Berikut ini adalah kisah hidupku yang penuh dilumuri nafsu seks. Gara-gara menghindari guna-guna seksual majikanku, aku malah terjerumus jadi pemuas nafsu mbah dukun.
3787Please respect copyright.PENANAt9HdKyd4Ue
Sejak suamiku meninggal karena sakit pada akhir Oktober 1994, aku tinggal di rumah sendirian. Kedua anak kami, Basuki dan Nina, telah dua tahun ini bekerja di Jakarta setelah lulus SMA-nya. Sewaktu ayahnya meninggal, praktis mereka hanya satu minggu tinggal di rumah menemaniku. Setelah itu mereka harus kembali bekerja karena izin cutinya habis. Ya, bagaimana pun kesedihan tak boleh berlarut-larut. Satu minggu cukuplah sudah menangisi kepergian orang yang sangat kami cintai itu. Selanjutnya kami kembali harus berjuang mempertahankan hidup, mengisi perut.
3787Please respect copyright.PENANAbBqqNQDO2h
Kami tergolong keluarga kurang mampu. Suamiku yang bekerja sebagai makelar tidak setiap hari membawa hasil. Ia jadi makelar apa saja. Dari sepeda motor, mobil, rumah, tanah bahkan kalau perlu jual sepeda sekalipun. Prinsipnya, yang penting halal dan menghasilkan. Aku kagum oleh semangat kerja dan keuletannya. Dan hasilnya tidak mengecewakan, terbukti dengan berhasilnya kedua anak kami menyelesaikan studi di SMA. Tidak sia-sia hasil jerih payah suamiku yang hanya lulusan SMP itu. Aku, yang SMP pun tidak lulus, hanya mendukungnya dengan sepandai mungkin mengatur keuangan keluarga sejak kami menikah sekitar 20 tahun yang lalu.
3787Please respect copyright.PENANALcToa7Ptml
Waktu naik ke pelaminan, usiaku masih 18 tahun, sedangkan suami sudah 25 tahun. Sementara itu, aku sendiri juga tidak mau diam menganggur di rumah. Aku jadi buruh cuci pada keluarga-keluarga yang memerlukan. Kadang cucian kubawa ke rumah, tidak jarang pula aku harus mencuci di rumah pelangganku. Gabungan penghasilan kami cukuplah untuk kehidupan sehari-hari dan menyekolahkan Basuki dan Nina meski hanya sampai SMA. Bersyukur pula kami dikaruniai dua anak yang penuh pengertian. Yang tidak menuntut studi terlalu tinggi mengingat ketiadaan biaya.
3787Please respect copyright.PENANAYslkOjgGWc
“Kami akan bekerja dulu mengumpulkan uang, Bu. Nanti kalau ingin kuliah akan kami biayai sendiri,” kata kedua anakku membuat hatiku terharu sewaktu melepas keberangkatan mereka bekerja di Tangerang.
Basuki bekerja menjadi buruh pabrik sepatu, sementara Nina yang dijemputnya setelah lulus SMA tahun berikutnya bekerja jadi karyawati di salah satu supermarket. Untuk menghemat biaya mereka tinggal di satu kamar kos kecil di perkampungan Tangerang yang sewanya 50 ribu rupiah per bulan. Bila ada rejeki dan waktu senggang mereka jalan-jalan ke Jakarta yang jaraknya tidak terlalu jauh.
3787Please respect copyright.PENANA5VYmq6mwo3
Suatu malam, beberapa minggu setelah peringatan seratus hari meninggalnya suamiku, mendadak aku terbangun dari tidur. Udara kurasakan panas sekali saat itu. Padahal jam weaker waktu itu baru menunjukkan pukul satu dini hari lewat beberapa menit, namun panasnya serasa kalau kita berdiri di jalan raya pukul 12 siang. Keringatku berleleran di seluruh tubuh. Daster tidurku rasanya sudah basah kuyup dan bisa diperas. Meski aku tinggal di perkampungan padat penduduk, tapi tidak pernah udaranya sepanas ini. Terpaksa daster kulepas dan kukeringkan tubuhku dengan handuk sebelum mengenakan daster baru. Namun sebentar saja tubuhku sudah basah lagi oleh keringat.
3787Please respect copyright.PENANAtzobb3w9HH
Jendela kamar kubuka supaya udara masuk. Ini pun tidak menolong, karena rumahku yang kecil berada di sela-sela rumah besar lainnya yang bertembok rapat. Tidak banyak angin yang masuk melalui jendela. Akhirnya, setelah jendela kututup kembali, kuputuskan keluar rumah. Kututup pintu perlahan di belakangku tanpa menguncinya. Kuperhatikan sekitar, malu kalau ketahuan malam-malam seperti ini keluar rumah karena aku wanita.
3787Please respect copyright.PENANANJ0XmB6YH6
Mendadak, seperti ada yang menarikku, kakiku melangkah meninggalkan rumah. Aku yang semula hanya ingin berangin-angin di depan rumah tidak kuasa menahan kakiku yang berjalan dan terus berjalan melewati jalan-jalan kecil berkelok-kelok. Beberapa rumah tetangga sudah terlewati. Hatiku menyatakan ingin berhenti dan pulang ke rumah, namun pikiranku seperti kosong dan terus mengikuti kemana kaki melangkah. Akhirnya setelah beberapa puluh meter berjalan, aku sampai di depan rumah Pak Kosim, pria berusia 50 tahunan. Selama ini keluarganya juga menyuruhku membantu mencuci pakaian.
3787Please respect copyright.PENANA1cLKQY9aXb
Tidak lama aku berdiri, pintu rumah Pak Kosim terbuka dan nampak pria itu menyambut kedatanganku.
“Silakan masuk Surti,” langsung saja Pak Kosim mempersilakanku masuk ke rumahnya.
Entah kenapa, aku pun tidak canggung lagi melangkah masuk. Setelah menutup dan mengunci pintu, Pak Kosim menuntunku ke dalam. Kemudian aku tahu, karena sudah sering memasuki rumah ini, bahwa kami sedang menuju ke kamar Pak Kosim. Pintu kamar dibuka dan di dalamnya kosong.
“Kemana Bu Kosim?” hatiku bertanya.
Gilanya aku menurut saja ketika tanganku ditarik Pak Kosim memasuki kamar itu dan dibimbingnya ke tempat tidur.
3787Please respect copyright.PENANAwaNknUev5Z
“Ini diminum dulu, Sur.”
Entah kapan dibuat, ternyata di kamarnya sudah tersedia segelas air teh yang sepertinya memang disediakan untukku. Aku yang kepanasan segera meminumnya habis.
