Keesokan harinya di parkiran mobil rumah sakit.
"Bima, aku mau ngomong," ujar Tiara.
"Iya, apa Sayang," sahutnya lembut.
"Bisakan kita sembunyikan hubungan kita dulu," ujar Tiara lirih.
"Hahh! kenapa?" Bima tak menyukai perkataan Tiara.
"Aku hanya tak ingin orang bergosip tentang kita, kamu tau kan Reno kemaren sudah menyatakan perasaannya padaku di depan semua orang, jika tiba-tiba mereka tau aku berkencan denganmu, kamu tau kan apa yang akan mereka katakan," ujar wanita itu menjelaskan.
"Aku tidak peduli dengan mereka semua!" ujar pria itu acuh.
Tiara memegang tangan pria yang kini menjadi kekasihnya itu.
"Aku tau, kamu tidak akan peduli dengan mereka, tapi aku peduli denganmu, aku mohon dengarkan aku ya," ujar Tiara memohon.
Bima menghela nafas.
"Ya udah deh, tapi aku nggak suka kamu terlalu dekat sama Reno," ujar pria itu cemberut.
"Iya aku tau, aku akan menyelesaikan urusanku dengannya dulu."
Bima mengangguk.
Di ruangan Reno. Ia masuk dan mendapati seorang Suster di sana. Ia mengira itu Tiara.
"Pagi Tiara," sapa pria itu padanya.
Puput berbalik.
"Pagi Dokter," sahut Puput.
"Loh Puput, kok kamu di sini?" tanya Reno heran.
"Ehmm, Tiara udah kembali Dok, dan dia meminta bertukar lagi denganku," pungkas Puput.
"Hah! kenapa lagi dengan wanita itu!" bentak Reno ingin segera menemui Tiara.
"Dokter mau ke mana?" tanya Puput.
"Aku akan menemui Tiara," sahutnya.
"Dokter ada pasien yang harus segera ditangani, bertemulah dengannya setelah mengurus pasien ini Dok," pinta Puput.
Reno tak bisa berbuat apa-apa lagi.
Di ruangan Bima.
"Achhhh, akhirnya selesai juga semua pasienku hari ini, pegel banget ya, coba kalau ada yang mijitin, pasti enak," ucap Bima dengan suara keras agar Tiara mendengarnya.
Tiara mendatangi pria itu, dan memijat pundaknya.
"Apa kamu puas sekarang," ucap Tiara seraya memijat pundak pria itu.
"Ohh, sini, sini! ini juga pegel nih!" ujar Bima menunjuk mana tempat yang pegal.
Tiara menghela nafas. Mendadak Bima memutar kursi dan menghadap ke wanita itu. Bima langsung memeluk tubuh Tiara.
"Ohhh hangatnya," ucap Bima dengan manja.
"Apaan sih Bim, ntar ada yg lihat lo!" bantah Tiara seraya melepaskan pelukannya.
"Aku butuh lima menit aja, buat ngisi energiku, please," rengek Bima.
"Haestt, kamu ini." Tiara akhirnya mengalah.
Mendadak pintu ruangan itu di buka dan Tirta masuk ke dalam. Bima dengan cepat membalik kursi yang ia duduki dan memijat-mijat laptop. Sedangkan Tiara pura-pura mengelap jendela.
"Dokter! ehh, situasi canggung macam apa ini." Tirta bingung melihat gelagat mereka berdua.
"Ini Dok, dokumen pasien yang sudah masuk untuk bulan ini," ujar Tirta seraya berjalan mendekat.
"Kamu ya Tirta! bisa nggak, ketuk pintu dulu sebelum masuk!" bentak Bima merasa kesal.
"Tapi kan, biasanya aku tak perlu melakukan itu Dok," ucap Tirta heran.
"Mulai hari ini ya, siapapun itu, harus mengetuk pintu sebelum masuk,mengerti!" ujar Bima dengan nada keras.
"Mengerti Dok," sahut Tirta yang masih bingung.
Bima keluar meninggalkan ruangan itu.
"Haestt, hampir aja," gumam Bima mengelus dada sembari terus berjalan.
Di kantin, Puput dan Tiara duduk berdua.
"Ra, kenapa Bibi kamu tega banget, terus sekarang kamu tinggal di mana, apa perlu kamu tinggal di rumahku untuk sementara," pinta Puput yang tau temannya diusir dari rumah.
"Aku sudah mencari kontrakan kok, kamu nggak perlu khawatir," sahut Tiara.
"Oh gitu, kamu yang sabar ya Ra."
"Makasih ya Put."
Di ruangan Reno.
"Put, apa kamu tadi bertemu Tiara?" tanya pria itu padanya.
"Iya Dok."
"Bagaimana keadaannya sekarang, apa dia masih sedih karena kepergian Paman Arif?" tanya Reno.
"Bukan hanya itu Dok, Dokter tau nggak, Tiara kan udah diusir sama Bibinya."
"Apa!! lalu sekarang Tiara tinggal di mana?" tanya Reno.
"Dia bilang sudah mendapatkan kontrakan kok," sahut Puput.
