Hari mulai berganti, memasuki hari Jumat dalam minggu-minggu akhir bulan Mei. Akhir-akhir ini, gue lebih sering diam mengamati hujan diluar, yang mana turunnya begitu deras. Apa mungkin… langit sedang bersedih juga ya seperti gue saat ini?
Gue kembali mengaktifkan HP yang seharian ini gue non-aktifkan. Ngga ada chat dari siapapun, selain dari editor novel kedua gue, dan dari Andi. Mungkin, karena orang yang gue tahu real terbilang sedikit, gue jadi ngga punya banyak teman. Sejak semester 3 perkuliahan, gue berusaha untuk menerima diri ini yang menjadi Introvert. Salah satu dosen gue pernah bilang, kalau seseorang itu bisa saja berubah dari Ekstrovert menjadi Introvert dan ataupun sebaliknya karena peristiwa atau pengalaman yang dialami. Jujur, gue memiliki tingkat trust issues yang tinggi.
Selain Andi, sejujurnya gue memiliki salah satu orang ter-real lainnya bernama Dikta. Tapi, kita berdua sudah pisah, lost contact. Dia ngga menerima perubahan diri gue, dia juga pergi ninggalin gue tanpa alasan. Pernah sesekali ketemu, tapi kayak strangers. Saat itu, gue sedang bersama Andi, menemaninya ke Kopi Nako membelikan Love Potion untuk Andhira. Tbh, sakit banget rasanya, tiap kali ingat hubungan gue dan Dikta. Apalagi, ketika gue tahu, bahwa Dikta pernah mengungkapkan pada Andi, kalau dia ngga mengerti jalan pikiran gue. It such a heart attack and forever it will be.
Ngga mau larut dalam kilas balik yang perih itu, gue membuka Instagram personal gue. Sudah lama sekali sih, gue ngga buka atau cek account ini. Gue lebih aktif dilain account, maksud gue account gue sebagai author. Gue jarang melakukan ini, tapi gue ingin saja sekali-kali melihat instastory beberapa orang yang gue follow. Entah gue mulai ngantuk atau agak sedikit lengah, gue terus melakukannya sampai layar HP gue menampilkan instastory dari akun Instagram miliknya… Danzel. Jujur, gue ngga pernah lagi mengecek ataupun membuka semua update tentang dia. Makanya, gue cukup panik, dan secara spontan menyembunyikan HP dibawah bantal. 5 menit berlalu, sepercik ingatan tentangnya tiba-tiba mencuat dari salah satu ruang diotak gue. “Oh iya, Danzel kan kuliah di UII ya?”, astaga… Vierra! Kok bisa sih lo masih ingat soal itu?!
Gue menepuk dahi berkali-kali. Padahal, gue udah move on dari dia, lho. Udah 8 tahun berlalu juga sejak kita putus. Walaupun ngga jelas juga, sebetulnya putus karena apa. Lama-kelamaan, gue merasa ada yang ngga beres nih. Kok… tiba-tiba… satu per satu ingatan gue tentang Danzel makin muncul. Lagu-lagu yang pernah dia nyanyikan buat gue dulu, moment bareng dia, kata-katanya dia yang cukup memorable buat gue, cara dia panggil gue… AH SEMUANYA! Parah nih, parah… ngga beres, Ra!
Semuanya makin jadi ketika jari gue ngga sengaja menekan emoticon “100”. Sumpah, demi apapun gue kaget banget! Masih ngga percaya, gue mencubit-cubit sendiri kedua pipi gue. Sadar bahwa gue benar telah melakukannya, gue menutup mulut agar ngga berteriak, dan membangunkan Tante Annette dikamar sebelah. Tepat jam 1 pagi ini, sebuah notifikasi berbunyi, pertanda DM masuk ke inbox Instagram account gue.
“@danzelkafka is typing…”
Hah?! Jadi, ada 2 pesan masuk dong kalau gitu? Eh, apa-apaan nih?! Kenapa jantung gue berdebar-debar gini? Help!
“Eh, Ndy… hai J”, kemudian… “Masih suka bangun jam segini?”
