat penis Raja Ontoseno berkedut hebat.
"Kamu sempurna dinda..."
Permaisuri Arkadewi tersipu. Pujian dari Raja Ontoseno mampu membuat wajahnya panas. Terbakar gairah. Tangan Raja Ontoseno merayap di paha, membelai kulit yang mulus nan halus. Permaisuri Arkadewi merinding, merintih kegelian. Usapan jempol di lutut, diikuti invansi jari yang lain di paha membuat paha Permaisuri semakin terbuka. Kemaluan yang ditumbuhi rambut tipis terlihat di antara selangkanganya. Apa yang dilakukan oleh Raja Ontoseno berbeda dengan apa yang pernah dilakukan penguasa Jenggolo tersebut. Dulu, Raja Ontoseno lebih senang melakukkannya dengan cara yang keras dan kasar, tanpa kelembutan dan perasaan. Kali ini Permaisuri Arkadewi dicumbu dengan penuh kelembutan, sensasi berbeda yang tak pernah bisa diberikan oleh Raja Ontoseno ketika bercinta.
"Emmchhh...Kang Mas...."
Bibir kemaluan Permaisuri Arkadewi indah, mengagumkan dan menggairahkan. Gundukan di sampingnya juga bikin gemas. Wajar saja Raja Ontoseno menahan nafas sambil melotot menatapnya. Usapan lembut tangan Raja Ontoseno di bibir vagina sang Permaisuri menimbulkan desahan. Desis lembut menahan kenikmatan yang menyerbu semakin kuat. Apalagi Raja Ontoseno semakin berani memasukan jari ke dalam lubang itu, keluar masuk pelan-pelan, cepat dan semakin cepat.
"Ahhh!!! Kang Mas!!!!" Permaisuri Arkadewi menjerit. Wajahnya merah, matanya terpejam, deru nafasnya pendek.Perlakuan Raja Ontoseno di tubuhnya membuat dia tidak dapat mengontrol diri. Bahkan melupakan dendamnya juga.
"Nikmat sayang! Nikmat sekali!"
"Ooowhhh...Sshhht!"
Lidah menggantikan jari tangan Raja Ontoseno memainkan permukaan vagina. Keras berganti lembut. Basah bertemu becek, sensasi yang dirasakan luar biasa. Tubuh telanjang Permaisuri Arkadewi menggeliat di atas ranjang. Gerakannya liar, kaki terangkat, tangan mencakar dan menjambak permukaan ranjang. Permaisuri Arkadewi terengah-engah saat kepala Raja Ontoseno mulai mejauh dari selangkanganya. Tubuh telanjang mulus semakin mengkilat. Raja Ontoseno menjaga jarak, mengganti posisi badannya. Di bawah cahaya lentera, Permaisuri Arkadewi melirik malu tubuh Raja Ontoseno yang terlihat begitu gagah. Badannya kekar, dadanya bidang dan berotot, meskipun perutnya sedikit buncit tapi otot-ototnya masih samar terlihat. Penisnya besar dan mengacung tegak. Lebih besar dan panjang dari punya Ontowijoyo. Mata sayu Permaisuri Arkadewi takut-takut melirik penis itu. Penis kedua yang dia lihat secara langsung selain penis anaknya.
Raja Ontoseno berdiri dihadapan Permaisuri yang masih terkagum-kagum. Penis keras mengacung gagah semakin mendekati wajah Permaisuri Arkadewi. Perempuan itu tahu yang harus dilakukan. Jari tangan yang lentik mencengkram penis Raja Ontoseno. Iya, lebih besar dari punya Ontowijoyo, telapak tangannya penuh. Penis itu sangat keras, ototnya berkedut terasa di telapak tangannya. Permaisuri Arkadewi melirik wajah Raja Ontoseno, dia malu. Permaisuri Arkadewi memulai aksi, tangannya mengocok. Pelan-pelan, menaikan tempo pelan, cepat dan semakin cepat. Rahang Raja Ontoseno mengeras, otot pahanya menegang. Mulutnya berdesis. Dia menikmatinya.
