PAK JASIM POV
Setelah kembali mengenakan celana, Aku langsung beranjak pergi dari kontrakan yang ditempati oleh Laras tanpa berpamitan terlebih dahulu. Wanita muda itu masih di dalam kamar mandi untuk membersihkan badannya setelah aku kencingi barusan. Jam di dinding rumahnya pun sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, itu artinya setengah jam lagi mungkin Danar akan kembali pulang. Aku tidak boleh terlalu lama berada di sini agar kedekatanku dengan Laras tak terendus oleh suaminya itu.
"Habis ngechas ya Pak?"
Belum jauh langkahku dari kontrakan Laras tiba-tiba Aku dikagetkan suara Linda yang sudah berdiri di depan pintu rumahnya, wanita berbadan semok itu hanya mengenakan tank top dan celana pendek sexy. Tatapan matanya yang genit seolah memberi tanda jika dia tau apa yang baru saja terjadi antara aku dan Laras. Wajar saja karena kontrakan mereka berdua saling berhimpitan, suara erangan atau desahan pasti bisa terdengar.
"Hehehe, biasa jatah bulanan." Sahutku sembari terkekeh.
"Aduuhhh jadi pengen ikut dichaz nih Pak..." Goda Linda sambil meremas payudaranya sendiri. Sama sekali tak ada kecanggungan karena kami memang sering bersetubuh selama ini.
"Ah, kapan-kapan aja ya. Aku harus pulang, sudah ditunggu istriku di rumah." Balasku beralasan, setelah beres dengan Laras rasanya birahiku sulit untuk terpancing kembali.
"Yah, padahal Aku lagi nggak sendirian loh." Linda masih belum menyerah untuk menggodaku, kali ini dari dalam rumahnya muncul seorang gadis belia, usianya mungkin masih 18 tahun, gadis itu yang mengenakan lingerie satin sebatas lutut itu tersenyum ramah kepadaku.
"Loh siapa itu?" Tanyaku penasaran.
"Keponakan Linda dari kampung Pak, baru datang siang tadi. Gimana? Mau ngincipin nggak?"
"Aduh....Tertarik sih, tapi kapan-kapan aja ya. Aku harus pulang sekarang." Si gadis muda menatapku dengan genit, seolah sudah terbiasa bertemu denganku.
"Nggak janji tapi ya Pak kalo kapan-kapan." Balas Linda.
"Bereessss, ya udah aku pulang dulu ya. Jangan lupa pintunya dikunci, banyak orang jahat akhir-akhir ini. Hehehehehe..."
"Alah, paling yang jahat temennya Pak Jasim. Jahat dan mesum, hihihihi..."
Aku melambaikan tanganku pada Linda dan keponakannya seraya berjalan mendekati pintu pagar. Wanita itu pasti punya maksud terselubung hingga begitu kekeuh mengajakku untuk bersetubuh seperti biasanya. Bahkan kali ini dia juga menwarkan tubuh keponakannya sendiri, bukannya aku tak tertarik tapi rasanya malam ini sudah cukup bagiku untuk berpetualang.
Meskipun bersama Laras aku belum sempat memasukkan penisku dalam liang senggamanya, tapi pengalaman malam ini jadi jalan masuk untuk menjelajahi kebinalan istri Damar tersebut. Dibanding dengan Linda, Laras jauh lebih cantik, badannya pun sangat proposional, semuanya menjadi lebih sempurna karena wanita itu tak kalah binal dari semua wanita yang pernah aku tiduri. Maka jangan heran jika tawaran menggiurkan Linda dengan sangat mudah bisa aku acuhkan begitu saja.
Ketika sampai di depan rumah, Aku melihat Bagus, anak angkatku, sedang duduk bersantai di teras rumah. Dari mulutnya keluar asap rokok tebal, pemuda itu langsung mematikan rokoknya saat melihatku membuka pintu pagar rumah. Sedikit berlari dia membantuku membuka pagar itu. Bajingan itu pasti baru saja bercinta dengan istriku.
"Udah selesai Pak?" Tanya Bagus basa-basi.
"Hmmm...Ibumu mana?" Tanyaku balik dengan raut wajah dingin.
"A-Ada di kamar Pak."
"Kamu tidur di sini malam ini?" Tanyaku sambil berjalan mendekati pintu, Bagus mengekor di belakangku.
"I-Iya Pak, disuruh sama Ibu tidur sini."
"Belum puas rupanya lonte itu?"
Bagus tak menjawab, dia terdiam seraya membukakan pintu rumah untukku. Saat Aku melangkah menuju kamar pemuda itu memilih untuk tetap berada di teras. Canggung, mungkin itulah yang dirasakan Bagus saat 6 bulan lalu aku memutuskan untuk kembali mengasuhnya bersama Maryati. Ini semua aku lakukan agar membuat Maryati tak merasa aku abaikan, bagaimanapun kami berdua telah bersepakat untuk saling membebaskan pilihan dalam urusan sex. Aku tak ingin terlihat egois di mata istriku karena melarangnya bercinta dengan pria lain padahal aku sendiri melakukannya dengan banyak wanita.