“Tolong pijiti aku, Sur,” pinta Pak Kosim lalu membuka kaos yang dikenakan dan merebahkan diri ke ranjang.
Seperti terhipnotis, aku yang seumur hidup belum pernah memijati orang lain selain suamiku, segera saja melaksanakan perintah itu. Gila! Mulutku pun rasanya kelu untuk berkata-kata menanyakan kejanggalan ini. Sementara tanganku terus sibuk memijat.
3787Please respect copyright.PENANANZJR4CwMtJ
“Kamu kepanasan ya, Sur? Keringatmu sampai keluar banyak sekali?” Pak Kosim melihatku sambil membalik tubuhnya jadi telentang.
Aku hanya mengangguk. Tubuhku memang rasanya bertambah panas saja.
“Buka saja dastermu kalau panas..” ucapnya lagi sambil bangkit dan berupaya membantuku membuka daster.
Herannya, aku yang tetap yakin ada yang tidak beres, tidak menolaknya. Malahan diam saja ketika Pak Kosim tidak hanya membuka dasterku, namun juga seluruh yang melekat di tubuhku. Lalu membaringkanku ke ranjangnya, dan ganti dia yang memijatiku. Sebentar kemudian kurasakan tubuhku sudah digelutinya.
3787Please respect copyright.PENANAQNFkDEoXAE
“Ini perzinahan!” teriak bathinku.
Tapi lagi-lagi semua nuraniku melayang entah kemana. Tambahan lagi aku yang sudah berbulan-bulan “puasa” dari nafkah bathin mendadak merasakan desakan kebutuhan itu meletup-letup. Seperti kesetanan aku pun melayani kegilaan Pak Kosim. Tubuh kami pun segera mandi keringat.
3787Please respect copyright.PENANAgAcQWTlOKQ
Aku tersadar ketika tubuhku digoyang-goyangkan.
“Bangun, Mbak. Bangun..!” samar-samar kudengar suara beberapa orang.
Geragapan aku terbangun dan betapa kaget mendapati diri tergeletak di pinggir jalan di bawah pohon besar. Beberapa penduduk yang tugas ronda menemukanku tertidur di situ sekitar pukul empat pagi.
3787Please respect copyright.PENANAFo7kLTxZ4f
“Ini Mbak Surti, kan? Kenapa tidur di sini?” tanya mereka.
“Ak.. aku sendiri juga tidak tahu,” sahutku bingung.
“Mbak dari bepergian ya?” tanya seseorang.
“Ti.. tidak,” jawabku.
Aku masih nanar, dan tidak begitu yakin apakah pengalamanku dengan Pak Kosim itu kenyataan atau bukan.
“Tadi aku tidur di rumah,” sambungku.
“Jangan-jangan..,” bisik yang lain, “Mbak Surti dipindahkan setan penunggu pohon ini! Katanya pohon ini memang agak angker.”
3787Please respect copyright.PENANAwPHl3tNyrb
Aku jadi merinding mendengarnya. Meski begitu aku diam saja. Demikian juga ketika mereka mengantarku ke rumah. Aku tetap bungkam, dan tidak hendak menceritakan pengalamanku tadi. Pertimbanganku, kalau kejadian yang kualami tadi hanya mimpi, pasti aku akan ditertawakan. Sebaliknya kalau sungguh-sungguh terjadi aku akan lebih malu lagi.
3787Please respect copyright.PENANAHZLVWtEwBY
Setelah para peronda yang mengantarku pergi, cepat-cepat kukunci pintu rumah, lalu bergegas ke kamar mandi. Kuperiksa diriku, dan benar saja.., masih terasa ada bercak-bercak cairan di sekitar pahaku. Segera kubersihkan tubuhku dan mandi keramas. Namun toh bayangan kejadian dengan Pak Kosim itu tidak dapat lepas dari benakku. Bahkan aku akhirnya meyakini perzinahan itu sungguh-sungguh terjadi, meski tidak pernah tahu bagaimana hal itu dapat berlangsung.
3787Please respect copyright.PENANAcWqad3qpK0
Beberapa hari setelah itu aku merasa sangat malas keluar rumah. Pekerjaan mencuci kukerjakan di rumah. Aku hanya mengambilnya dari rumah ke rumah, lalu segera pulang. Untuk kemudian mengembalikannya sore hari setelah rapih kuseterika. Begitu pula dengan cucian keluarga Pak Kosim yang sudah langganan tiga hari sekali harus dicucikan. Aku agak jengah juga ketika mengambil cucian ke rumahnya. Di sana kutemui Bu Kosim dan anak-anaknya ada di rumah. Sementara Pak Kosim seperti biasa tidak mau ikut-ikutan urusan cucian. Aku sempat melirik kepadanya, tapi ia nampak biasa saja membaca koran seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Hal ini membuatku jadi meragukan kesimpulanku mengenai peristiwa memalukan dengan Pak Kosim itu.
3787Please respect copyright.PENANAMg7YtLBpPJ
“Apa aku cuma mimpi ya?” bathinku bertanya.
Pertanyaan itu terjawab ketika tiga minggu kemudian kualami kejadian serupa. Aku terbangun dari tidur di tengah malam dengan tubuh mandi keringat. Aku juga sadar sesadar-sadarnya sewaktu membuka pintu, keluar rumah dan.. lagi-lagi berjalan menuju ke rumah Pak Kosim. Namun sejak minggu lalu aku sudah menyiapkan beberapa potong kayu kecil dan selalu menaruhnya di meja kamar. Kubawa kayu-kayu itu dan kuselipkan di beberapa cabang pohon yang kulewati.
3787Please respect copyright.PENANAHKlnKSfv6U
Kembali Pak Kosim menyambutku di pintu rumahnya dan membawaku ke kamarnya, lalu memberiku segelas teh manis. Gilanya, begitu teh habis kuminum, mendadak birahiku meledak-ledak menuntut pemuasan. Tanpa malu-malu kulepas daster dan seluruh yang menempel di tubuh, lalu serta-merta kutarik Pak Kosim. Sejenak kemudian kami sudah berpacu di dalam nafsu. Entah berapa kali aku minta dipuasi, yang jelas kurasakan Pak Kosim berkekuatan bak kuda jantan, padahal sehari-hari ia nampak seperti orang tua yang lemah. Mungkin ia minum obat atau jamu tertentu?
3787Please respect copyright.PENANAidMMX3mX8q
Samar-samar kudengar jam dinding kuno berdentang tiga kali ketika kami menyelesaikan ronde yang entah keberapa. Meski masih ingin terus berpacu, namun rasa kantuk yang amat sangat memberatkan mataku. Aku terlelap dengan mimpi indah bersama Pak Kosim. Sekonyong-konyong mimpi indahku berantakan sewaktu kurasakan tubuhku digoyang-goyang. Aku terbangun dan mendapati diri tertidur di bawah pohon besar itu lagi!
