Keluarga Winifred dikenal sebagai keluarga pedagang yang berbakat. Berawal dari pedagang biasa di pinggir jalan kota London kini menjadi saudagar kaya. Bakat yang mereka miliki membawa berkah bagi nama Winifred. Mereka bisa mengendalikan harga pasar, membuat barang-barang biasa menjadi berharga lalu di buru oleh para bangsawan. Keluarga Winifred sudah terbiasa bermain di area bangsawan. Banyak yang mengenal mereka dan bekerja sama dengannya meski Winifred bukanlah orang pribumi. Singkat cerita, mereka sukses mendatangkan kemakmuran bagi nama Winifred dan memutuskan untuk membeli gelar bangsawan yaitu baron. Kesuksesan mereka tidak hanya dari segi berjualan, baktinya kepada kerajaan patut untuk dipertimbangkan. Oleh karena jasa salah seorang pemuda dari Winifred yang berkontribusi sebagai pasukan perang yang berani, raja mulai menyukai keluarga Winifred lalu memberikan gelar sebagai earl atau count. Memintanya menjadi bagian dari pejabat istana. Semua prestasi keluarga Winifred tidak terhitung jumlahnya. Lalu respon apa yang ditunjukan oleh para bangsawan ketika melihat keluarga biasa menjadi seorang bangsawan?
85Please respect copyright.PENANAhxezaNFg0V
Keluarga mereka cukup sempurna dan layak menjadi panutan keluarga bangsawan lain. Sesuatu yang sempurna terkadang terlihat menakutkan bagi beberapa orang. Ada perasaan ingin menghancurkan, ada juga yang ingin melihatnya jatuh berkeping-keping. Benar bukan? Kesempurnaan itu menakutkan?
85Please respect copyright.PENANAuNhV4hZt2P
Hari itu, seorang bangsawan yang tidak menerima kesempurnaan keluarga Winifred melakukan percobaan pembunuhan tidak langsung terhadap salah satu bagian keluarga Winifred. Mereka membuat kecelakaan kereta kuda yang sering dijumpai dalam buku dongen menjadi kenyataan. Entah beruntung atau malang, keselamatan membawa salah satu penumpang kereta harus hidup tanpa satu kaki. Ayah dari Amber. Seumur hidup ia harus bekerja di dalam rumah. Semua kewajiban kepala keluarga diturunkan kepada istrinya, Countess Godiva. Setelah kecelakaan menimpa ayah Amber, satu per satu keluarga Winifred pindah. Hanya keluarga Amber yang bertahan. Semua kejadian ini menjadi awal mula Amber kecil memikul beban besar. Ia harus belajar bertanggung jawab sebagai kepala keluarga dan sebagai calon istri di kemudian hari. Ia banyak berbagi tugas dengan countess. Mengemban beberapa usaha milik keluarga dan mengembangkannya. Salah satu usaha yang dikelola oleh Amber yaitu kebun anggur. Semakin dewasa tidak hanya menjual anggur saja, Ia mengenbangkan bisnisnya menjadi alkohol yang dijual untuk rakyat biasa. Pengembangan bisnis ini membuahkan hasil, meyakinkan Amber untuk melebarkan sayapnya di kalangan bangsawan.
85Please respect copyright.PENANAuLyMeelEmH
Aktivitas Amber selama berbisnis alkohol menjadi landasan gosip yang beredar di kalangan bangsawan. Seorang gadis kebun anggur, gadis pengelola alkohol dan masih banyak sebutan lainnya. Akibat dari gosip ini banyak pria yang enggan menikahi Amber. Bagi mereka suatu hal yang memalukan menjadikan seorang gadis pengelola alkohol sebagai istri bangsawan. Mungkin inilah kenyataan pahit tradisi saat ini. Hal yang tidak biasa menjadi ancaman. Mereka meminta seorang gadis yang pintar merajut dan lembut. Bukan seorang gadis pekerja kasar yang membuat alkohol. Pandangan itu memalukan di mata bangsawan. Amber cukup terganggu dengan stigma masyarakat saat ini. Tetapi seiring berjalannya waktu ia mulai menerima dan mencoba melakukan yang terbaik. Meski semua terlambat, Amber tetap memikirkan cara agar Putri Sophia mau memihak padanya. Suatu keuntungan bila putri raja mau berteman dengannya. Ia bisa mendapat suami atas rekomendasi, atau menghapuskan gosip yang tersebar di kalangan bangsawan.
