Hari ini gue mau cerita tentang penyesalan gue
Sumpah gue gak tahu apakah ini yang benar atau tidak.
Tapi, gue gak bisa berhenti sedih dan depresi
Jadi bulan desember kemarin akhirnya ada perusahaan yang mau menerima gue. Ya, gue ulangi, setelah sekian lama, ADA PERUSAHAAN YANG MAU MENERIMA GUE KERJA dan BERSEDIA MENUNGGU SATU BULAN SAMPAI GUE RESIGN.
Tapi, sedihnya gak bisa gue ambil
Inget gak dibeberapa tulisan gue yang lalu, gue cerita tentang satu perusahaan yang kumuh dan sempit. Nah, setelah dua bulan sejak interview, itu perusahaan menghubungi gue lagi dan mau interview. Gue udah curiga kan, kenapa setelah dua bulan baru menghubungi gue? Akhirnya gue pergi aja kan. Eh ternyata mereka menawarkan gue kerja.
Gue sumpah kaget banget. Tapi, anehnya gue bukan bahagia ketika selesai janjian sama mereka. Hati gue malah berat banget. Bahkan, gue hampir nangis waktu pulang naik busway. Apa ini hal yang bener? Kenapa dari semua tempat di Jakarta dan Tangerang tempat itulah yang mau nerima gue? Gue bingung dan takut sekali. Selama satu minggu gue betul-betul gak tahu harus ngapain. Lalu, tiba-tiba entah bagaimana, tempat kerja yang gue benci ini jadi indah sekali. PIkiran gue jadi lega sekali. Gue jadi membanding-bandingkan perusahaan gue kerja sekarang dengan tempat baru yang nawarin gue kerja.
Apa ini hal yang benar?
Gue ragu dengan perusahaan yang baru itu adalah karena beberapa hal. Dia menawarkan gaji dibawah UMR dan gak mau dengan permintaan gue ketika negosiasi (gue minta setidaknya UMR Jakarta). Kemudian, tempatnya betul-betul kecil dan sempit banget. Lebih mirip gudang daripada tempat kerja. Kemudian, tempatnya jauh sekali dari kosan gue sekarang. Gue udah keliling-keliling buat nyari kosan, tapi biaya kosan di sana tinggi banget. Lokasi perusahaan itu di Kelapa Gading dan hampir semuanya kawasan elit, tapi karena kawasan elit, biaya hidupnya tinggi banget. Harga kosan 1-1.5 juta untuk yang standar. Ada kosan yang harganya cuma 5 ratus ribu, tapi rawan banjir. Bahkan perusahaan tsb dibikin tinggi banget dari tanah, pertamanya gue heran sampai gue sadar itu daerah rawan banjir. (tapi ini pengalaman gue ya, gak tahu kalo kalian)
Kemudian, gue pengen nangis aja.
Kenapa setelah bertahun-tahun nyari, tempat ini yang menawarkan gue kerjaan? Gue gak minta harus bagus, tapi layak setidaknya. Sampai akhirnya setelah nyari kosan di sana, gue naik angkot yang pake kartu (gue gak sebut namanya ya) terus si supir ini cerewet banget soal kehidupannya. Karena dia terus ngoceh, gue beraniin aja nanya gaji dia berapa.
"Gaji saya?" kata dia. "Gaji saya standar mas, cuma 4.7 juta."
Bahkan gaji dia lebih gede dari gaji yang ditawarkan ke gue.
"Cukup pak uang segitu?"
"Ya pas-pasan mas. Saya makan aja standar ditambah rokok dan kopi udah 50 ribu. Belum ongkos bensin."
"Bapak tinggal disini?"
"Ya enggak lah mas. Saya tinggal di bekasi, tapi kerja di Jakarta. Di Jakarta mahal mas."
Memang iya, batin gue.
Besoknya gue menulis email ke HRD perusahaan tsb dan minta maaf karena gak bisa melanjutkan untuk bekerja di sana. Gue jelaskan alasannya ya karena gaji yang ditawarkan tidak mencukupi kebutuhan gue. Namun, seperti yang gue perkirakan, gue gak bisa berhenti menyesal sampai sekarang. Gue pengen nangis setiap hari dan gak tahu harus gimana. Bahkan, gue perlu waktu lama sekali untuk bersaha berdamai dan akhirnya menulis lagi di sini.
Gue terus menyalahkan diri sendiri karena gak berani melangkah.
Kapan lagi gue dapat kerjaan lain?
Kerjaan di perusahaan yang sekarang makin berat kan?
Takut apa?
Kenapa gak berani ambil resiko?
Gue menyesal sekali.
Gue sekarang masih berusaha berdamai dengan perasaan ini.
433Please respect copyright.PENANAdcnBAgxlz3