Saat pagi. Seperti biasa Bima bangun lebih awal. Ia segera membuat sarapan untuk kekasihnya yang masih tertidur lelap. Lalu ia membangunkan wanita itu.
"Sayang udah pagi nih, bangun yuk!" ujar Bima seraya mengecup pipi Tiara.
Tiara menggeliat dan membuka mata perlahan. Ia melihat Bima sudah berada di depannya. Tapi ia langsung sesak nafas karena melihat asap hitam yang berada di belakang tubuh Bima.
"Tiara, kamu kenapa?" Bima mulai cemas.
Tiara perlahan mengatur nafasnya lagi.
"Bisa ambilkan aku air Bim," pinta wanita itu.
"Iya, tunggu sebentar." Bima segera pergi mengambil air.
Tiara menangis tersedu-sedu. Ia bingung harus berbuat apa. Kenapa mendadak asap itu ada di belakang Bima.
"Ini Sayang minum dulu," ucap Bima seraya menyodorkan segelas air.
Tiara meminum air itu.
"Kamu sebenarnya kenapa, tiba-tiba kok sesak nafas gitu?"
Tiara tak berkata apa-apa. Dan langsung memeluk pria itu dengan erat.
"Duhh kenapa ini, masak pagi-pagi minta jatah," ejek Bima.
Tiara tertawa kecil mendengar perkataan pria itu.
"Bimaa!!"
"Dari cara manggil, kayaknya bener minta nih, sini-sini." Bima ingin mencium wanita itu, tapi Tiara langsung menutup bibir.
"Aku belum sikat gigi ah." Tiara pergi meningalkan pria itu.
"Cepetan keluar, aku tunggu di meja makan ya Sayang," pinta Bima.
"Iyaaa," sahut Tiara.
Tiara duduk tersungkur di bawah wastafel. Ia menahan suara tangisnya. Tapi air matanya terus saja mengalir.
Di dalam mobil Bima.
Saat pria itu menyetir. Bima mendapat penglihatan. Reno menabraknya dengan mobil hingga ia terluka parah, Tiara datang dan menangis.
"Kenapa bisa seperti ini, kenapa!!" Tiara menangis seraya memeluk Bima yang berlumuran darah.
Bima mendadak mengerem mobil.
"Kenapa bim?" tanya Tiara.
Bima menatap wanita itu.
"Ra, apa kamu sekarang melihat asap hitam di belakangku?" tanya Bima tiba-tiba.
Tiara tak bisa menjawab pertanyaan itu. Ia pun tak bisa berbohong di depan Bima. Ia hanya menangis dan menutupi wajahnya.
Di sebuah taman.
"Ra, udah dong nangisnya, lihat mata kamu lebam gini jadinya," bujuk Bima pada Tiara.
"Aku bisa apa Bim, aku nggak mau kamu ninggalin aku seperti ini, di saat aku benar-benar mencintaimu, aku tak bisa hidup tanpamu Bim," isak wanita itu.
"Tiara, kamu kan tau, kita tak bisa mengubah takdir yang sudah di gariskan, tapi aku akan berusaha, supaya aku bisa mengulur waktu kematianku," jelas Bima.
"Aku tak ingin mendengarnya, jangan katakan kematian di depanku, aku tak ingin kamu mati Bim!" bentak Tiara.
"Iya-iya Sayang," sahut Bima.
"Tadi saat kamu di mobil, kenapa kamu bisa tau kalau ada asap hitam di belakangmu?" tanya Tiara.
"Aku mendapatkan penglihatan, aku akan mati di tangan Reno," ujar Bima.
"Apaaa!!" Tiara berteriak lalu berdiri.
"Nggak mungkin, Reno bukan orang sejahat itu." Tiara masih tak percaya.
"Ra, apakah kamu tau kalau karena cinta seseorang yang baik bisa menjadi jahat, begitu pun sebaliknya," ujar Bima.
Tiara menggeleng dan meneteskan air mata lagi.
"Aku akan berbicara pada Reno," ucap Tiara.
"Tidak Ra, biar aku saja, kamu malah akan memprovokasinya," bantah Bima.
"Tapi, jika dia melukaimu bagaimana?" tanya Tiara.
Bima menarik tangan Tiara dan memeluk wanita itu.
"Percayalah padaku, aku akan memastikan Reno tak membunuhku."
Tiara mengangguk dan membelai rambut pria itu.
***
Bima pergi ke rumah Reno. Bel rumahnya berbunyi dan pria itu membuka pintu rumah.
"Berani kamu datang ke sini ha!" Reno segera mencengkram kerah baju pria yang dibencinya itu.
"Apa seperti ini perlakuanmu pada seorang tamu," ujar Bima.
Reno melepaskan cengkramannya dan masuk ke dalam rumah. Bima mengikuti pria itu.
"Apa maumu?" bentak Reno.
Mendadak Bima berlutut di depan pria itu, Reno tampak bingung.
"Apa-apaan nih!" bentak Reno.
"Kamu boleh memukulku, menghajarku, atau apapun itu, tapi aku mohon, jangan membunuhku, aku mohon," isak pria itu.
"Sialannnn! apa lagi yang kamu mainkan." Reno mengampiri pria itu dan memukulinya beberapa kali.
Bima tak membalas perlakuan itu sedikit pun.
"Ayo balas, bangun kamu!" teriak Reno.
Bima menangis memohon ampun.
"Aku hanya mempunyai sedikit waktu sebelum kematianku, dan aku ingin menghabiskan sisa waktuku itu bersama orang yang kucintai," isak Bima.