3787Please respect copyright.PENANAqS9kHs7yIg
“Jangan tidur di sini, Mbak,” ucap yang membangunkanku.
Aku terkejut. Di hadapanku berjongkok seorang pemuda berjaket kulit dengan tubuh besar dan atletis. Sedangkan dua temannya yang berpostur hampir sama ikut pula berdiri mengelilingiku. Lampu jalan yang tidak terlalu terang membuatku tidak mampu mengenali wajah mereka yang membelakangi lampu itu.
3787Please respect copyright.PENANAuQ4WxqZ67s
“Mari ke rumah saya saja, Mbak. Nggak jauh kok. Besok pagi baru saya antar pulang,” ajaknya sambil memegang lenganku dan membantuku berdiri.
Aku menurut saja ketika dia menuntunku, bahkan memakaikan jaketnya, lalu merangkulkan tangannya ke pundakku. Dalam keadaan yang masih nanar, aku justru tidak memilih diantar pulang. Kuikuti mereka hingga sampai ke sebuah rumah kecil di sudut kampung. Pernah beberapa kali aku melewati rumah itu di waktu siang, tetapi keadaannya selalu tertutup. Rupanya pemuda ini pemiliknya, pikirku. Aku pun jadi tidak kuatir pada mereka. Mereka pastilah anak-anak kampung sini juga.
3787Please respect copyright.PENANAG0BoZ5R30O
Memusnahkan Guna-guna Pemikat Sukma 02
3787Please respect copyright.PENANAjl7f3YMJ1H
Sambungan dari bagian 01
3787Please respect copyright.PENANAD8S54cDOFb
“Maaf rumahnya gelap, Mbak.” ucap pemuda yang membimbingku sambil menyalakan korek apinya dan membuka pintu rumah yang kelihatannya tidak terkunci.
Aku mengikutinya masuk diikuti kedua teman si pemuda yang segera menutup pintu dan ikut menyalakan korek apinya. Pengap sekali rumah ini. Di dalamnya nampak banyak sarang laba-laba dan hanya ada satu dipan dengan tikar tua di atasnya.
3787Please respect copyright.PENANAd8xVyfE0Ba
“Saya memang jarang tinggal di sini, mbak. Jadi rumahnya kurang terurus. Paling ke sini cuma untuk istirahat tidur saja seminggu sekali,” jelas si pemuda sambil membersihkan dipan dan tikar dari sarang laba-laba.
“Silakan istirahat di sini, Mbak.” dia mempersilakanku.
Aku duduk di tempat yang sudah dibersihkannya. Sedangkan temannya sibuk memasang lilin yang entah dari mana dapatnya, sehingga tidak harus memegangi korek apinya terus.
3787Please respect copyright.PENANA3jqpgGrHcC
“Mbak sakit ya..?” tanya pemuda itu setelah duduk di samping kiriku.
Samar-samar kulihat tato bunga mawar kecil di lengan kanannya yang berotot.
“Tt.. tidak,” sahutku.
Dari tadi rasanya berat sekali mulut ini untuk bicara. Lalu aku menunduk lagi.
“Kalau tidak, kenapa kami temukan tidur seperti orang pingsan di bawah pohon..?”
“Saya tidak tahu, Mas,” jawabku masih dalam keadaan serba bingung dengan peristiwa yang kualami.
Untuk menceritakan pengalamanku dengan Pak Kosim aku juga malu.
3787Please respect copyright.PENANATu8Qd08jLK
“Wajah Mbak juga kelihatan pucat sekali. Lebih baik tiduran saja di sini..”
Lalu kurasakan tangannya merangkul pundakku, dan setengah menarikku untuk berbaring di dipan yang telah dibersihkannya. Aku yang menerima maksud baik itu menurutinya. Kubaringkan tubuhku.
“Kepalanya dipijit ya, Mbak, biar pusingnya hilang,” ucapnya lagi sambil merapatkan duduknya kepadaku.
3787Please respect copyright.PENANAPlHx3PZTZn
Sebentar kemudian kurasakan pelipisku dipijatnya. Mula-mula aku jengah juga dipijat seperti itu oleh seorang pria, namun lama-lama kubiarkan juga. Kepalaku memang terasa agak berat setelah mengalami peristiwa aneh tadi. Wajah kami berhadap-hadapan. Beruntung suasananya cukup gelap untuk menyembunyikan rona merah wajahku. Kupejamkan mataku untuk mengurangi rasa jengah itu. Kunikmati pijatannya. Sejenak kemudian kurasakan tangannya turun memijati pundakku dan.. kurasakan hembusan nafas di wajahku. Kubuka mataku dan kulihat wajah pemuda itu dekat sekali di atasku.
3787Please respect copyright.PENANAsnMyDFRgQZ
“Mbak..” bisiknya pelan, lalu kurasakan desahan nafas itu semakin dekat dan semakin dekat hingga.. menerpa bibirku yang segera diciumnya.
Sementara tubuhku pun kurasakan sudah ditindihnya. Aku tidak sempat mengelak. Apalagi ia juga memegang kepalaku dengan tangan kekarnya, sehingga untuk menggeleng pun aku tidak bisa. Mau tidak mau ciuman itu harus kurasakan, juga ketika lidahnya membeliti lidahku dan menelusuri langit-langit mulutku.
3787Please respect copyright.PENANArWRbHMP6rT
Aku ingin memberontak, tapi rasanya tidak berdaya. Malahan aku ingat pengalamanku dengan Pak Kosim yang masih membekas, dan sedikit demi sedikit birahiku kembali meletup. Ada pertentangan antara keinginan menolak dan memenuhi gairah birahiku. Dan ternyata yang belakangan ini yang menang, apalagi setelah kemudian juga kurasakan belaian tangan-tangan kedua teman si pemuda di daerah sensitifku. Dengan cepat aku terangsang.
3787Please respect copyright.PENANA4ROp55t0ny
Aku tidak ingat lagi kapan mereka membuatku seperti bayi yang baru lahir. Yang pasti, peristiwa seperti dengan Pak Kosim terulang lagi. Bedanya, kali ini aku melayani tiga pemuda bertubuh kekar. Entah berapa kali mereka menggilirku. Memuaskan syahwatnya di atas tubuhku selama berjam-jam. Anehnya aku tidak merasa lelah. Mungkin pengaruh minuman yang diberikan Pak Kosim masih bekerja, baik sebagai perangsang maupun obat kuat. Aku seperti orang ketagihan dipuasi terus menerus, tidak perduli sudah berkali-kali orgasme.
