“Memek.. memek Fathia, Kak Jon..”
DUERR! Rasanya seperti meledak birahi Jonathan mendengar ucapan yang sangat saru itu terlontar dari bibir mungil Fathia.
"Memek Fathia… I-iya.. nggak keliatan kok. Nggak keliatan sama sekali memek kamu….," dengan tergagap Jonathan membalas. Pria itu menarik napas dalam-dalam sambil mencoba menenangkan pikirannya yang pusing oleh pacuan birahi.
Fathia tertawa kecil dan mulai melangkah lebih dekat ke arah Jonathan. Ketika mereka berdua berdiri begitu dekat hingga nafas keduanya berpadu, Fathia berkata dengan suara lembutnya.
"Kak Jon bohong.”
“Hah?”
“Soalnya.. kalo Kak Jon benar-benar nggak bisa liat tetek dan memek Fathia, kenapa ada yang nonjol di bawah ini?” Suara yang halus setengah berbisik itu melanjutkan.
Bagian yang menonjol itu tentu saja adalah batang penis 20cm milik Jonathan yang memberontak di balik celananya. Semakin mengeras bagian itu karena tuduhan frontal dari Fathia.
"Sa-saya nggak bisa liat tetek dan memek kamu kok…!"
Dari jarak beberapa sentimeter saya Jonathan dapat melihat seringai nakal tergambar di wajah sang akhwat.
"Ouh yaaa, benarkah?" tanya Fathia menggoda. "Trus kok jadi grogi gitu sihh??"
Fathia menjulurkan tangan ke atas, mengusapkan jari-jarinya pada dada Jonathan lembut. Tak dapat dipungkiri degupan jantung Jonathan pasti dapat dirasakan oleh Fathia. Sentuhannya membuat Jonathan bergetar sperti menggigil. Nafasnya mulai terengah-engah.
"Fathia.. begini lho.. saya.. saya hanya merasa kamu sangat cantik dengan mengenakan gamis ini… "
Mata Fathia berkilau kesenangan. " Ohh.. Maksud Kak Jon.. Saya tuh cantik karena HANYA mengenakan gamis ini kan? Gamis tipis yang bikin jelas bahwa ngga ada pakaian apa pun lagi di baliknya?"
Oh Tuhan, Jonathan berucap dalam hati.
"Iya… Fathia.. kamu cantik sekali… seperti ini," Jonathan akhirnya mampu menjawab. Segenap kekuatannya ia kerahkan untuk menahan diri agar tidak langsung melakukan tindakan brutal seperti menyobek kain tipis yang Fathia kenakan. Akan sangat mudah bagi pria tinggi kekar itu untuk memperkosa Fathia yang berpostur mungil. Namun Jonathan berusaha memainkan permainan ini dengan santai. Meresapi alunan birahi yang perlahan naik memasuki bagian selanjutnya.
Terasa hangat hembusan nafas Fathia saat akhwat itu melanjutkan, "Jadi kakak suka ngeliat saya gini?”
Jonathan mengangguk.
"Kalau gitu… bilang dong terus terang.. kalo Kak Jon pengennya saya seperti ini..”
“Hah? Maksud Fathia… saya harus bilang gimana?”
“Ya ngomong aja nggak usah malu-malu…. Karena kita temen sekamar. Dan Kak Jon udah jadi pelindung Fathia di sini ya kan? Gitu kan janjinya?”
“Iya Fathia, saya akan berusaha melindungi kamu..”
“Nah itu berati Kak Jon udah sama aja jadi walinya Fathia di sini. Fathia mesti menghormati Kak Jon dan keinginan Kakak karena Kak Jon sekarang.. adalah Imamnya Fathia..”
“Saya imam kamu?”
“Iya… dan Fathia sebagai makmum harus nurutin semua yang diperintahin imamnya. Termasuk apa aja yang Kak Jon minta Fathia kenakan di apartemen kita..”
Kuping Jonathan terasa memerah mendengar ucapan halus Fathia. Batinnya berteriak, ini gila! Fathia dengan begitu saja mau menuruti semua yang permintaan saya!
“Jadi… Mulai sekarang, Kak Jon harus ngasih tahu Fathia ya.. apa yang harus Fathia pakai. Yaa.. supaya kita berdua lebih nyaman tinggal bersama…"
"Maksud kamu… Saya boleh minta kamu untuk memakai apa saja yang saya mau?"
Fathia tersenyum lembut dengan mata yang berbinar. "Iya, Kak Jon. Itu sekarang jadi hak Kak Jon sebagai imam saya. Apalagi Kakak kayaknya lebih tahu apa yang baik untuk Fathia.."
Jantung Jonathan sontak bergemuruh menyadari kekuatan yang kini dipegangnya atas Fathia. Kekuasaan yang diserahkan begitu saja oleh akhwat jelita tersebut. Fathia tampak sangat bersedia untuk menyenangkan Jonathan, untuk menjadi apa pun yang diinginkan olehnya. Bayangan bahwa Jonathan memegang kendali mutlak atas Fathia adalah perasaan yang sangat memabukkannya. Jonathan tahu dirinya ingin lebih dari ini. Pria berkulit legam itu mencondongkan tubuhnya lebih dekat, praktis bersentuhan dengan Fathia.