85Please respect copyright.PENANAx5ExgydsE4
Menjadikan musuh sebagai teman itu tidak mungkin, apalagi seorang anggota kerajaan. Padahal, Amber hanya tak sengaja melihatnya. Putri Sophia hanya takut bila Amber buka mulut, itulah mengapa gosip menggantung di mana-mana. Amber sudah memahami akar permasalahannya. Kini tinggal menggunakan cara klasik: berteman dengan sang putri.
85Please respect copyright.PENANAzsDF9ipODd
85Please respect copyright.PENANA9Pj5iCZF5V
Sudah satu bulan, Amber menunggu balasan Putri Sophia. Tidak ada satu pun surat yang masuk. Sebentar lagi ia harus berangkat ke perkebunan di daerah wilayah selatan Inggris, menjadi gadis kebun seperti yang dikatakan gosip.
"Ibu, Ayah, saya berangkat dulu," katanya sambil bangun dari tempat makan.
"Bukankah kamu harus istirahat? Sejak kemarin kamu sangat sibuk, bukan?" ujar Ayah Winifred.
"Terakhir enam bulan lalu saya ke sana, Ayah."
"Di sana cukup jauh. Biar Ayah ikut denganmu. Ayah juga ingin lihat."
"Apa?!" ucap Countess.
"Aku juga ikut. Biar aku menjaga Ayah," ucap Ruby.
"Tidak. Lebih baik Ayah dan Ruby tetap di rumah. Mereka akan merepotkan. Biar aku temani Amber," ucap Countess sambil meminum teh, meredakan kepanikannya.
Tampaknya, Countess masih trauma atas tragedi 13 tahun lalu. Kekhawatiran menguasai raut wajahnya. Ia hampir kehilangan suami dan anak keduanya.
"Tidak apa-apa, aku baik-baik saja."
"Amber?!" Raut wajah Countess hampir menampakkan kepanikan.
Amber menangkap kekhawatiran ibunya dan menenangkan beliau.
"Ibu, tidak perlu khawatir. Aku akan memastikan semua aman."
Amber mempersiapkan keperluan perjalanan, termasuk untuk Ayah dan adiknya.
"Kami berangkat, Ibu," ucap Amber, memperhatikan raut ibunya yang tetap tegar.
"...." Countess tak menjawab, hanya menatap Amber dengan agak kesal.
Pintu gerbang dibuka, dan mereka pun berangkat ke perkebunan.
"Hati-hatilah," bisik Countess setelah mereka sudah berangkat.
85Please respect copyright.PENANAIopSBk8xj3
Selama perjalanan, Ruby mengeluh tentang sikap ibunya yang acuh terhadap dia dan Ayahnya. Namun, dalam pandangan Amber, tidak demikian. Ibunya memang terlihat dingin dan tegas, tapi ia hanya menutupi kepedihannya. Adiknya dibesarkan dengan kebebasan, berbeda dengan Amber yang dipersiapkan untuk berbagai situasi, menjadi penerus Winifred atau menikah. Itulah mengapa Amber berusahan sempurna.
"Cukup, Ruby."
"...."
"Sepertinya masalahmu sudah terpecahkan," ucap Ruby.
Amber hanya menatapnya tegas, tanpa menjawab.
"Wah... sikapmu mengerikan sekali sih," gumam Ruby.