"Hahhhh! omongan macam apa ini, pergi kamu dari rumahku." Reno mengusir pria itu.
Bima pergi dengan luka-luka di wajahnya.
Juna masih mengikuti pria itu. Mendadak berkas yang ia bawa terbakar dengan sendirinya.
"Lagi-lagi, hahh! seolah pria ini tau akan takdirnya sendiri." Juna akhirnya menghilang tanpa jejak.
Tiara menunggu di rumah Bima dengan penuh harap. Ia mondar-mandir merasa cemas. Bima akhirnya datang. Tiara melihat pria itu keluar dari mobil dan asap hitam di belakang tubuhnya sudah tidak ada.
Tiara tersenyum dan berlari ke arah pria itu.
"Kamu berhasil Bim, asap itu hilang." Tiara sangat senang.
"Benarkah Ra! kamu sudah tak bisa melihatnya?" tanya Bima.
Tiara mengangguk.
"Oh syukurlah." Mereka saling berpelukan.
Di kamar.
"Lalu apa rencana kita selanjutnya?" Bima bertanya pada Tiara.
"Aku ingin segera menikah denganmu," sahut Tiara tanpa basa-basi.
"Tiaraa!! harusnya aku yang ngomong kayak gitu ke kamu," bantah Bima.
"Kamu kelamaan sih," ujar Tiara seraya cemberut.
"Iya-iya, maukah kamu menikah denganku?" pinta Bima.
Tiara tersenyum dan mengangguk.
"Mauu!" Tiara merangkul pundak pria itu dan langsung mencium bibir manisnya.
"Kenapa kamu bersemangat sekali hari ini," sahut Bima yang kaget tiba-tiba di cium.
"Aku kangen," ujar Tiara manja.
"Bukannya kita tiap hari ketemu ya," bantah Bima.
Tiara cemberut.
"Duh manisnya kalau lagi cemberut," ujar Bima seraya mengecup bibir kekasihnya itu.
Tiara tersenyum. Bima menghujani wanita itu dengan beberapa ciuman. Bima mendorong tubuh Tiara ke pinggir tembok dan masih menciumnya. Tiara meremas rambut Bima dan ikut mencium pria itu juga.
Tiara berbaring di lengan Bima.
"Sayang kita mau bulan madu ke mana?" tanya Tiara tiba-tiba.
"Kamu maunya ke mana Sayang?"
"Ehmm, aku pengen ke Barcelona, ada banyak tempat yang indah di sana," ujar Tiara.
"Hem baiklah kita akan ke sana," sahut Bima.
"Horeee! makasih ya Sayang," ujar Tiara seraya mengecup pipi Bima.
***
Di kantin rumah sakit. Tiara dan Puput duduk bersama. Tiara tampak menjelaskan suatu hal pada Puput.
"Jadi selama ini kamu sudah berkencan dengan Dokter Bima?" Puput bertanya.
"Iya."
"Wahhhhn teman macam apa kamu ini!" bentaknya.
"Maaf ya Put," ucap Tiara lirih.
"Tapi kenapa kamu bilang, waktu kalian tinggal sedikit?" tanya Puput.
Tiara merunduk dan meneteskan air mata.
"Karena aku melihat asap hitam itu mengikuti Dokter Bima," ucapnya mengagetkan Puput.
"Apaaa!! serius kamu Ra? Dokter Bima itu masih muda dan sangat sehat, bagaimana bisa?" ujar Puput tak percaya.
"Umur seseorang siapa yang tau Put, Tuhan pasti punya rencana untuknya," sahut Tiara lirih.
"Lalu apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?"
"Kami akan segera menikah Put, dalam waktu dekat ini," sahut Tiara.
"Secepat itu!"
"Aku ingin membuatnya bahagia, setidaknya dalam waktu yang sedikit ini," ucap Tiara.
"Kamu yang sabar ya Ra." Puput memeluk temannya itu.
***
Beberapa hari kemudian. Tirta tampak berlari-lari. Ia memegang dokumen di tangan. Wajahnya tampak ketakutan.
Puput sudah mengumpulkan beberapa orang di ruang diskusi. Termasuk Intan dan Aldi. Puput menceritakan perihal Tiara dan Bima. Mereka semua ikut terkejut.
"Aku memang sudah tau mereka berkencan, tapi aku tidak pernah tau kalau Bima akan segera meninggal, omong kosong macam apa ini!" Intan tak terima.
"Dokter Intan, anda akan segera tau nanti, kenapa aku berbicara seperti itu," sahut Puput.
Mendadak Tirta masuk ke ruangan itu dan mengagetkan yang lain.
"Gilaaa! nggak bisa dipercaya, lihat apa yang aku dapatkan hari ini," ucap Tirta seraya menaruh sebuah dokumen di meja.
Itu adalah hasil tes kesehatan Bima beberapa hari yang lalu.
"Apaaa!!, leukimia, nggak mungkin, pasti ada kesalahan!" bentak Intan yang masih tak ingin percaya.
"Apa yang aku lihat ini benar? kenapa Dokter Bima mendadak mengidap penyakit itu?" tanya Aldi yang juga ikut bingung.
"Kalian juga nggak percaya kan?" tanya Tirta.
"Itulah kuasa Tuhan, percaya tidak percaya, itulah yang kalian lihat," ujar Puput menimpali ucapan mereka semua.
Mereka tampak murung dan merenung.
361Please respect copyright.PENANAPhQ8aAFT2L
361Please respect copyright.PENANA5y2VGzmN3T
361Please respect copyright.PENANAmWqhCj9C03
361Please respect copyright.PENANAqzBkhhbHgt
ns 15.158.61.44da2