Fathia mengenakan pakaian yang tidak mencolok, sebuah terusan longgar yang bahkan tak mampu menyembunyikan keindahan lekuk tubuh sang akhwat jelita. Rambutnya terbungkus jilbab satin merah muda. Saat dia menunjukkan pada Jonathan segenap isi di dalam apartemen, lelaki gempal berkulit hitam pekat itu memperhatikan betapa merdu dan menggodanya suara Fathia. Setelah meletakkan tas terakhir pada salah satu sudut ruangan, Jonathan berbalik menemui Fathia dengan senyum grogi.
“Kak Jon, kan kita baru pertama ketemu nih. Kak Jon pasti sudah liat foto dan biodata saya kan? Nah… boleh saya tahu hal-hal tentang Kak Jon? Apa yang kakak suka dan nggak suka?"
Jonathan ragu-ragu, lalu menjelaskan tentang dirinya yang mendapat beasiswa studi di negara ini. Fathia menyimak dengan seksama. Sejurus kemudian Jonathan menanyakan pertanyaan yang telah memenuhi isi benaknya sejak berjumpa Fathia.
“Fathia… memang tidak apa-apa ya kalau kita… berbagi kamar apartemen seperti ini?”
Fathia tersenyum manis lalu menjawab,” Ish.. Nggak papa lho, Kak.. Fathia malah seneng berbagi kamar dengan Kak Jon. Perempuan akhwat bertubuh mungil namun padat menggemaskan itu sekilas melirik Jonathan dari ujung kaki hingga ke wajah khas Indonesia timur milik Jonathan.
“Lagian… Fathia malah merasa aman kok kalo ada Kak Jon daripada tinggal sendiri. Perempuan manapun pasti ingin sosok yang bisa menjaga mereka. Kak Jon mau jagain Fathia kan?”
“Eh.. ya pasti! Pasti saya jaga Fathia… cuma.. kamu seorang perempuan muslimah dan saya seorang non..”
“Jangan mikir yang gitu-gitu, Kak.. kan kita berdua udah dewasa. Lagian kita kan hanya teman sekamar. Ini namanya toleransi beragama… ya nggak? Hihihi… Bayangin coba kita berdua tinggal satu atap namun beda keyakinan. Agama Kak Jon juga mengajarkan pentingnya toleransi kan?," Fathia menjawab dengan mengangkat bahu kecil. Senyumnya melembut saat dia bersandar di dinding.
"Pokoknya kita udah jadi roommate, Kak Jon. Teman sekamar. Ngga perlu canggung sama saya, mah.."
"Saya hanya khawatir tentang hal semacam itu karena.. yah, sejauh yang saya tahu, gadis muslimah.. eh akhwat, biasanya tidak seramah kamu, tertutup. Dari pakaian pun mereka selalu menutupi diri dengan jilbab sepanjang waktu. Kalau Fathia bagaimana?"
Fathia tertawa pelan, menggelengkan kepalanya. "Oh, Kak Jon, ya nggak lah... Kira-kira menurut Kakak gimana coba saya mau mandi, nyabunin seluruh tubuh Fathia kalo ketutup full kayak gini? Ahaha… "
Mendengar kata “mandi” pikiran Jonathan langsung melanglang buana. Bayangan sosok secantik dan seseksi Fathia menanggalkan seluruh penutup tubuhnya, hadir jelas dalam fantasi Jonathan. Apalagi sedari tadi Fathia mengemukakan semuanya secara casual seperti tanpa canggung sama sekali saat memancing birahinya. Nalurinya mengatakan bahwa Fathia tidak keberatan dengan candaan yang menjurus seksual.
“Iya.. kalau mandi pasti.. Fathia juga telanjang yah..”
“Iya… Fathia pasti telanjang lah, Kak.. basah kuyup baju sayanya ntar malah kalo nggak dibuka.”
Oke, jelas sudah, pikir Jonathan. Fathia tidak keberatan untuk digoda. Luar biasa!
"Hehe.. iya sih.. Yah, maksud saya nggak hanya pas mandi. Kayak.. coba kita liat apartemen ini. Agak kecil untuk kita berdua.. dan dengan cuaca sepanas ini.. saya pikir Fathia pasti bakal basah kuyup juga karena keringat.. "
Fathia tertawa lalu bertanya, "Oh gitu? Teruss… menurut Kak Jon pakaian apa yang tepat bagi Fathia untuk dikenakan di dalam apartemen kecil kita yang panas inih?”
Jonathan ragu-ragu, tidak yakin bagaimana harus menanggapinya. "Sa-saya tidak tahu. Apa pun yang Fathia rasa nyaman?" Jawab Jonathan dengan tergagap.
Fathia tersenyum lembut bersamaan dengan matanya yang berbinar, "Iya sih.. Kalau gitu, saya bisa sih tuker pakaian yang lebih nyaman…"
Dia tertawa pelan, lalu menyelipkan tangannya ke dalam busana terusan yang dikenakannya. "Balik badan, Kak Jon." Pintanya dengan lembut. "Jangan coba-coba mengintip."
“Hah? Kamu mau apa Fathia?”
“Bikin lebih nyaman… kayak kata Kak Jon tadi. Buruan.. balik badan. Malu lah saya kalau kakak liatin.”
Dengan berdebar-debar Jonathan memunggungi Fathia sambil bertanya-tanya apa yang akan dilakukan akhwat cantik itu. Seperti apa busana yang nyaman di mata Fathia? Lingerie kah? Tanktop dan celana dalam saja? Atau justru telanjang sepenuhnya? Ah… saya berharap Fathia langsung telanjang saja, pikir Jonathan.