"Ahhh!! "
Permaisuri Arkadewi kembali melirik malu tapi menggairahkan sambil terus mengocok. Bola matanya nakal menatang gairah. Raut wajahnya begitu menggoda. Membuat batang penis semakin berkedut. Jari tangan Raja Ontoseno menyentuh bibir mengagumkan Permaisuri Arkadewi. Bibir yang lembut, jari tangan lelaki itu masuk ke dalam rongga mulutnya yang hangat. Dia bergidik, tubuhnya bergetar. Tangan Raja Ontoseno dengan cepat memegang belakang kepala Permaisuri Arkadewi dan mendorong ke depan, mendekat ke arah penisnya.
"Hisap ini..." Pinta Raja Ontoseno.
Permaisuri Arkadewi tidak menjawab, hanya menurunkan tempo kocokan. Kemudian menjulurkan lidah, menyentuh ujung penis Raja Ontoseno. Memberi jilatan memutar. Raja Ontoseno menggeliat tegang, tubuhnya serasa terkena setrum kecil yang nikmat. Rahangnya kembali mengeras, otot paha menegang, mata terpejam saat Raja Ontoseno merasakan batang kemaluanya mulai masuk ke dalam mulut basah dan hangat Permaisuri Arkadewi. Rasanya luar biasa. Apalagi saat kepala wanita cantik itu mulai bergerak pelan, maju mundur sehingga penisnya keluar masuk di mulutnya.
"Achh! Enak sekali dinda!!" Racau Raja Ontoseno.
Raja Ontoseno tidak tahan dengan kenikmatan yang menyerbu. Dia menahan kepala Permaisuri Arkadewi, penguasa Jenggolo itu bergerak dan menyandarkan pantat pada pinggiran ranjang. Mulutnya mendesah, dia melirik ke arah Permaisuri Arkadewi yang menyedot penisnya dengan begitu luwes. Cantik! Permaisuri Arkadewi tetap cantik meski dalam posisi seperti itu. Raja Ontoseno duduk dengan nafas berat saat Permaisuri Arkadewi melepaskan kuluman.
Sang menarik tubuh telanjang Permaisuri Arkadewi yang mengkilat menggairahkan dengan butir kecil keringat. Menuntun untuk duduk di atas pangkuannya. Mencoba menyatukan alat kelamin mereka. Bokong Permaisuri Arkadewi yang kenyal menggesek paha berotot Raja Ontoseno di bawahnya. Lembut luar biasa. Nikmat menggairahkan. Tegang! Sangat tegang ketika alat kelamin saling menggesek. Nikmat, geli, penasaran. Jantung berdetak cepat.
"Awwwwhh..!"
"Acchhh! Kang Mas!!" Permaisuri Arkadewi merintih.
Raja Ontoseno mencabut kembali penisnya, mencium bibir Permaisuri Arkadewi, menyedot lidah. Wanita cantik itu lupa rasa sakit, dia membalas ciuman dengan rakus. Satu tangan Raja Ontoseno bermain di payudara, dan satu lagi menggesekan penis di vagina.
Permaisuri Arkadewi lebih rileks, saat dia merasa kemaluan Raja Ontoseno kembali masuk, dia semakin memperdalam ciuman, mengigit lidah dan bibir pria gagah itu. Penis Raja Ontoseno masuk semakin ke dalam, mendorong dinding dan masuk lebih dalam dari yang pernah Ontowijoyo lakukan. Sakit! Perih! Tetap saja Permaisuri Arkadewi merasakanya. Dia belum berani bergoyang di atas tubuh Raja Ontoseno. Pria gagah itu mencium payudaranya, menyedot dan menjilat. Elektrik kecil mulai menimbulkan getaran gairah kembali. Apalagi saat Raja Ontoseno membelai dan meramas bokongnya, Permaisuri Arkadewi mulai menggerakan pinggul.