3787Please respect copyright.PENANAK6RXvbiVSz
Terang sinar matahari yang panas menerobos dari lubang-lubang atap menyilaukan dan membangunkanku dari tidur. Kudapati tubuhku masih tergolek telanjang di dipan beralas tikar. Pakaianku berserakan. Cepat aku sadar dan berusaha bangkit meraihnya, namun tubuhku kembali ambruk ke dipan. Lututku gemetaran. Luluh lantak rasanya badanku, bergerak sedikit saja terasa sakit semua. Terpaksa aku merambat perlahan menuruni dipan, lalu memunguti pakaian.
3787Please respect copyright.PENANAos4bsSePQ6
Dengan berpegangan dinding, kucoba berjalan keluar tertatih-tatih. Terasa agak nyeri di selangkanganku. Pasti gara-gara dirajam oleh ketiga pemuda yang sudah tidak terlihat lagi bayangannya itu. Ternyata aku telah tertipu oleh para pemuda yang nampaknya alim dan kukira pemilik rumah itu. Dengan cara yang amat halus, aku telah menjadi korban mereka. Gara-gara obat perangsang Pak Kosim pula aku tidak menolak untuk melayani nafsu mereka, oh..
3787Please respect copyright.PENANAfJZkgAzEp9
Dengan berpegangan pagar atau pepohonan, aku berjalan pelan menuju ke rumah. Kuusahakan tidak ada orang yang melihatku. Sengaja aku lewat jalan yang semalam kulalui untuk melihat potongan-potongan kayu yang kupasang. Ternyata memang masih ada. Berarti semalam aku tidak bermimpi ketika berjalan menuju ke rumah Pak Kosim. Segera kusimpulkan, pasti aku telah diguna-guna oleh pria itu. Baru setelah agak dekat ke rumah, kukuat-kuatkan untuk berjalan biasa meski harus menahan sakit.
3787Please respect copyright.PENANA66TDXWiYYi
Sampai di rumah, segera aku masuk ke kamar dan langsung menjatuhkan tubuh lunglai ini ke ranjang. Aku menangis sedih teringat apa yang telah terjadi. Tanpa kuasa menolak aku telah terjerumus ke lembah perzinahan. Pertama, aku melayani Pak Kosim hingga dua kali. Kedua, menjadi korban kebiadaban tiga pemuda yang telah memanfaatkan kondisiku yang tidak wajar waktu itu. Baru setelah matahari berada di puncaknya, kupaksakan untuk membersihkan diri. Mandi dan mencuci segala noda yang menempel.
3787Please respect copyright.PENANA6bsGEkbiRJ
Dalam kesendirian sekarang ini, kurasakan hidup terasa jadi berat sekali. Suami tempatku bersandar tiada lagi. Anak-anak pun jauh di rantau. Tinggallah aku sendiri, di usia menjelang 40 tahun ini harus memutuskan segala sesuatunya sendiri. Meski tubuhku sudah sehat kembali, dua hari aku tidak keluar rumah. Aku masih tergoncang oleh peristiwa durjana yang kualami. Beberapa tetangga dan pelanggan cucianku sampai berdatangan. Aku hanya memberi alasan sedang tidak sehat. Mereka pun maklum kalau kemudian selama seminggu itu aku tidak mencucikan pakaiannya.
3787Please respect copyright.PENANARQgjJHXxb7
Tiga hari berikutnya, kuputuskan untuk berupaya melawan guna-guna Pak Kosim. Pagi-pagi sekali sebelum jalanan ramai, aku sudah pergi ke desa Sumbersari, sekitar 25 km dari kotaku. Aku pernah dengar di sana ada seorang dukun atau semacam paranormal yang dapat mengobati bermacam penyakit dan membantu orang-orang yang kena teluh atau guna-guna. Dengan berganti kendaraan dua kali ditambah sekali naik ojek, sampailah aku ke rumah dukun yang bernama Mbah Purwo itu. Rupanya memang dia sudah terkenal sampai tukang ojek pun tahu rumahnya.
3787Please respect copyright.PENANAKVizkfhhKK
“Saya sudah biasa mengantar orang ke sini, Mbak,” kata si tukang ojek.
“Lalu pulangnya nanti bagaimana, Mas?” tanyaku.
“Kita janjian saja, Mbak. Nanti saya jemput ke sini sekitar tiga jam lagi bagaimana..?”
“Baiklah kalau begitu. Sekarang jam 8 pagi, berarti nanti jam 11 Masnya ke sini ya,” pintaku sambil melihat jam tangan.
“Ya, Mbak. Sekarang saya mau kembali dulu ke pangkalan.”
3787Please respect copyright.PENANA5tl4y3SIGs
Masuk ke rumah dukun itu ternyata saya harus menunggu, karena sedang ada pasien di dalam. Pagi benar ia datang? Beruntung tidak sampai satu jam mereka telah selesai. Kulihat seorang pemuda keluar dari ruang praktek Mbah Purwo. Jalannya nampak tergesa-gesa tanpa menoleh kiri-kanan. Mungkin takut kedatangannya diketahui orang lain. Pada umumnya memang orang-orang yang datang ke tempat semacam itu tidak mau diketahui orang lain. Persis seperti orang yang datang ke tempat judi atau pelacuran saja, pikirku. Kenapa harus malu kalau memang kita tidak berbuat yang memalukan? Mungkin pemuda tadi telah berbuat hal yang memalukan?
3787Please respect copyright.PENANAbgz1xFOzu1
Kumasuki ruang praktek Mbah Purwo. Nampak agak remang-remang karena lampunya yang dipasang hanya balon sekitar 15 watt.
“Selamat pagi, Mbah,” sapaku pada pria yang ternyata usianya masih separuh baya itu.
Aku geli karena seumur ini sudah dipanggil “Mbah” yang berarti kakek tua.
“Pagi, mbak. Ada yang bisa saya bantu..?”
3787Please respect copyright.PENANA1D1jMSLD6L
Setelah memperkenalkan diri saya berkata, “Iya, Mbah. Saya mengalami peristiwa aneh. Bahkan sampai dua kali.”
“Peristiwa apa itu, Mbak Surti?”
“Begini, Mbah..” lalu kuceritakan semua yang kualami dengan Pak Kosim. Tentu saja aku tidak menceritakan pengalamanku yang amat memalukan dengan ketiga pemuda berandal itu.
“Jadi Mbak menduga Pak Kosim memakai guna-guna untuk menguasai, Mbak, begitu?”
“Iya, Mbah. Kalau tidak, mana bisa saya sampai begitu menurut.”
“Ng.. baiklah. Coba saya lihat telapak tangan kiri Mbak Surti..”