Sekilas, Amber beberapa kali melihat prajurit di jalan. Seakan-akan ada pengamanan ketat di wilayah ini. Sejak mereka berangkat, Amber sering menemui prajurit berpakaian lengkap, khususnya di kota-kota. "Apakah ada hal yang tidak beres?" ucapnya dalam benak.
85Please respect copyright.PENANAdgRsvyu5Xd
Lima hari yang lalu, Duke muda, tunangan Putri Sophia, tiba di pelabuhan London. Kedatangannya ke Inggris bertujuan membahas perjanjian mereka mengenai perdagangan. Ketegangan antara kedua belah pihak mulai terasa. Hanya dengan pernikahan mungkin ketegangan ini akan berangsur-angsur mereda.
Tiba di istana, Ratu sendiri menyambutnya dengan hangat, berbicara tanpa henti mengenai pertunangan mereka. Sudah jelas, duke muda dari Denmark adalah calon menantu kebanggaan sekaligus harapan untuk putrinya, yang sudah tak tertolong lagi sikapnya.
"Istirahatlah, Duke, kau pasti lelah," ucap Ratu.
"Terima kasih, Yang Mulia."
"Baginda Raja saat ini sedang rapat. Kamu tidak akan bertemu dengannya dalam waktu dekat," ujar Ratu.
"Terima kasih atas informasinya, Yang Mulia." Duke muda itu sebenarnya sudah tahu, tetapi ia biarkan hal itu, sebagai bentuk penghormatan.
"Bagaimana kalau kamu bertemu dengan Sophia? Kamu belum bertemu dengannya, kan?"
"....semua tergantung keputusan Yang Mulia."
"Itulah yang kusuka darimu. Oke, sore ini bagaimana?"
"Mohon maaf, Yang Mulia. Saya harus ke bagian selatan, kota Kent, menemani Pangeran Wales dan Pangeran Adolphus."
Raut wajah Ratu berubah kecewa. Ia mencoba membujuknya sekali lagi.
"Apa tidak lelah? Itu memakan waktu 2 sampai 3 hari. Lebih baik tunggu di sini saja, Sophia akan menemanimu."
"Terima kasih, tapi saya harus melihat tempat perjanjian secara langsung."
Setelah menyelesaikan perbincangan mereka, Duke berpamitan dengan Ratu.
85Please respect copyright.PENANAisVQxEOD97
Perlengkapan sudah siap. Pangeran Adolphus dan Duke muda melakukan pengecekan terhadap kuda. Karena membutuhkan waktu 3 hari untuk ke Kota Kent, mereka memutuskan mengendarai kuda.
"Menyenangkan sekali. Sudah lama aku tidak bepergian jauh menggunakan kuda."
"Aku juga demikian," jawab Duke kepada Pangeran Adolphus.
"Duke, apa kau masih sanggup?"
"Kau meremehkanku?"
Pangeran Wales datang, memberikan botol minum, masing-masing satu.
"Apa ini? Apa kita akan balap kuda seperti waktu kita kecil dulu?"
"Zaman kakak dan kami berbeda."
"Apa aku harus bilang pada Ayah agar kau tak ikut observasi kali ini?"
"Curang sekali mainnya, Putra Mahkota."
"Haha."
Seorang pelayan datang menghampiri Pangeran Wales, membisikkan sesuatu yang penting.
"Sepertinya, aku yang tidak bisa ikut observasi."
"Kau bercanda? Jadi kami hanya berdua?"
Pangeran Adolphus melihat sosok wanita dari kejauhan. Ia adalah wanita malam dari rumah bordil di Covent Garden. Wanita itu melambai ke arah mereka.
"Sebagai gantinya, Sir Gian yang akan mendampingi kalian. Ia pengawal kepercayaanku," ujar Pangeran Wales sambil melambai ke arah wanita itu.
