Sudah diputuskan tim Dokter Reno dan Dokter Bima yang akan mengoperasi Arif. Di dalam ruang operasi mereka semua tampak sibuk. Tiara beberapa kali membasuh keringat Bima yang bercucuran. Reno sangat kesal melihatnya.
Lima jam kemudian. Operasi akhirnya selesai, mereka semua keluar dari ruangan itu.
Juna yang berdiri di sana. Merasakan berkas yang ia pegang tiba-tiba terbakar.
"Apa ini! kenapa bisa seperti ini!" ucap Juna sang malaikat maut seraya bingung.
Lalu ia pun lenyap dan menghilang dari sana.
Di luar rumah sakit. Juna berdiri dan masih memikirkan hal tadi. Anji datang menghampirinya.
"Loh, kok kamu di sini Jun, arwah orang itu mana?" tanya Anji.
"Sialan, berkas aku juga kebakar," umpat Juna.
"Serius kamu! wah, kok bisa sama yang aku alami ya, aneh banget," sahut Anji.
"Aku juga penasaran." Juna menatap rumah sakit yang besar itu.
"Jika pimpinan sampai tau,apa yang akan dia lakukan ya?" tanya Anji.
"Entahlah kita harus menunggu."
Keadaan Arif sekarang sudah lebih baik. Ia sudah melewati masa kritis dan bisa kembali ke ruang inap. Istri dan anaknya senantiasa menjaganya. Tiara dengan perlahan mendatangi pria itu. Ia mencari-cari ke sana ke mari melihat ke mana perginya asap hitam itu. Sari heran melihat tingkahnya.
"Apa yang kamu cari Tiara?" tanya Sari.
"Oh, nggak ada kok Bi, gimana keadaan Paman sekarang?" tanya Tiara.
"Syukurlah, kata Dokter Reno keadaannya makin membaik."
Tiara tersenyum mendengar ucapan wanita itu.
Tiara berlari kegirangan. Di dalam hatinya ia sangat bahagia. Ia segera masuk ke ruangan Bima. Ia melihat Bima berdiri di samping jendela. Tanpa berkata apapun Tiara langsung berlari memeluk pria bertubuh tinggi itu. Bima terkejut dan menenggadahkan tangannya ke atas.
"Tiara," ucapnya kaget.
"Makasih ya Dok, aku seneng banget, makasih atas bantuannya." Tiara masih mendekap Bima dengan erat.
Bima lalu perlahan menurunkan tangan dan menepuk bahu Tiara.
Reno sedang berjalan ke arah ruangan Bima karena akan menyerahkan berkas pasien. Melihat mereka berpelukan, Reno kesal dan meremas berkas itu. Ia pun mengurungkan niatnya.
Di rumah Bima.
ia tersenyum sendiri sambil menatap langit-langit. Ia membayangkan saat Tiara memeluknya tadi.
"Achhh manisnya, kenapa dia selalu membuat jantungku berdetak kencang ya," gumam Bima dan masih meringis.
Ia memeluk guling yang ada di sampingnya.
"Apa benar aku menyukaimu?" Ia bertanya pada guling itu.
Keesokan harinya. Saat Bima masuk ke ruangan kerjanya.
"Pagi Tiara," ucapnya sumringah.
"Pagi Dokter Bima," sahut Puput.
Bima kaget karena melihat Puput di sana.
"Puput, kok kamu di sini?" tanya Bima heran.
"Ehmm, sebenernya aku sama Tiara udah tukeran tempat Dok," jawab Puput.
"Apaaaa!" Bima terkejut.
Ia bergegas pergi ke ruangan Reno Ia langsung masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu, membuat Tiara dan Reno kaget.
"Bima! bisa sopan nggak, ini ruanganku?" bentak Reno.
"Bukankah dulu kamu juga pernah nggak sopan masuk ke ruanganku." Bima menatap Tiara dengan tajam.
"Mau apa kamu ke sini?" tanya Reno lagi.
"Aku akan mengambil Tiara kembali." Bima menarik tangan Tiara.
"Berhenti Dokter Bima," ucap Tiara.
Bima menghentikan langkahnya dan menatap Tiara.
"Aku sendiri yang ingin pergi ke tempat ini, jadi aku tak mau mengikutimu, Dok," ucap Tiara.
Reno tersenyum sinis mendengar ucapan Tiara.
"Maksud kamu apa? bukannya kamu dulu nggak mau ketika Reno mengajakmu bertukar, lalu kenapa mendadak kamu berubah?" Bima masih bingung dengan ucapan Tiara.
Tiara merunduk.
"Oh aku tau, pasti dia ngancem kamu kan?" Bima menunjuk ke Reno.
"Bukan karena Dokter Reno, jangan salahkan dia, aku hanya nggak betah bekerja denganmu Dok, kamu terlalu kolot dan kasar," ucap Tiara padanya.
"Hahhhh! kolot dan kasar, apa kamu baru mengenalku, bukannya selama ini kamu bisa menerima kekuranganku," ucap Bima tak terima dengan ucapan Tiara.
"Sudah Bima, keluar dari ruanganku, jangan bikin keributan,atau kupanggil security," ancam Reno.
Bima masih menatap Tiara yang sedari tadi merunduk. Beberapa security datang ingin membawa Bima.
"Lepasin aku! aku bisa jalan sendiri!" bentak Bima dan menghempaskan tangan mereka lalu pergi dari ruangan itu.
Tiara berpaling dan menahan tangisnya.
Ia ingat saat itu. Di sebuah ruangan, tampak Tiara dan Reno berbicara.
"Dok, tolong yakin kan Bibiku, karena dia hanya mendengar kata-kata Dokter, aku akan melakukan apapun untukmu Dok, aku janji, tapi selamatkan pamanku," ucap Tiara memelas.
"Baiklah, aku akan berbicara pada Bibimu, tapi sebagai gantinya, kamu harus menjadi Suster pendampingku, bertukarlah dengan Puput," ujar Reno.
Tiara diam sejenak.
"Baiklah Dok, aku akan menurutimu."
Di ruangan Bima.
"Apa dia sudah gila, apa yang dia pikirkan, baru saja kemaren dia begitu baik padaku, sekarang apa, hahhh!" Bima menggerutu karena sangat kesal.
Beberapa hari kemudian. Arif sudah pulih dan bisa pulang ke rumah. Reno dan Tiara mengantar mereka.
"Terima kasih ya Nak Reno," ucap Arif.
"Iya Om, tolong jaga kesehatan ya, jangan banyak bergerak dulu," pinta Reno.
"Ayo mampir Nak Reno, Tante akan memasak makan malam," ucap Sari.
"Sepertinya lain kali saja Tante, saya harus menjemput ibu saya di bandara, hari ini beliau pulang," jawab Reno.
"Oh baiklah, hati-hati di jalan ya," pinta Sari.
"Iya Tante."
Tiara mengantarkan Reno sampai ke gerbang.
"Sampai ketemu besok Ra," ujar Reno.
"Iya Dok."
Saat Bima sedang mandi dan mengguyur seluruh tubuhnya. Ia mendapat penglihatan tentang Tiara.
Tiara terlihat duduk bersama Reno di sebuah restoran yang cukup mewah. Reno memegang tangan Tiara dan berkata.
"Aku selalu menyukaimu Tiara, dan hanya kamu yang ada di hatiku," ucap Reno.
Bima mematikan air showernya.
"Haesttt! ada apa lagi ini," gumamnya merasa kesal.
315Please respect copyright.PENANABPBa6SZz6f