Kusodorkan telapak kiriku pada Mbah Purwo yang kemudian memegang dan mengamatinya. Kemudian ia memejamkan mata dan beberapa kali membuat tanda silang dengan jarinya di telapakku.
3787Please respect copyright.PENANA3VribQpBhB
Setelah beberapa menit, barulah ia membuka matanya.
“Aduuhh.. karena kejadiannya sudah tiga hari, saya tidak mampu melacaknya hanya melalui tangan yang sudah seringkali dicuci,” ungkap Mbah Purwo, kemudian melanjutkan, “Maaf, Mbak, kalau tidak keberatan saya akan melacaknya melalui bagian tubuh Mbak yang kemungkinan besar masih meninggalkan bekas keringat atau cairan tubuh Pak Kosim..”
“Bagian tubuh yang mana, Mbah?” tanyaku.
“Sekali lagi maaf, Mbak. Kemungkinan yang pertama ada di bibir, dada atau bagian tubuh lain yang pernah dicium, sehingga air ludah atau keringat Pak Kosim menempel di situ. Yang kedua adalah bagian kemaluan yang menerima siraman air maninya. Sudah tentu yang kedua berkemungkinan lebih besar karena bagian itu terletak di dalam sehingga tidak mudah hilang walau sudah mandi beberapa kali.”
Mendengar ini aku tercenung sejenak, berpikir untung-ruginya bila memenuhi permintaan itu.
3787Please respect copyright.PENANAKsWekqJNgU
“Apa tidak ada cara lain, Mbah?” aku coba mengelak.
“Ada sih ada Mbak, tapi ini berarti Mbak harus pulang dan berusaha mendapat pakaian yang baru dikenakan Pak Kosim dan masih dilekati keringatnya. Dan pakaian itu tidak boleh dicuci. Saya harus mendapatkan pakaian itu hari ini juga sebelum daya magis yang mempengaruhi Mbak hilang seluruhnya.”
3787Please respect copyright.PENANAGAaSyXkOYl
Sebenarnya tidak sulit untuk mendapatkan pakaian itu, karena aku biasa mencucikan pakaian keluarga Pak Kosim. Tapi sekarang aku terbentur soal waktu. Rasanya tidak mungkin mendapatkannya hari ini langsung aku harus kembali ke sini lagi. Bisa-bisa aku nanti harus menginap. Akhirnya, setelah kupikir-pikir kupilih cara pertama, yakni mengambil bekas cairan tubuh yang masih menempel di tubuhku. Toh ini sama seperti kalau aku diperiksa dokter, pikirku.
3787Please respect copyright.PENANAC5nfrzuCev
“Silakan buka pakaian di kamar itu, Mbak,” instruksi Mbah Purwo sambil menunjuk ke sebuah bilik kecil tertutup berukuran sekitar 1,5 kali 2 meter di sudut kamar prakteknya yang cukup luas.
3787Please respect copyright.PENANA5ZH8OJ83zR
Kumasuki bilik kecil itu yang penerangannya hanya lampu merah lima watt. Segera setelah pintu kututup, kucium bau dupa harum dan seperti cendana yang menyengat. Bau tadi berpadu dengan bau bunga melati yang bertebaran di atas dipan berkasur tipis di ruang itu. Mula-mula seram juga dengan suasana itu, tapi kemudian bau itu terasa semakin harum di hidungku. Semakin menyegarkan dadaku yang menghirupnya. Kubuka gaunku, seperti bila sedang memeriksakan diri ke dokter kandungan. Lalu kubaringkan tubuhku telentang di atas kasur.Bermenit-menit kutunggu Mbah Purwo, tapi belum juga datang, sampai mataku terasa mengantuk lalu kupejamkan. Kuhirup bau-bauan harum di ruang itu sepuasnya. Betapa nikmat kalau aku dapat terus beristirahat dalam suasana tenang dan harum seperti ini.
“Maaf, Mbak..” entah kapan masuknya, mendadak saja kudengar suara Mbah Purwo di sampingku.
Mata segera kubuka dan kulihat pria itu bertelanjang dada. Dadanya nampak berbulu lebat dan kekar. Besarnya hampir dua kali tubuhku. Dia memakai kalung dengan liontin berbentuk patung kepala ular.
“Tolong mulutnya dibuka!” perintahnya.
3787Please respect copyright.PENANAfnPg2BBZjV
Kubuka mulutku lalu sebentar kemudian jari telunjuk kanannya dimasukkan. Jari yang besar panjang itu kemudian merayapi langit-langit mulutku. Kadang berhenti sejenak dan menekan-nekan di suatu tempat. Lalu bergerak lagi hingga beberapa menit. Karena capai membuka mulut, maka aku mengatupkan bibir sedikit. Yang penting toh jarinya masih bisa bergerak, pikirku. Mbah Purwo diam saja, dan jadilah aku seperti orang yang sedang mengulum jarinya. Kututup mataku kembali karena agak jengah dengan situasi ini. Diputarnya jari itu beberapa kali di sepanjang langit-langit, pipi hingga bagian bawah mulutku. Akhirnya berhenti dan ditempelkan ke lidahku.
3787Please respect copyright.PENANA7XLV5iBUKp
“Hisap, Mbak. Hisap yang kuat!” perintahnya lagi dengan suara terdengar keras.
Dengan canggung-canggung aku menurutinya. Pertama kuhisap sedikit, lalu kulepaskan sambil menelan ludah. Terasa manis jari tangannya.
“Lagi, mbak. Yang lebih kuat!” suara keras itu terdengar lagi.
Maka bagai tersugesti aku sekarang menghisapnya lebih kuat. Herannya, rasa manis pada jari itu seperti tidak berkurang. Aku seperti sedang mengulum kembang gula yang tidak habis-habis sari manisnya, kuhisap dan kutelan rasa manis itu berlama-lama.
3787Please respect copyright.PENANAPuMXMssqap
Memusnahkan Guna-guna Pemikat Sukma 03
3787Please respect copyright.PENANAEt8hhbYIHw
Sambungan dari bagian 02
3787Please respect copyright.PENANAKEcuKflmWk
“Cukup!” suara itu menghentikan hisapanku.
Mbah Purwo mengeluarkan jarinya dari mulutku, lalu memasukkannya ke mulutnya sendiri sambil memejamkan mata. Tubuhnya nampak berkeringat dan licin.
“Masih tidak terlacak, Mbak,” desahnya sambil geleng-geleng kepala.
“Kita sekarang harus coba di bagian leher dan dada. Maaf, Mbak..”