Perasaan… activity status nya account gue ngga aktif, but… how can he know? Apa jangan-jangan… ah, ngga mungkin! Udah cukup nih, dia pernah cerita tentang gue ke pacarnya dulu, setelah putus sama gue. Saat itu, gue pun juga kaget, dengar pernyataan ini dari pacarnya yang udah turun status juga jadi mantan, sama seperti gue. Bahkan, Danzel yang mutusin dia, sebulan sebelum mereka setahun anniversary. Gue juga baru ngeh kalau Danzel masih memanggil gue dengan sebutan yang sama belasan tahun lalu. Guys, iningga mungkin kan Danzel masih ingat semua hal tentang gue? Tell me, he doesn’t, please…
Sebuah pesan kembali masuk, “Oh iya, makasih ya Ndy, udah pernah ngucapin aku ulang tahun”. Apa lagi ini? Gue mulai mengingat kembali apa saja yang terjadi setahun lalu dan apa saja yang pernah gue ucapkan. Rasa-rasanya, gue ngga pernah lagi mengucapkan ulang tahun untuknya. Seingat gue, Danzel sudah punya pacar sejak 2 tahun lalu, gue pun tahu berita itu dari Facebook. Jadi, kita ngga ada interaksi lagi. Cukup aneh, tapi… mungkin memang gue yang lupa? Gue berusaha tenang lagi, kemudian membalas chats darinya.
“Hai, Dan! Oh, iya sama-sama. Ngga kok, udah ngga. Kebetulan aja, habis booking tiket kereta ke Jogja malam ini. Btw, bianglalanya bagus, Dan lagi di pasar malam ya?”
“Iya nih, cuma udah pulang sih sekarang. Kamu mau ke Jogja, Ndy?”
“Yup, aku mau cari-cari bahan tambahan buat skripsi sih. Oh iya, kalo masuk ke perpus kampus kamu, ada prosedurnya gitu ngga ya? Kayak misalnya cuma anak UII atau boleh juga orang luar masuk? I mean, mahasiswa atau mahasiswi lain kayak aku gini.”
“Boleh kok, boleh masuk. Tapi, setahuku ada biaya administrasinya gitu. Hmm, mau aku temenin kesana?”
Damn! Sejujurnya, gue ngga pernah takut kalau lagi tengah malam. Tapi, ngga tahu kenapa, tengah malam kali ini kok… ya surprising banget ya? Jumpscare nya melebihi film horror. Jantung gue ngga pernah sedeg-degan ini kalau nonton film horror. Hmm, selain perasaan kaget, ada pula perasaan takut yang gue rasain. Entah ini takut karena Danzel cuma bercanda atau takut tanpa tahu apa penyebabnya. Kenapa ya, Danzel selalu sukses membuat gue deg-degan dan takut dalam waktu yang sama? Sedari dulu… dia selalu mampu.
“Dan, ini kamu serius? Aku ngga mau ngerepotin kamu, takutnya juga kamu ada kuliah hari ini. I’m okay kok berangkat sendiri kesana. Aku udah sempat searching.”
“Gapapa Ndy, aku temenin aja. Selama kamu di UII, you’re my responsibility. Lagian, aku juga libur kuliah kok. Hmm, rencananya kapan mau ke kampusku?”
“Rencananya sih besok, Dan. Aku istirahat dulu beberapa jam, terus berangkat deh ke kampus kamu.”587Please respect copyright.PENANAt7B1XnqVJX
“Okay. Kalo udah sampe Jogja, tolong kabarin aku ya, Ndy. May I get your LINE ID?”587Please respect copyright.PENANAbWprhTX75T
“Sure.”
Setelah percakapan singkat itu selesai, gue memaksa diri untuk tidur. Gue tipikal orang yang kalau tidur, terus dibangunin secara mendadak, gue bisa pusing banget. Tbh, gue masih a night person. Beda banget sama Danzel, morning person banget anaknya. 8 tahun lalu, sekitar jam 8 malam, dia pasti sudah tidur. Sementara, gue sih jam 2 atau 3 pagi juga masih awake. Oh iya, ngomong-ngomong bulan Mei, gue baru ingat kalau bulan ini harusnya anniversary gue sama Danzel yang ke 8 tahun. Gue ngga percaya dengan kebetulan, tapi… kenapa bisa pas banget begini ya?
ns 15.158.61.45da2