"Tidak perlu," ujar Pangeran Adolphus sambil menaiki kuda. "Kami bisa ekspedisi berdua saja. Hiyaa!"
Pangeran Adolphus pergi bersama kudanya, tanpa memberikan salam apapun.
"Tolong jaga adikku."
"Baiklah," jawab Duke sambil menaiki kuda dan pergi mengejar Pangeran.
85Please respect copyright.PENANARf47LcOKqz
Selama perjalanan, mereka melihat pemandangan begitu indah. Hamparan bukit hijau, bukit-bukit, dan sungai yang jernih. Sudah sehari mereka menempuh perjalanan. Biasanya mereka akan mampir ke desa terdekat, namun mereka ingin merasakan pergi ke alam bebas. Menikmati hembusan angin dan udara yang bersih alih-alih sesak di antara orang-orang. Sejenak mereka beristirahat, mengambil air dari sungai untuk minum dan memancing untuk mendapatkan makanan. Cara yang konvensional, namun mendamaikan. Mereka pun bermalam di tepi sungai dekat hamparan rumput luas. Rasa takut bercampur kebebasan mereka rasakan. Mungkin saja ada binatang buas atau orang primitif? Tetapi rasa kantuk telah mengalahkan semua rasa.
85Please respect copyright.PENANABJCGXk3e5t
Pagi menjelang, hamparan rumput tampak kosong. Tidak ada barang apa pun di sekitar mereka, termasuk milik Pangeran Adolphus. Kuda juga menghilang. Ditambah Duke juga tidak ada. Ia panik kebingungan. Seharusnya mereka pergi ke desa saja, tidak perlu cara-cara konvensional seperti ini. Tetapi dari jauh terlihat dua ekor kuda berlari ke arahnya. Salah satu kuda ditunggangi seseorang. Ternyata Duke Cardin, ia menggiring kuda milik pangeran lengkap dengan perlengkapannya. Ternyata barang milik pangeran hampir dirampas oleh segerombolan orang. Beruntung Duke terbangun dan memilih tetap terjaga, ia ragu untuk tidur begitu saja di padang yang luas dan terbuka. Meski pangeran tidur tanpa rasa waspada. Setelah kejadian itu, mereka memutuskan untuk beristirahat di penginapan.
Akhirnya perjalanan selama tiga hari selesai. Amber dan keluarganya sampai di Kent. Di sana mereka memiliki mansion kecil. Perlengkapannya cukup untuk mereka karena ada beberapa pelayan yang menjaga, ditambah beberapa petani sering membantu membersihkan mansion tersebut.
"Tampak terawat dengan baik," ujar Ruby. Ia baru pertama kali ke mansion ini. Sejak kejadian itu, ia tidak diizinkan untuk pergi jauh.
Amber meminta pelayan untuk menyiapkan makan malam dan merapikan tiga kamar untuk mereka tinggali selama beberapa minggu.
"Apa??! Lama sekali!"
"Selama ini memang begitu."
"Tidak, kau tidak selama ini kalau pergi ke Kent!"
"Aku mau menyegarkan pikiranku sebentar. Lebih baik kau perhatikan ayah."
Ruby pergi sambil menggerutu, membuat Amber merasa sedikit bersalah. Memang benar, biasanya ia tidak akan lama di Kent. Tapi kepala Amber sudah penat berada di Ibukota. Ia memutuskan untuk beristirahat di sini.
85Please respect copyright.PENANAE24E3VR5yF
Esok harinya, Amber mengunjungi kebun anggur, melihat buah yang akan diolah menjadi alkohol. Terkadang Amber mencicipi rasanya. Suatu kesenangan baginya untuk merasakan anggur yang akan menjadi alkohol. Ia berkeliling lagi, memastikan semua produksi aman. Cara pembuatan alkohol Keluarga Winifred cukup konvensional. Mereka tidak memiliki biaya untuk membeli mesin atau semacamnya, namun hasil dari pengelolaan ini lebih dari cukup untuk menghidupi desa kecil di tempat ini.