Pelan-pelan, pinggul Permaisuri Arkadewi bergerak, bokong kenyal menggesek paha, kelamin mereka bergesekan. Nikmat, mulai terasa. Raja Ontoseno tahu yang harus dilakukan. Serangan bibir pada leher, dagu, pundak dan dada mulus Permaisuri Arkadewi semakin gencar. Tangan sudah bergerilya di banyak tempat, pangkal paha, bokong, payudara, perut. Usap mengusap, remas meremas.
"Aaahhh...Ahhh!"
"Hasshhh... Hppppmm... Iyaaahhh!!"
Desahan Permaisuri Arkadewi semakin sering. Nafasnya berat, nafsunya naik semakin tinggi, goyanganya semakin cepat. Dia ingin merengkuh nikmat. Tangannya menahan kepala Raja Ontoseno, kepalanya turun mencari bibir lelaki itu. Mencium dengan rakus. Vagina yang semakin becek sudah terbiasa dengan penis. Rasa perih sudah berubah menjadi nikmat luar biasa. Bukan hanya di dalam vagina tetapi di seluruh tubuh. Tubuh Permaisuri Arkadewi melonjak liar diatas tubuh Raja Ontoseno.
"Mas... Aku nggak tahan..." Rintih Permaisuri Arkadewi sambil memejamkan kedua matanya.
"Ahhh... Hhhmmmpp."
Hentakan pinggul Permaisuri Arkadewi kuat dan panjang. Tubuhnya terkulai di atas tubuh Raja Ontoseno. Kenikmatan luar biasa hinggap di tubuhnya. Rileks, tenang, bahagia. Itu perasaanya saat ini. Sensasi itu belum berakhir, Raja Ontoseno membaringkan tubuh lemas Permaisuri Arkadewi di ranjang. Mencium bibirnya, meraba perut, menjilat payudara. Kelamin mereka kembali menyatu. Sodokan demi sodokan, kadang cepat kadang melambat. Permaisuri Arkadewi kembali merintih. Kenikmatan luar biasa diberikan Raja Ontoseno. Dia seolah lupa segala hal, lupa akan semua kemarahan serta dendamnya pada sang Raja.
"Bagaimana dinda? Enak?" Tanya Raja Ontoseno.
"E..Enak Kang Mas..."
"Lebih enak mana dibandingi kontol Ontowijoyo?"
Permaisuri tersentak kaget luar biasa, birahinya yang sudah ada di titik tertinggi langsung lenyap begitu saja berganti dengan merayapnya sensasi takut di sekujur tubuh. Raut wajah Ontoseno yang sebelumnya lembut nan teduh dalam sepersekian detik beralih menjadi tatapan bengis dan kelicikan.
"Ma..Maksudnya...?"
"Kau pikir Aku tak tau dengan aib yang selama ini kalian lakukan? Kau tidur dengan darah dagingku sendiri di dalam istana yang Aku bangun?!"
Permaisuri makin tak bisa mengelak, fakta yang disampaikan oleh Raja Ontoseno seolah telah mencabik-cabik seluruh harga dirinya. Sang Permaisuri beringsut mencoba menjauh namun tangan kekar Raja Ontoseno terlebih dahulu mencengkram leher wanita cantik itu dari atas. Keras dan kasar, sementara pinggulnya kembali menghujam naik turun, kali ini dengan kecepatan tinggi.
"Aaaacchh!!! Aaaachh!!!!"
Tubuh Permaisuri melonjak-lonjak berusaha melepaskan diri, tangan serta kakinya bergerak liar, memukul serta menendang namun apalah daya tenaganya tak sebanding dengan kekuatan Raja Ontoseno. Permaisuri mulai kehabisan nafas, vaginanya terus dijajah penis dengan kasar sementara lehernya tercekik kuat oleh tangan Raja Ontoseno. Jingga beberapa menit kemudian pandangannya mulai kabur, kesadarannya tinggal sejumput.
"Matilah dalam keadaan hina layaknya seorang pelacur.." Bisik Raja Ontoseno tepat di telinganya, sebelum semuanya berubah menjadi hitam dan gelap.
1798Please respect copyright.PENANArKhSZHxEhY
BERSAMBUNG
ns 15.158.61.48da2