“Jadi… Kapan kalian punya anak? Sudah menikah 3 tahun lebih, harta dan uang sudah punya. Tapi kok masih belum momongan,” kata ibu mertuaku yang menanyakan tentang kehamilan istriku. Namanya Raline, dia berusia 26 tahun. 3 tahun lebih muda usianya dariku.
“Sabar, Maa. Aku juga gak tau kenapa masih belum dikasih sampai sekarang. Kalo soal ini kita juga gak bisa nentuin. Kita cuma bisa berusaha aja Maa,” balas Raline yang dia merasa gak enak dengan perkataan ibunya kepadaku. Banyak orang yang mengira kalo aku ini mandul.
Aku gak bisa punya anak, dan aku gak bisa menghamili istriku. Tapi banyak orang yang gak tau, termasuk orang tua dan keluarga besar istriku. Kalo Raline dulunya adalah wanita nakal dan terbilang sangat binal semasa kuliah. Bahkan dia sempat hamil di luar nikah oleh pacarnya.
Namun pacarnya gak mau tanggung jawab. Dan Raline memilih untuk menggugurkan anaknya. Setelah kejadian itu Raline kapok menjadi wanita binal dan pergaulan bebas. Dan dia memilih untuk menjalani hidup yang baik-baik. Berhijab dan menjadi wanita yang sangat alim.
Raline pun paham, bahwa penyebab kami sulit memiliki momongan karena dirinya. Namun aku sebagai suami, memilih untuk diam dan gak membocorkan informasi ini kepada kelurga besarnya. Sewaktu aku melamar Raline, aku sudah mengetahui semua masa lalunya.
Raline pernah bekerja satu kantor denganku. Namun dia diterima di bagian finance biasa. Ada banyak teman kantorku yang mengincar dia. Karena Raline memang wanita yang begitu anggun, lemah lembut, dan sangat cantik. Dan aku pria beruntung yang bisa deketin.
Kami sempat bersahabat dekat selama 1 tahun. Sebelum akhirnya kami memutuskan menikah, tanpa pacaran sama sekali. Dari persahabatan itu lah, Raline menceritakan semua tentang masa lalunya. Termasuk kenakalan masa gadisnya itu, yang memang lumayan parah.
Namun aku memilih untuk berpikir baik, semua orang mungkin punya masa lalu yang buruk. Tapi mereka berhak untuk masa depan yang lebih baik dan cerah. Jadi aku langsung melamar Raline, dan tak sampai tiga bulan kami langsung menikah. Secepat itu memang ya.
“Ohhh, iyaa. Iyasudah kalo begitu Raline. Jangan dicegah yaa. Jangan pake KB, kalo bisa mainnya diperbanyak hahaha. Karena Mama udah gak sabar pengen gendong cucu,” jawab ibu mertuaku dan aku hanya merespon dengan senyuman kecil. Iyaa jawaban itu lebih baik deh.
Hari sudah menjelang malam, ibu mertuaku minta untuk diantar pulang. Istriku saat itu memilih untuk gak ikut. Karena dia terlihat kelelahan sudah mengurus ibunya selama seharian penuh. Meski di sini ada beberapa pembantu, namun Raline memegang sendiri pekerjaan itu.
Jadi aku putuskan untuk mengantar ibu mertuaku sendiri tanpa ditemani Raline. Meski jarak rumah ibu mertuaku memang sangat jauh. Posisi kami tinggal di Jakarta Selatan. Dan ibu mertuaku tinggal di Bogor. Kalo lancar sebenarnya 2 sampai 3 jam sudah sampai rumah kami.
Tapi tau sendiri lah Bogor itu kan macet parah. Dan sesuai dugaanku, malam itu Bogor macet lebih parah dari biasanya. Aku berangkat dari rumah jam 6 sore, dan baru sampai di rumah ibu mertuaku jam 10 malam. Dan aku memutuskan untuk langsung pulang saat itu juga.
Untungnya perjalanan pulang tak selama saat berangkat. Sehingga ketika jam 12 malam tepat, aku sudah bisa sampai di rumah. Raline sudah duduk di teras menunggu aku pulang. Dia membuka pagar, membiarkan mobilku masuk ke garasi lalu menutupnya dan mengunci lagi.