Di koridor saat ingin pulang. Tiara dan Bima berjalan. Mendadak Reno menghalangi jalan mereka.
"Ra, bisa kita bicara sebentar?" pinta Reno.
"Ngomong aja di sini!" ucap Bima dengan ketus.
"Dokter Bima duluan aja, aku akan berbicara dengan Dokter Reno dulu," ujar Tiara.
"Tapi Ra --."
Tiara memberi isyarat lewat mata. Bima mengerti dan segera pergi meninggalkan mereka berdua.
Di taman.
"Kenapa kamu nggak bilang kalau kamu diusir sama Bibimu Ra?" tanya Reno.
"Aku hanya tak ingin membebani semua orang," sahut Tiara.
"Ayo kuantar pulang, aku akan berkata pada Bibimu." Reno menarik tangan wanita itu.
Tiara melepaskan tangan Reno.
"Percuma, Bibiku akan tetap membenciku, biarkan seperti ini, aku hanya perlu memberi uang setiap bulan padanya, makasih untuk bantuan Dokter selama ini," ujar Tiara.
"Lalu sekarang, di mana kamu tinggal?" tanya Reno penasaran.
"Aku sudah mendapatkan kontrakan kok, kamu nggak perlu khawatir."
"Kalau gitu kuantar kamu pulang." Reno memaksa.
"Nggak usah Dok, jalan di kontrakanku sulit dilewati mobil, aku pergi dulu ya," ucap wanita itu seraya beranjak pergi.
"Tapi Ra --."
Tiara meninggalkan pria yang masih mematung di sana. Tapi ia percaya Reno pasti akan mengikutinya. Ia mengirim pesan pada Bima.
(Pulanglah dulu, Reno sedang mengikutiku, aku harus mengecoh dia dulu, aku akan segera pulang, jangan marah ya) tulis Tiara.
"Gimana aku nggak marah, kamu lebih milik cowok itu di bandingkan aku, haaahhhh!" Bentak Bima karena emosi. Tapi ia hanya membalas pesan Tiara dengan berkata.
(Iya) jawab Bima.
Tiara berjalan menyusuri jalan kecil dan pura-pura masuk ke sebuah gedung kontrakan. Reno melihat itu dan langsung pergi berlalu.
"Achhh, syukurlah." Tiara segera mencari taxi dan pulang ke rumah Bima.
Sebelum pulang ia membeli beberapa kue cerry.
"Moga aja Bima nggak marah lagi," gumam wanita itu seraya menatap kotak kue di tangan.
Ia membuka pintu rumah besar itu dan menaruh kue itu di meja. Ia mendengar suara percikan air dari kamar mandi.
"Kurasa dia sedang mandi," gumam Tiara.
Tak berapa lama Bima keluar dengan bertelanjang dada. Pria itu hanya menutupi bagian bawah tubuhnya. Tiara menatap badan pria itu yang sangat kekar. Lekukan tubuhnya sangat sempurna. Rambut pria itu terlihat basah dan membuat Tiara bergairah. Tiara menelan ludah dan menggigit bibir bawahnya seraya menahan perasaan itu.
Bima mengusap-usap rambut yang basah menggunakan handuk.
"Kamu sudah pulang?" tanya pria itu mengangetkan lamunan Tiara.
"Ehh iya, baru aja," sahut Tiara.
"Bawa apa kamu?" Bima berjalan mendekati wanita itu. Bau tubuh pria itu begitu harum. Tiara sangat ingin memakannya.
Ia menggelengkan kepala. "Haestt mikir apa aku ini," gumam Tiara.
"Ini kue cerry, ku harap kamu menyukainya, ini permintaan maafku karena nyuruh kamu pulang duluan," ucap Tiara dengan manja.
"Ehmm, iya-iya," sahut Bima.
Tiara menggigit buah cerry yang ada di atas kue itu. Belum sempat ia menelannya, Bima ikut menggigit buah itu dan mengambilnya dari bibir Tiara. Tiara kaget lalu diam dan terpaku.
"Hemm, manissnya," ujar Bima seraya mengusap bekas cerry di bibir.
"Bimaa!!!" teriak Tiara.
"Kurasa, sudah saatnya menghukummu karena kesalahanmu hari ini," ucap Bima menatap Tiara dengan tajam.
"Hahhh, apa lagi, bukankah kamu bilang sudah memaafkanku," bantah Tiara tak terima.
Bima langsung mengangkat tubuh Tiara yang ringan.
"Mau ngapain kamu Bim, turunin nggak!!" Tiara memberontak.
Bima membaringkan tubuhnya di ranjang. Dan langsung menghujani wanita itu dengan ciuman. Tiara menatap Bima yang berada tepat di atasnya. Ia memegang dada Bima yang kekar. Ia mendesah seolah menerima perlakuan Bima. Bima mulai membuka kancing baju Tiara satu per satu.
Lalu Tiara melingkarkan tangan ke leher pria itu dan menariknya untuk mencium bibir pria itu. Bima mencium leher wanita yang di cintainya itu lalu mencium bibir Tiara lagi dengan mesra.
385Please respect copyright.PENANAHPMeAMfOcI