Maka pilihanku tetap jatuh pada sosok Bagus, yang dulu sempat aku hajar habis-habisan karena kepergok meniduri istriku. Bersama Bagus, Maryati selalu terlihat begitu ceria dan bersemangat, bahkan tak jarang istriku itu memamerkan kemesraan mereka berdua ketika berada di dalam rumah. Entah apa maksudnya, bisa jadi Maryati ingin membalas semua tingkah mesumku selama ini, atau mungkin dia ingin menegaskan komitmen kami berdua untuk tidak melibatkan perasaan pada masing-masing pasangan sex kami.
Ketika membuka pintu kamar, aku melihat Maryati sedang tertelungkup di atas ranjang dalam keadaan telanjang bulat. Istriku itu asyik memainkan layar ponselnya, memilih lingerie di sebuah platform jual beli online. Maryati menoleh sebentar ke arahku, tersenyum sebelum kembali mengalihkan pandangannya pada layar ponsel.
"Gimana Mas? Enak sama Laras?" Tanya Maryati saat aku mengganti pakaian dan celana dari lemari.
"Hmmm...Lumayan. Tapi masih belum aku entotin kok." Jawabku santai. Setelah mengganti pakaian aku ikut merebahkan diri di atas ranjang. Maryati mengelus-elus rambutku yang mulai menipis.
"Loh kenapa Mas? Suaminya keburu dateng ya?" Tanya Maryati sekali lagi.
"Nggak, belum. Aku cuma ingin lebih lama bermain-main dengannya." Sahutku.
"Wah sepertinya dia berbeda ya? Sampai bikin kamu kayak gini."
"Mungkin." Jawabku singkat.
"Tapi inget Mas perjanjian kita, jangan sampai kamu melibatkan perasaan untuk urusan kayak gini." Kata Maryati mengingatkanku.
"Beres, kamu bisa pegang janjiku." Maryati kembali tersenyum kepadaku sebelum dia mengecup mesra keningku dan kembali sibuk memilih lingeri.
"Beli lingerie buat siapa?" Tanyaku penasaran.
"Ya buat aku lah Mas, buat siapa lagi?"
"Bukan, maksudku kok tumben beli lingerie lagi? Bagus yang minta ya?" Selidikku.
"Hihihihi, kamu kenapa sih Mas? Hayooo, udah mulai cemburu ya?" Goda Maryati seraya meletakkan ponselnya di atas meja yang berada di samping ranjang. Kini perhatiannya tercurah padaku seutuhnya, dia beranjak duduk, mengangkat kepalaku dan merebahkannya di atas pahanya yang padat.
"Nggak kok, cuma nanya aja." Kataku menyembunyikan perasaanku yang sesungguhnya.
"Mas..." Maryati mengelus pipiku dengan permukaan tangannya yang lembut. Nyaman sekali rasanya.
"Aku dan Bagus itu sama kayak kamu dengan Linda, Laras, atau wanita-wanita lain. Kami hanya sekedar bercinta, tidak lebih. Mas masih percaya sama aku kan?" Aku menatap mata istriku yang teduh, entah kenapa setiap kali melihat wajahnya kemarahanku segera mereda begitu saja. tenang luar biasa.
"He em..." Sahutku singkat.
"Kamu masih belum mau melihat Aku dan Bagus bercinta Mas?" Aku menggeleng lemah, pandanganku menyasar langit-langit kamar.
Berbeda dengan Maryati yang bisa melihatku bersetubuh dengan wanita lain, Aku memilih untuk tidak melakukannya ketika istriku dicumbu oleh Bagus. Aku takut jika nanti di tengah permainan mereka berdua emosiku kembali memuncak dan menghajar Bagus. Ya, setelah sekian lama tak sekalipun Aku melihat Maryati disetubuhi oleh pria lain. Saat mereka bedua bermesraan di dalam rumah, Aku memilih untuk pergi meninggalkan mereka berdua dalam kesenangan. Bagiku itu adalah jalan terbaik agar kami berdua bisa sama-sama saling menikmati kebebasan ini.
Jemari Maryati, merayap turun menyusuri dada, perut, lalu berheti tepat di atas kemaluanku. Tangannya kemudian menelusup masuk ke dalam celanaku, meremas penisku yang tadi sempat menyemprotkan sperma di wajah Laras. Aku mendesis lirih, Maryati makin menjadi, remasan jemarinya pelan tapi pasti berubah menjadi gerakan mengocok naik turun batangku.
"Eeemmcchhhhh..."
"Kenapa Mas? Enak ya...?" Goda Maryati sambil terus mengocok penisku yang pelan tapi pasti kembali menegang.
"I-Iyah... Enak..." Desisku lirih.