Seperti istri sholehah dan juga alim pada umumnya. Ketika aku turun dari mobil, Raline sudah berdiri di samping pintu mobil menungguku. “Selamat datang, Maas. Maaf yaa ibu aku ngerepotin kamu. Mau gimana lagi, dia memang ingin datang, main dan juga menginap di sini.”
Aku sambil menutup pintu mobil, aku sama sekali gak merasa masalah. Aku cium bibir istriku yang tipis dan manis itu dengan lembut. “Gak masalah, sayang. Memang ada kalanya rumah harus didatangi orang tua. Biar lebih banyak rezeki dan berkahnya juga kan, hahaha.”
Raline pun menggandeng tanganku, dan kami berdua masuk ke dalam rumah bersama. Sesampainya di kamar, Raline tiba-tiba mendorong tubuhku hingga aku terduduk jatuh di kasur. Dia langsung bersimpuh di antara kedua kakiku, dia tiba-tiba saja melepas celana panjangku.
Tanpa ragu dengan tetap memakai hijab warna merah muda dan gamis dengan warna sama. Raline langsung melahap semua penisku dan memasukkan ke dalam mulutnya. “Mass, aku horny berat. Slurrppp! Slurrrppp! Ayoo kita turutin keinginan kedua orang tua kita, Mas.”
Penisku dilahap sampai habis, aku sejujurnya waktu pertama kali menikah sangat kaget. Karena ternyata Raline sangat mahir dalam menghisap penis pria. Bahkan aku selalu saja keteteran dan sulit menahan spermaku. Setiap penisku ini masuk ke dalam mulut kecilnya itu.
Dan sudah tiga tahun menikah, aku sangat menikmati dan menyukai hisapan bibirnya yang kecil dan manis itu. “Aahhh… Aahhh… Ralinee, hebat sekali. Habis nyetir enam jam penuh. Pulang-pulang langsung dihisap ganas oleh bibir kecilmu yang manis itu. Aahhh… Aahhh…”
Penisku dikocok dengan kecepatan tinggi oleh Raline. Sambil lidahnya tak berhenti menjilati lubang kencingku. Rahangnya mampu menyedot habis batangku sampai bikin aku gemeteran. Kadang aku sesekali sambil membayangkan, saat dia main dengan mantannya.
Kadang aku juga merasa kesal dan cemburu, kenapa aku bukan pria pertama yang menikmati semua ini. Meski aku juga merasa beruntung, karena Raline bisa dengan mahir menghisap penis pria. Karena sudah diajari dan berpengalaman blowjob ratusan kali juga kan.
“Aahhh… Aahhh… Ralinee… Ralinee… Mulutmu melumat habis penisku, sayang. Aahhh… Aahhh… Beneran dilahap habis penisku sampai gak tersisa,” kataku sambil menjambak jilbab warna pink yang dia kenakan. Dan aku juga berusaha menahan cairan spermaku pada saat itu.
Sayangnya ini mungkin sesuatu hal yang memalukan. Aku tak pernah mampu bertahan lebih dari 3 menit setiap istriku yang cantik ini menyedot penisku. Kadang terlihat kekecewaan di raut wajahnya. Namun Raline berusaha menyembunyikan perasaannya itu demi kebaikan.
“Keluarkan, Mass. Keluarkan semuanya di mulutku. Slurrrppp!! Slurrppp!! Keluarkan di dalam mulut istrimu ini, sayaang. Aku mencintaimu, aku senang menerima seluruh spermamu Maas,” balas Raline dan aku masih berjuang bertahan. Meski aku kesulitan menahan spermaku.
“Aahhh!! Aahhh!! Ralinee! Ralinee! Aku udah gak kuaat! Aahhh!! Aahhh!! Sayang maafin suamimu ini yang lemah dan gak mampu bertahan lebih lama! Aahhh!! Aahhh!! Aku keluaar, Ralinee! Aahhhhh!!!” erangku yang akhirnya aku ejakulasi di dalam mulut istriku ini.
Rasanya memang begitu nikmat, namun kadang aku berpikir bahwa istriku juga kasian. Masalah selalu muncul setiap kali aku sudah keluar. Penisku langsung loyo dan gak mau berdiri lagi. Padahal niat awal istriku menghisap penisku, untuk permainan selanjutnya yang lebih gila.12859Please respect copyright.PENANAu4Ii0EY5lb
12859Please respect copyright.PENANA82nDjW4Hxv