85Please respect copyright.PENANAuio6Xy9Qij
"Mungkin aku akan coba mendistribusikan jalur laut. Ke kerajaan lain, misalnya?"
"Itu ide yang bagus, nona, tapi saat ini alkohol kita memiliki saingan besar."
"Daerah Mediterania?"
"Betul, maraknya impor dari luar menyebabkan kelemahan daya jual alkohol lokal, nona."
"Hmmm... Aku akan cari cara untuk penjualan. Aku harap kamu bisa membantuku, Tuan Aldric."
"Dengan senang hati, nona."
Amber berpikir tentang Tuan Aldric yang semakin tua. Anaknya tidak memiliki ketertarikan akan anggur. Mencari anak muda untuk hal seperti ini agak sulit. Apalagi Sir Aldric memerlukan asisten.
"Aku akan mendatangkan anak muda dari kota untuk mengelola anggur di sini. Sebagai asisten Tuan Aldric," pikir Amber. Dengan detail, ia memikirkan semua bisnis milik keluarganya sampai lupa bahwa hari mulai gelap.
Sebelum pulang, ia ingin mampir ke toko kue di kota untuk membeli beberapa camilan untuk ayah dan Ruby. Tanpa disengaja, ia bertemu dengan Pangeran Adolphus dan duke muda di jalan kota.
85Please respect copyright.PENANA9Vha0PrWhh
"Nona Amber, apa yang Anda lakukan di sini?!" dengan wajah terkejut campur gembira.
"Salam, Yang Mulia Pangeran Adolphus."
Wajah pangeran seketika berubah. "......Mengapa kamu formal sekali?"
"Apa aku harus memanggil nama saja?"
"Ide bagus!" Dengan senyum polosnya. Ia mengatakan itu dengan maksud menggoda.
"Apa yang kau lakukan di sini? Oh iya, perkenalkan Duke of Ejnar."
"Salam, Duke."
Duke Cardin hanya mengangguk kepala dengan raut wajah tenang.
Mata Amber sekilas memperhatikan duke tersebut. Tampan tapi terlihat dingin.
"Amber?"
"Ah... saya ke sini karena urusan bisnis, Pangeran."
"Apa itu anggur?"
Amber kaget dengan pertanyaan terus terang seperti itu. Ia menahan amarah di rautnya. Itulah mengapa Amber tidak mau berurusan dengan keluarga kerajaan.
".... Betul, Pangeran. Bukankah Pangeran sudah tahu?" suaranya agak bergetar.
"Kupikir hanya... Maafkan aku, Amber, aku hanya bercanda."
"Tidak apa-apa, Yang Mulia Pangeran. Saya permisi."
Amber melangkah cepat meninggalkan kedua orang tersebut. Matanya berkaca, hampir membuatnya meneteskan air mata. Setelah dipikir, pangeran memang tidak salah. Benar bahwa Amber kesini karena urusan anggur. Tetapi pertanyaan itu, yang dijulurkan langsung oleh pangeran seketika membuat panas hatinya. Amber mencoba menenangkan dirinya kembali. Memikirkan bahwa tidak perlu marah bahkan menangis.
"Tunggu..."
"Pangeran? Bukankah kita harus membicarakan mengenai hasil observasi?"
"Benar..."
85Please respect copyright.PENANASg36XuCRkw
Tanpa sadar Amber seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlambat. Ia sudah meledak. Di mansion utama Keluarga Winifred, Countess mengundang teman lamanya, Madam Sarah. Seorang pengajar tata krama sosial sekaligus guru Amber. Mereka membahas tentang calon suami Amber yang akan diperkenalkan oleh Madam Sarah. Seorang Viscount yang secara tidak kebetulan adalah pacar sang putri.
85Please respect copyright.PENANASZGZ1IvurD