3787Please respect copyright.PENANAKlDEvNvBVa
Kali ini kulihat Mbah Purwo menggerakkan kaki, sehingga mengangkangiku di atas kasur, lalu meletakkan kedua telapak tangannya di dadaku. Jari-jarinya lurus berada di bawah daguku. Agak geli juga aku ketika jari-jari itu bergerak-gerak seperti memijat atau mengelus dagu hingga leher. Kemudian terasa tangan itu bergeser turun, dan terus turun hingga penutup dadaku pun ikut merosot terbuka. Getar-getar aneh tapi nikmat kurasakan sewaktu kedua telapak tangan itu menelangkup tepat di kedua payudaraku yang sudah telanjang. Mata kupejamkan lagi, dan kurasakan pijatan-pijatan lembut itu. Berkali-kali ludah kutelan membayangkan kemesraan dan kenikmatan.
3787Please respect copyright.PENANAIjUJP5dz1h
“Apa Mbak juga merasakan yang begini ini dengan Pak Kosim?” tanya Mbah Purwo.
“Ii.. iya, Mbah,” jawabku malu-malu sambil mendesah nikmat tanpa sadar.
Tubuhku pun menggelinjang. Birahiku melonjak-lonjak. Hal ini berlangsung cukup lama, selama pijatan-pijatan di sekitar dada dan payudaraku terus dilakukannya. Lama sekali rasanya sampai aku terlena setengah mengantuk. Sekonyong-konyong kurasakan hisapan pada puting kananku. Keras sekali. Aku terlonjak, tapi lenganku kiri-kanan segera ditekannya dengan kedua tangan hingga tidak dapat bergerak. Hisapan itu lalu berpindah ke kiri. Begitu dilakukannya berkali-kali sampai kurasakan payudaraku menggembung kian besar, seperti birahiku.
3787Please respect copyright.PENANArFJkxzHau3
“Maaf, saya terpaksa harus mengambil cairan yang di bawah, Mbak Surti!” pintanya setelah menghentikan hisapannya.
Belum sempat kujawab, dengan cepat salah satu tangannya turun dan terus turun menelusupi celana dalamku hingga terlepas. Aku tersentak ketika salah satu jarinya menyentuh, membelai dan memasukiku. Aku tambah tersentak-sentak manakala jari itu semakin nakal dan liar seperti ular.. menjadi besar dan panjang. Tanpa sadar kubuka pahaku lebar-lebar. Mataku yang semula terpejam jadi terbeliak menahan kenikmatan.
3787Please respect copyright.PENANAUgmge0KVQo
Entah kapan dilakukan, ternyata kulihat milik Mbah Purwo lah yang telah memasukiku. Tidak tahu pula kapan ia menanggalkan busananya hingga bugil sepertiku. Ia menikamku bertubi-tubi dengan bertumpu pada lututnya. Mencangkul dan memasak diriku dengan gencar. Gerakannya yang lihai membuatku terlonjak-lonjak, dan aku terpaksa harus bangkit terduduk berpegangan pundaknya karena tidak tahan gempurannya.
3787Please respect copyright.PENANAx3Mvw7vqRP
“Bertahanlah.. Kita harus keluar bersamaan..” bisiknya ke telingaku sambil memeluk tubuhku dan terus membuatku kelojotan.
“Ampun, Mbah..” antara sadar dan tidak aku mengeluh karena merasakan kenikmatan sekaligus sedikit rasa sakit bersamaan.
“Tahan sebentar sakitnya, kau pasti akan mengalami puncak kenikmatan yang belum pernah kaurasakan seumur hidup.. Paku Bumiku terkenal paling hebat.”
3787Please respect copyright.PENANAIpze3svtAA
Setelah ucapan ini, dia membaringkanku dan menindihku dengan berat tubuhnya yang laksana tiga karung beras. Aku tidak dapat bergerak selain membuka paha semakin lebar dan merangkulkan kaki ke pahanya. Puluhan menit lamanya kami bertahan dalam posisi menggairahkan itu. Hebat sekali pria ini mengolah gerak tubuhnya memuasiku dan dirinya sendiri tanpa kenal lelah. Menikam. Menghantam. Memacu dan terus memacu. Akhirnya kurasakan dia bagaikan seorang joki yang hendak mencapai garis finish. Dipacunya kuda sekencang-kencangnya. Nafasnya memburu menyapu wajahku. Dipagutnya bibirku.
3787Please respect copyright.PENANAr4NoHy1HGZ
Aku tidak tahan lagi. Seerr.. Bentengku jebol sudah.. kenikmatan yang dikatakan tadi benar-benar kualami. Bersamaan dengan itu tubuh di atasku pun mendadak tersentak-sentak belasan kali, sebelum akhirnya terpuruk lunglai. Keringat yang berleleran tidak kami hiraukan. Kami berpelukan meredakan nafas yang menderu.
3787Please respect copyright.PENANATnQSM8BNLZ
“Mandilah di belakang,” suruh Mbah Purwo sambil mengenakan pakaianya kembali.
Ia ternyata cepat pulih lagi.
“Aku sudah memasang penangkal Paku Bumi pada kelaminmu. Nanti kau akan kuberi penangkal guna-guna Pak Kosim dan obat kuat untuk menyembuhkan rasa capai,” lanjutnya sambil keluar dari bilik.
3787Please respect copyright.PENANAh8UCbpMKmo
Perlahan aku bangkit. Tubuhku terasa hancur sama seperti setelah digilir ketiga pemuda itu. Bisa kubayangkan kekuatan Mbah Purwo. Setelah mandi dan merapikan diri, aku kembali menghadap Mbah Purwo.
Dengan agak malu-malu aku bertanya, “Untuk apa penangkal di dalam kelamin saya ini, Mbah?”
“Oh, itu supaya Mbak tidak mudah terangsang. Saya rasakan tadi Mbak memiliki nafsu syahwat yang sangat kuat. Rangsangan sedikit saja sudah bisa membangkitkannya. Sengaja aku tidak beritahu sebelumnya bahwa untuk memasang penangkal Paku Bumi harus dalam keadaan orgasme. Kalau sebelumnya diberitahu, biasanya malah susah mencapai orgasme, dan mana mungkin Mbak mau saya begitukan, kan?” goda Mbah Purwo sambil tersenyum padaku.
Aku menunduk malu teringat ekspresiku sewaktu kesakitan tadi.
3787Please respect copyright.PENANAgGlmvbpVsp
“Sampai berapa lama penangkal ini berfungsi, Mbah?” tanyaku masih penasaran.
“Selama belum diambil. Selama Mbak masih mudah terangsang, maka ia otomatis akan bekerja. Ia akan mengingatkan Mbak dengan sedikit rasa tidak enak seperti orang sedang menstruasi..”
“Apa ini berarti saya akan merasakan sakit itu setiap akan berhubungan dengan pria?” kejarku lagi.
“Lho, bukankah Mbak ini janda? Mau berhubungan dengan siapa?”