Maryati menggeser kepalaku yang sedari tadi menggunakan pahanya untuk bersandar. Tubuh istriku bergerak menuju selangkanganku, kepalanya makin mendekat, hingga pandanganku tertutup oleh permukaan vaginanya. Kocokan tangannya pada batang penisku masih berlanjut, tapi kali ini ditambahi jilatan dari lidahnya yang menyasar bagian kepala kemaluanku. Bibir tipisnya mengecup lembut penisku lalu menuruni hingga pangkal. Suaranya terdengar cukup kencang, mirip dengan orang yang sedang menjilati es krim.
Aku tak mau ketinggalan, mendaratkan ujung lidahku pada klitorisnya, sontak Maryati mendesah keenakan, gerakan lidahku naik dan turun bergerak menyusuri tiap jengkal permukaan vaginanya yang makin basah. Dengusan nafas berat terdengar saat Aku mengulum ujung klitorisnya lalu dilanjutkan dengan hisapan kencang.
"Aaauucchhhhh Masss...Eeemmccchhhh..."
Mulut Maryati kembali tersumpal penisku yang makin mengeras. Kepalanya naik turun, mengganti tugas tangannya yang tadi mengocok penisku. Aku merasakan penisku semakin basah dan hangat, namun itu belum berakhir karena Maryati sudah hapal kesukaannku. Ketika lidahku menjilati klitorisnya, dia membalas dengan memainkan ujung lidahnya pada lubang kencingku, tak ayal tubuhku menegang beberapa kali karena merasakan sensasi gilu dan linu secara bersamaan.
"Emmcchhhh...Kamu tadi habis ngencingin siapa Mas?" Tanya istriku di tengah kuluman mulutnya pada batang penisku.
"Aaachhhh...Ngencingin La-Laras...Eeemmcchhhh.." Jawabku tergagap karena mulutku masih dijejali vaginanya.
"Dasar kontol brengsek! Kontol nggak tau diri!"
PLAK!
PLAK!
PLAK!
"Aaacchhhhhh!!"
Aku meringis kesakitan karena Maryati menampar penisku dengan cukup keras. Namun selang beberapa waktu dia kembali membenamkan seluruh batang penisku ke dalam mulutnya, mengulum, menjilat, serta menghisapnya. Gerakan kepalanya naik turun makin cepat, sesekali dia meludahi ujung penisku dan mengocoknya kuat-kuat menggunakan tangan. Istriku memang suka permainan keras dan kasar seperti ini, jadi aku bisa maklum dan berusaha untuk menikmatinya meskipun tak jarang rasa sakit mendera beberapa bagian tubuhku, khususnya di bagian vital.
"Eeeemmcchhh...Eeemmcchhhh..."
Nafasku terasa berat karena pinggul Maryati menekan wajahku semakin kuat, membuatku kesulitan bernafas. Mulutku terasa penuh dengan vaginanya, lidahku mengais-ngais bagian dalamnya, membuat tubuhnya bergerak makin liar. Namun sepertinya ejakulasiku datang lebih dulu, Maryati tau karena batang penisku berdenyut kencang. Maka dia sedikit melonggarkan pinggulnya, menariknya sedikit ke bawah agar aku bisa mengambil nafas lebih banyak. Istriku kembali mengocok pusakaku, mengarahkan bagian kepala jamur itu pada mulutnya yang terbuka lebar.
"ARRGGHHHTTTTT!!!"
Lalu gelombang itu datang menerpaku, tubuhku mengejang hebat saat Maryati terus mengocok batang penisku dengan keras meskipun spermaku telah meluncur deras. Sertelah memastikan seluruh gelombang ejakulasiku berakhir, wanita itu kembali mengulum penisku, menjilati sisa-sisa sperma yang masih tertinggal di sana. Tak ayal hal itu membuatku kembali melenguh karena merasakan linu luar biasa.
"HAAAHHH...HAAAHHHH..."
"Tadi pasti sama Laras udah keluar banyak ya Mas?" Maryati masih menjilati ujung penisku, seolah tak acuh melihatku menahan rasa ngilu luar biasa.
"Lu-Lumayan..." sahutku lirih.
Maryati akhirnya melepaskan penisku, dia kembali berbalik badan dan mendekati wajahku. Aku bisa melihat mulutnya masih menampakkan ceceran sperma, tanpa rasa jijik Aku meraih kepalanya agar semakin mendekat sebelum aku melumat bibirnya. Kami saling berciuman, menjilat, bertukar lidah. Aku bahkan sampai bisa merasakan sisa spermaku sendiri. Malam itu kami tidur nyenyak sekali dalam keadaan telanjang dan saling berpelukan.
1651Please respect copyright.PENANAtQhAyTvs6t
BERSAMBUNG
Cerita ini sudah tersedia dalam format PDF FULL VERSION , KLIK LINK DI BIO PROFIL UNTUK MEMBACA VERSI LENGKAPNYA1651Please respect copyright.PENANAEhPCT61nat