"Fathia… Kamu tahu." Jonathan berbisik tepat di telinga Fathia. "Karena sekarang saya imam kamu… saya mau kamu... telanjang."
Mata Fathia membelalak karena terkejut, tetapi akhwat itu tidak menarik diri dari kedekatan tubuh mereka berdua.
"Te-telanjang? Maksud Kak Jon ... dibuka semuanya pakaian Fathia?"
Dengan mantap Jonathan mengangguk, semakin yakin bahwa Fathia akan menuruti permintaan mesumnya.
"Iya, semua pakaian Fathia.."
"Beneran Kak Jon? Jadi imam Fathia sekarang minta makmumnya telanjang aja gitu?" Fathia justru mengulangi pertanyaan itu dengan lebih gamblang. Seakan sedang mengetes kesabaran Jonathan. Sosok yang dituju hanya sanggup mengangguk tanpa bicara.
“Gimana yaa… dalam agama saya.. semua itu harus ada dasar dalilnya loh Kak Jon…”
Jonathan mendengus kecewa,”tapi.. katamu tadi kamu mau nurutin semua kata saya…”
“Iyaa… kalau tidak bertentangan dengan kepercayaan Fathia. Jadi Kak Jon harus meyakinkan Fathia dengan dalil dulu..”
“Haduhhh… Dalil apa lagi..”
Fathia terlihat berpikir selama beberapa detik lalu bertanya, "Hmm.. Menurut Kak Jon gimana sih telanjang itu dalam agama saya?"
“Ya… saya nggak tahu.. nanti takutnya saya salah ngomong..”
Fathia tersenyum lagi. "Baiklah, Kak Jon.. Saya kasih tahu menurut saya yah.. Nanti sebagai imam Fathia, Kak Jon harus memutuskan bener apa nggak. Menurut agama, seorang akhwat harus menutupi auratnya di depan pria mana pun yang bukan suaminya. Soalnya aurat perempuan tuh bisa memancing nafsu syahwat laki-laki. Nanti bisa terjadi yang nggak-nggak.. Zina. Dosa…”
Jonathan kebingungan dengan arah perkataan Fathia. Gadis itu seperti sedang memainkan nafsunya.
“Tapi…. karena kita tinggal berdua dan Kak Jon adalah seseorang yang saya percayakan untuk jadi imam di sini.. Menurut saya mungkin bisa dipersamakan dengan suami. Jadi suami kan sama aja jadi imam. Berati jadi imam ya sama aja jadi suami Fathia ya nggak sih? " Fathia menatap Jonathan seperti menunggu Jonathan mengiyakan.
“Iya.. betul itu! Betul itu dia dalilnya! Jadi kamu mau kan melakukannya untuk saya?"
Fathia malah bertanya lagi menggoda, "melakukan apa?"
"Telanjang untuk saya, imam kamu. Saya mau melihat semuanya, seluruh tubuh Fathia telanjang total."
Fathia menatap Jonathan dengan mata yang terbelalak. Dia menggigit bibir bawahnya lalu berkata, "Iya karena dalilnya ada.. berarti nggak dosa lagi. Malah jadi pahala tuh kalau beneran Kak Jon dipersamakan dengan imam Fathia. Semakin saya nurutin mintanya Kak Jon.. semakin dekat syurga buat saya..”
Nafsu Jonathan menggelegak. Impiannya selama ini untuk memegang kendali penuh atas seorang akhwat semakin terwujud nyata.
“Tapi… Nggak bisa total ya, Kak. Saya belum bisa lepas jilbab yang menutupi rambut saya ini. Soalnya… ini simbol yang mengingatkan Fathia bahwa saya masih seorang akhwat muslimah meski bermakmum pada Kakak yang non muslim. Kalo yang lain-lain sih, bisa dilepas kalo menurut imam itu yang terbaik buat makmumnya.."
"Tentu saja! Kamar apartemen ini cukup panas, Fathia.. Saya pikir lebih sehat jika kita mengekspos lebih banyak permukaan kulit. Kamu tahu kan, Fathia.. Semakin luas luas penampang permukaan, semakin mudah pendinginan. Percaya sama saya.."
Fathia menatap Jonathan dengan senyum geli.
"Loh.. benar ini.. ini fakta. Saya kan imam Fathia? Nggak mungkin dong sebagai imam saya minta Fathia untuk telanjang karena keinginan mesum saya. Masa seorang imam menjerumuskan makmumnya. Dalilnya, panas akan lebih sulit keluar dari tubuh kalau ada sesuatu yang menghambatnya. Dan pakaian itu bukan penghantar panas yang baik. Ini dalil sains.."
“Hihihi.. iyaa masuk akal sih. Agama juga menganjurkan kita memahami syariat dengan akal.”
“Nah cocok itu, Fathia..”
“Jadi nggak dosa nih?”
“Nggak lah.. seperti katamu tadi.. ini pahala.”
“Emmm… ya udahh.. Fathia turutin keinginan imamnya Fathia. Saya buka sekarang yah, Kak…”
ns 15.158.61.45da2