Pertanyaannya yang tidak terduga ini membuatku malu besar.
“Oh.. eh.. maaf, Mbah..”
3787Please respect copyright.PENANAkmZ8SwciO5
“Ngg.. ya saya tahu,” ujarnya penuh pengertian,” wanita seusia Mbak dengan nafsu sangat kuat pasti masih membutuhkan hubungan seks dengan lawan jenis, tidak perduli janda atau bukan. Jangan kuatir, penangkal saya cuma akan memberi rasa tidak enak sekitar lima menit. Hal ini cuma untuk mengingatkan saja. Kalau suatu ketika Mbak benar-benar sudah tidak tahan dan harus bersetubuh dengan pria, maka lakukanlah setelah lima menit itu berlalu, maka rasa tidak enak itu akan hilang sendiri. Paku Bumi memang cuma untuk mengingatkan. Kalau yang diingatkan tidak mau maka penangkal ini akan melemah sendiri dan membiarkan segalanya terjadi.” Panjang lebar Mbah Purwo menjelaskan.
3787Please respect copyright.PENANAmEFIOHOE0r
“Oh ya, kalau nanti sewaktu-waktu Mbak menikah lagi, penangkal itu sebaiknya diambil supaya tidak mengganggu. Datanglah ke sini karena yang bisa mengambil hanyalah orang yang memasangnya..”
“Bagaimana mengambilnya, Mbah?” tanyaku bodoh.
“Yah, kira-kira sama seperti waktu memasangnya. Harus dalam keadaan.. orgasme. Tidak susah kan, Mbak, wong cuma tidur telentang sebentar dan merasakan kenikmatan?” lagi-lagi Mbah Purwo menggodaku sambil tersenyum nakal.
Aku tersipu-sipu.
3787Please respect copyright.PENANAXKxBQpIql2
Mbah Purwo masih melanjutkan, “Atau kalau Mbak Surti sewaktu-waktu tidak tahan dan cuma butuh kenikmatannya saja, boleh kapan saja datang ke sini. Pasti saya layani tanpa resiko kehamilan dan tak perlu bayar he.. he.. he..”
“Sudah.. sudah, Mbah, saya tahu. Sekarang saya mau pulang,” aku memutuskan obrolan ngeresnya.
“Ini obat penyembuh rasa sakitnya tadi, sekaligus pencegah kehamilan. Diminum dua kali sehari selama tiga hari,” diberikannya enam butir kapsul padaku dan sebungkus kain hijau.
3787Please respect copyright.PENANAZCEtBf5duj
“Bungkusan hijau ini gantungkan di atas pintu kamar. Bila Mbak berdiri di bawahnya, maka otomatis guna-guna Pak Kosim atau yang sejenisnya, pokoknya yang berkaitan dengan rangsangan birahi, akan tidak mempan dan hilang.”
Aku pun pamit pulang setelah menerima benda-benda itu, dan memberikan selembar puluhan ribu pada Mbah Purwo. Hampir jam 11 waktu itu, berarti sekitar dua jam aku di ruang Mbah Purwo. Dan mungkin satu setengah jam lebih kami habiskan waktu di bilik kecil itu.
3787Please respect copyright.PENANAiuwlZRzLjb
Oh.. bisakah kejadian dengan Mbah Purwo ini disebut guna-guna juga? Nyatanya toh aku melayaninya dalam keadaan sadar tanpa paksaan. Aku juga tidak disuruhnya minum atau makan pemberiannya yang mungkin dicampur obat perangsang. Apa benar nafsu syahwatku memang sangat besar? Seingatku dulu aku juga melakukannya dengan suamiku secara wajar-wajar saja. Seminggu tiga atau empat kali. Apa mungkin aroma harum di bilik kecil itu merupakan bau-bauan perangsang? Aku tidak sempat berpikir lebih lama, karena si tukang ojek kelihatan sudah menjemput datang. Aku bergegas pulang.
3787Please respect copyright.PENANA2mNaghNiyH
Hari-hari berlalu seperti biasa. Aku sudah kembali melakukan pekerjaan rutin mencuci. Penghasilan dari mencuci cukuplah untuk kehidupanku sehari-hari, bahkan kadang lebih. Lebihannya ini kutabung di bank. Kadang Basuki, anakku lelaki, mengirimiku beberapa puluh ribu rupiah, ini pun kutabung. Sementara Nina yang gajinya lebih kecil belum bisa mengirimiku. Aku maklum akan hal ini. Bekerja di Tangerang dengan standar hidup seperti Jakarta pasti memerlukan biaya besar. Untuk makan, bayar kost, dan keperluan hidup sehari-hari pasti menghabiskan sebagian besar gajinya.
3787Please respect copyright.PENANA6F0NTSZZAe
Aku hanya berharap mereka dapat menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dengan bekerja di kota besar.
Aku hanya berpesan pada Basuki dan Nina, “Kalau berhasil, kalian akan mencapai hidup lebih baik di sana. Kalau toh gagal, jangan malu untuk pulang, karena pengalaman yang didapat dari bekerja di kota besar dapat digunakan di sini.”
3787Please respect copyright.PENANAN4eq9juGUN
Hari ini aku mendapat surat dari Nina. Ya, dia memang lebih sering menulis surat dibanding kakaknya. Maklum anak laki suka malas menyurati. Paling Basuki hanya titip salam lewat surat Nina. Ini pun bagiku sudah cukup. Asal mereka sehat dan bahagia, senanglah aku. Tentu saja dalam surat balasanku selalu kuceritakan kesehatanku dan hal-hal lain yang baik-baik, supaya mereka pun senang dan tidak kuatir dalam bekerja. Sedangkan kejadian memalukan dengan Pak Kosim, ketiga pemuda dan Mbah Purwo tidak pernah kusinggung-singgung. Biarlah peristiwa itu kusimpan menjadi rahasiaku sendiri.
3787Please respect copyright.PENANAH0IktyzuKP
Meski demikian, dalam hati kecilku sebenarnya masih ada rasa penasaran untuk mencoba keampuhan penangkal Mbah Purwo. Enam butir kapsul yang diberikannya padaku dulu memang telah terbukti kemanjurannya. Bahkan pada hari kedua setelah kuminum, tubuhku sudah segar kembali. Dan haidku bulan ini juga lancar seperti biasa. Aku memang pernah kuatir terjadi kehamilan setelah pengalamanku dengan Pak Kosim. Apa jadinya kalau janda sepertiku yang baru ditinggal suaminya tiga bulan hamil? Pasti akan sangat memalukan. Pasti aku akan dikucilkan masyarakat. Untunglah kapsul pemberian Mbah Purwo sangat mujarab.
