Tiara berjalan menuju ke rumah sakit. Orang-orang di sekitar menatapnya. karena di musim dingin seperti ini, wanita itu malah memakai kacamata hitam yang sangat besar. Padahal matahari tidak begitu panas.
Ia melepaskan kacamata itu. Tampak orang lalu-lalang. Dan sebagian dari mereka mempunyai asap hitam di belakang badannya. Sejak Tiara bangun dari koma selama setahun dulu. Ia bisa melihat asap hitam itu. Dulu ia berfikir itu adalah hantu. Setelah ia menyelidiki, ternyata asap itu adalah malaikat maut.
Di mana ketika seorang manusia diikuti oleh asap hitam itu. Kehidupan mereka tidak akan lama lagi. Bisa hanya beberapa hari, atau beberapa jam saja. Tergantung dari cara mereka meninggal. Tapi asap itu tidak pernah mengganggunya. Jadi Tiara mengabaikannya saja.
Ia mulai memasuki bangunan bercat putih itu. Nampak banyak sekali orang yang berjalan ke sana ke mari. Ada sebagian orang yang juga diikuti oleh asap hitam seperti sebelumnya.
Dari kejauhan Tirta mengenali Tiara.
"Ahh, itu dia, Suster pendamping yang baru," ucap Tirta seraya melangkah menemui Tiara.
"Eh Tir, tunggu deh! taruhan yuk, aku yakin tuh Suster pasti nggak betah ama Dokter Bima," ucap Aldi yang juga ada bersamanya.
"Kamu mau taruhan berapa?" tanya Tirta.
"500 dong," jawab Aldi.
"Yakin kamu! awas kalau kalah terus nangis, kugampar kamu," ancam Tirta.
"Iya-iya, jadi taruhan ya."
"Ok, siapa takut, aku akan pastiin tuh Suster bisa bertahan lama," ujar Tirta bersemangat.
Tirta mengejutkan Tiara.
"Kamu Tiara kan?"
"Eh, iya Dok."
"Ayo ikut aku."
Mereka masuk ke ruangan Dokter Bima.
"Karena Dokter Bima berangkat jam 8, jadi kamu harus datang sebelum dia ya, ini yang harus kamu lakuin, siapin kopi expresso buat dia, ganti sprei kasur ini ya, terus steril barang-barang ini, siram kembangnya, dan yang terpenting, cek jadwal pasien per hari siapa saja, ok!" ujar Tirta menjelaskan pada wanita itu.
"Ok Dok," ucap Tiara seraya tersenyum.
"Ya udah, kamu bisa mulai bekerja, aku tinggal dulu ya, ada apa-apa kamu bisa tanya ke aku."
"Baik Dok."
Tirta meninggalkan ruangan itu. Dan Tiara melakukan apa yang disuruh tadi. Ia membuat kopi dan mengganti sprei. Saat itu, ia menutup tirai kamar pasien di sana.
Dari arah luar. Bima tampak terburu-buru. Lalu masuk ke ruangan dan mengunci pintunya.
"Gini nih! kalau cowok udah mau kepala tiga, terus belum punya istri, bawaannya selalu lupa, mana lupa nggak pakai celana dalam lagi! ke mana ya celanaku kemaren." Bima merogoh ke laci kecil di bawah meja untuk mengambil celana dalam.
Ia dengan segera melorotkan celana yang ia pakai dan ingin memakai celana dalam, mendadak Tiara membuka tirai kamar itu dan terkejut, melihat Bima tidak memakai celana.
"Archhhhhhh!!!" Tiara berteriak dan menutup matanya.
"Archhhhhhh!!!" Bima ikut berteriak dan buru-buru memakai celana lagi.
"Maaf Dok, aku nggak tau kalau Dokter sudah datang," ucap Tiara yang masih menutup matanya.
"Kamu siapa ha! berani-beraninya masuk ruanganku!" bentak Bima.
Tiara menatap pria itu.
"Aku Suster pendamping yang baru Dok," jawabnya.
"Tunggu! wajah kamu nampak tak asing," ucap Bima seraya mengingat-ingat.
Bima berfikir.
"Hahh! kamu kan wanita itu." Bima ingat bahwa Tiara adalah wanita yang selalu berada dimimpinya.
"Maksudnya Dok?" tanya Tiara bingung.
Bima keluar memanggil Tirta. Lalu saat pria itu datang.
"Apa yang kamu lakukan? siapa yang menyuruh dia kerja di ruanganku!" bentak Bima pada pria itu.
"Bukannya kemaren, Dokter sendiri yang mengatakan, aku boleh memilih siapapun," bantah Tirta.
"Iyaaa, tapi bukan dia." Bima menatap Tiara dengan sinis.
"Hahhh!" gumam Tiara seraya cemberut.
(Aku nggak akan ngebiarin kamu ngusir aku gitu aja dari sini, susah-susah aku ke tempat ini, enak aja main pecat) ucap Tiara dalam hati.
"Dokter Tirta, apa di ruangan ini ada cctv, aku mau melaporkan sesuatu," ucap Tiara tiba-tiba.
Bima tau maksudnya. Ia mendekati Tiara dan berbisik.
"Apa yang mau kamu lakukan ha! apa kamu sudah gila," umpat pria itu.
"Aku ingin mereka semua tau, apa yang aku alami tadi." Tiara melirik pada pria yang beralis tebal itu.
"Haesttt! kamu ini." Bima tampak tak bisa mengelak.
"Iya Tiara, apa yang ingin kamu laporkan?" tanya Tirta lagi.
"Eh Tirta, bukannya kamu masih sibuk, udah sana! balik ke tempat kamu!" pinta Bima padanya.
"Loh, bukannya Dokter yang manggil aku tadi."
"Udah nggak jadi, pergi sana," usir Bima seraya mendorong tubuh Tirta pergi.
"Lalu Tiara bagaimana?" tanya Tirta.
"Udah! biar aku aja yang urus, pergi sana!"
Tirta pergi dengan perasaan aneh.
Bima duduk di meja kerjanya.
"Duduk kamu!" bentaknya pada wanita itu.
Tiara duduk tepat di depan pria itu.
"Mau kamu apa sih?" tanya Bima.
"Aku mau kerja di sini Dok."
"Memangnya kamu sanggup, aku bukan orang yang mudah, aku tak seperti Dokter lain," jelas Bima.
"Aku akan mencobanya," jawab Tiara tak mau kalah.
"Tapi ada syaratnya?"
"Apa itu Dok?"
"Jangan ceritakan pada siapapun, tentang hari ini, kalau tidak ..., aku akan langsung memecatmu," ancamnya.
"Siap Dok!" Tiara tersenyum sinis.
"Kembalilah bekerja."
"Baik Dok," sahut wanita itu dengan senyuman di wajahnya.
357Please respect copyright.PENANA1p6d4HHnec
ns 15.158.61.54da2