Fathia tertawa kecil, geli dengan reaksi Jonathan.
"Kak Jon tadi kan nyuruh saya pake baju yang lebih nyaman selama di apartemen kecil kita. Jadi Fathia rasa mungkin Fathia mesti lepas satu atau dua helai pakaian kayaknya ya," Fathia menjelaskan.
Jonathan merasa ada sesuatu yang terlempar di antara kedua kakinya. Sontak Jonathan melihat ke bawah dan menemukan satu set bra dan celana dalam dengan motif renda yang sangat imut. Jonathan langsung berbalik tanpa menunggu lama. Fathia tersenyum pada Jonathan dengan seberkas kilatan nakal di matanya.
"Gimana Kak? Fathia pikir akan lebih nyaman kalo gini.. Lagian, kita cuma berdua aja. Antara teman sekamar aja ya, kan?" Fathia bertanya sambil meletakkan kedua tangan di belakang badannya. Gestur itu seolah mempersilahkan Jonathan untuk menelusuri lekuk pemandangan indah yang ada di depannya. Tapi akhwat imut itu masih berbusana. Fathia berdiri, masih tertutup sepenuhnya, tetapi sekarang tanpa pakaian dalam. Pahatan tubuh Fathia yang sempurna dengan dada yang membusung membuat puting payudaranya tercetak jelas dari balik pakaian. Bahkan tipisnya terusan gamis itu membuat isi dalamannya yang menggiurkan samar terlihat. Fathia menatap Jonathan dengan penuh harap, seperti menunggu reaksi pria itu.
Jonathan hanya dapat menelan ludah. Kulit wajahnya yang hitam pun sampai memerah, campuran rasa malu dan gairah. Pria itu masih tidak percaya dengan kepolosan dalam nada bicara Fathia.
"Engg.., iya saya rasa pakaian itu ... akan lebih nyaman untukmu, Fathia," kata Jonathan dengan suaranya yang gemetar.
Fathia menanggukkan kepala dengan lembut,”Iya… Eh, tapi Kak Jon nyaman nggak kalau saya pake ginian?”
"Wahhh ya.. nyaman sekali hahaha.. Maksud saya, Fathia, saya tahu kamu adalah perempuan muslimah yang taat dan lebih tahu tentang aturan agamamu daripada saya. Saya akan menghormati apa pun yang Fathia kenakan. Ya sesuai keyakinanmu saja…"
Fathia tersenyum, matanya semakin indah berbinar. "Terima kasih ya, Kak Jon. Fathia hargai itu. Kita saling toleransi aja yaahh…"
Sesaat Fathia menarik napas dalam-dalam lalu melanjutkan, "Saya juga biasa aja kok, Kak.. Kan Fathia nggak ngelanggar syariat apa-apa. Nggak dosa kok. Coba liat baik-baik… Tuh, masih ketutup semua kan badan Fathia? Kan Kakak masih nggak bisa liat aurat-aurat pribadi Fathia ya, kan?"
Kedua tangan Fathia meraih sisi terusan yang dikenakannya lalu merentangkan pinggiran busana tersebut. Sebuah tindakan yang justru semakin memperjelas lekukan indah tubuh mungilnya.
Dalam hati Jonathan seperti menyanggah perkataan Fathia. Jelas-jelas sosok telanjang dan bagian-bagian pribadinya benar-benar terlihat di balik terusan gamis tipis tersebut. Bahkan saat Fathia menarik busananya ke belakang, sisi bawah kemaluan Fathia yang membentuk huruf V dengan belahan di tengahnya tercetak jelas. Susah payah Jonathan harus menyembunyikan derasnya syahwat yang mengalir ke selangkangannya.
"Kak Jon, kamu belum menjawab pertanyaan Fathia lho..."
"Pertanyaan apa?"
Fathia menjawab, "Iihh.. gak dengerin. Itu tadi Fathia kan nanya. Kan Fathia sebenernya udah lepas semua nih beha ama celana dalam Fathia. Jadi di balik gamis tipis ini, Fathia udah telanjang. Fathia ngelakuin ini, lepas semua pakaian dalem supaya lebih nyaman seperti yang Kak Jon saranin tadi. Menurut Kak Jon apa saya menunjukkan bagian-bagian yang ummm… tidak pantas?"
Jonathan merasakan gelombang panas menyapu tubuhnya saat pria itu melirik sosok telanjang Fathia, hanya tersembunyi oleh kain tipis gamisnya. Jantung Jonathan berdegup kencang. Sesaat ia mencoba memalingkan muka lalu berdehem.
"Ehm.. Ti-tidak, tidak sama sekali.."
“Iyakah? Yakin Kak Jon? Kakak masih nggak bisa liat aurat saya kan?"
“Aurat?”
“Iya aurat, yang wajib disembunyikan dari pandangan yang bukan mahrom.…”
“Memangnya… ehhh.. aurat Fathia apa saja?” tanya Jonathan mencoba peruntungannya. Ia penasaran sejauh apa akhwat polos yang sangat menggoda itu akan meneruskan ucapannya.
“Yahhh… “ Fathia berhenti sebentar lalu dengan mantap menyebutkan,”..aurat kayak susu Fathia.. hihihi.. terus um.. ini yang di bawah.. aurat paling pribadi….”
“A…apa itu aurat paling pribadinya…”
“Henceut…”
“Hah? Hen..”
“Memek.. memek Fathia, Kak Jon..”
ns 15.158.61.6da2