3787Please respect copyright.PENANAbOtBK3u92O
Sekarang yang masih ingin kubuktikan adalah penangkal berbungkus hijau yang sudah kugantung di atas pintu kamar. Katanya ini akan menangkal guna-guna yang sifatnya perangsang birahi. Sudah sebulan lebih sejak kudapat penangkal itu ternyata Pak Kosim tidak lagi mengguna-gunaiku. Aku tahu ini karena aku tidak pernah lagi terbangun di tengah malam dengan tubuh kepanasan.
3787Please respect copyright.PENANA468ntIScZa
Berkali-kali aku ke rumah Pak Kosim mengambil cucian atau mencuci di sana, dan ia nampak wajar-wajar saja. Apa mungkin karena anak-istrinya di rumah maka ia tidak mengguna-gunaiku lagi? Aku jadi teringat, dari dua kali pengalaman diguna-gunai, selalu rumah dalam keadaan sepi. Hanya ada Pak Kosim seorang diri. Istri dan anaknya sedang pergi.
“Akan kutunggu sampai mereka pergi,” pikirku ingin mencoba.
3787Please respect copyright.PENANAgirdEsWNh3
Dan saat itu pun tiba ketika hari itu aku mengantar cucian dan bertemu Bu Kosim.
“Mbak Surti, maaf ya, besok pagi libur dulu karena saya dan anak-anak akan pergi ke luar kota berlibur selama tiga hari. Di rumah tinggal Bapak sendiri, jadi cucian cuma sedikit. Nanti saja sekalian diambil kalau kami sudah kembali,” ujarnya.
Aku pun mengiyakan.
3787Please respect copyright.PENANACBjjGnoU7Y
Maka kumasuki hari-hari berikutnya dengan penuh kewaspadaan. Dua hari berlalu tanpa terjadi apa-apa. Baru pada hari ketiga malam, mendadak aku terbangun di tengah malam dengan mandi keringat.
“Inilah saatnya,” pikirku.
Kubiarkan beberapa lama keadaan itu sebelum aku melangkah keluar kamar. Kusiapkan beberapa perlengkapan yang sengaja akan kubawa untuk memerangkap Pak Kosim.
3787Please respect copyright.PENANALcISyZh8Tp
Setelah merasa siap, aku pun berjalan keluar kamar. Tepat di ambang pintu, aku berhenti di bawah bungkusan penangkal yang pernah diberikan Mbah Purwo dan.. benar saja, perlahan-lahan tubuhku seperti ditiup kipas angin. Sejuk menyegarkan dan dengan cepat mengeringkan keringatku, sehingga suhu tubuhku pun normal kembali. Aku pun semakin yakin akan keampuhan penangkal Mbah Purwo. Namun sesuai rencanaku, aku tetap berjalan menuju ke rumah Pak Kosim dengan membawa beberapa perlengkapan yang kusembunyikan di saku daster. Aku ingin memberi pelajaran pada Pak Kosim supaya ia tidak mengulang perbuatannya lagi. Sengaja kulalui jalan yang sama yang pernah kulewati dua kali.
3787Please respect copyright.PENANArlrHpwUwkf
Sebelum sampai, dari kejauhan sudah kulihat Pak Kosim tengah berdiri di depan pintu rumahnya. Langkahku pun semakin yakin. Dengan ekspresi pura-pura terkena guna-guna, kudekati rumah itu.
“Mari, silakan masuk, Surti,” sambut Pak Kosim seperti biasa sambil membuka pintu.
Tanpa bersuara aku masuk lalu menunggunya hingga selesai mengunci pintu. Setelah itu kuikuti dia ke kamarnya.
3787Please respect copyright.PENANAB4nkZeZVoi
Ketika dia memberikan segelas teh manis, meski semula ragu-ragu, kuteguk habis juga. Benar saja, sebentar kemudian aku merasa birahiku mulai meronta minta pemuasan. Bersamaan dengan itu kurasakan pula rasa kurang enak di bawah pusarku seperti hendak menstruasi. Maka aku teringat kalau penangkal Mbah Purwo pasti sedang bekerja. Oleh karenanya aku pun bertahan sebisa mungkin untuk tidak dikuasai pengaruh jahat minuman Pak Kosim. Hanya dua menit gejolak itu mereda dan hilang sendiri.
3787Please respect copyright.PENANAe2e7TuR2XC
Dalam hati aku semakin salut pada penangkal Mbah Purwo. Lalu mulailah Pak Kosim minta aku memijatnya. Aku pun pura-pura mematuhinya sambil mengamat-amati situasi. Juga ketika ia menyuruhku membuka daster, ini pun kuturuti. Supaya dia lebih terlena aku memijat dengan duduk setengah bugil di atas punggungnya. Aku harus tahan malu untuk membuka kedoknya. Toh hanya kami berdua yang tahu peristiwa ini.
3787Please respect copyright.PENANAlcL8AOSC6R
“Silakan tidur dulu, Pak,” bisikku ke dekat telinganya.
Ia hanya manggut sedikit, lalu memejamkan matanya. Nampaknya kali ini Pak Kosim tidak terburu-buru lagi. Ia merasa dirinya sudah cukup pengalaman dan dapat mengatur waktu kapan harus membawaku ke bawah pohon itu selagi aku tertidur.
“Biar cepat tidurnya matanya ditutup ya, Pak,” bisikku lagi.
Ia tak bereaksi. Perlahan kuambil kain hitam yang sudah kusiapkan.
3787Please respect copyright.PENANAKWCM8YuOgv
Sambil memijit-mijit pelipis dan keningnya, kututup mata Pak Kosim. Ia tersenyum merasakan ulahku. Mungkin menganggapku sedang bermain-main. Diam-diam kuambil cairan pewarna dari saku daster yang kuletakkan di dekatku. Sambil tetap memijit, tanganku asyik pula melumuri punggung Pak Kosim dengan pewarna merah itu. Kalau sudah kering, dalam waktu berhari-hari berulah pewarna itu bisa hilang. Di bagian punggung yang sulit terjangkau tangan kutulisi “Ini bukti aku main serong”. Aku ingin hal ini menjadi bukti di depan istrinya nanti kalau Bu Kosim sudah pulang.
3787Please respect copyright.PENANAYR4a24Owrz
Sambungan dari bagian 03
3787Please respect copyright.PENANAT8PFhlKdnR
Sebelum pewarna itu kering benar, cepat-cepat tangan kubersihkan dengan lap yang juga kubawa di dalam kantung daster. Lalu punggung Pak Kosim pun kutiup-tiup kecil supaya cepat kering. Sambil menunggu kering benar, aku berpindah memijat kakinya.
“Berbalik, Pak,” bisikku lagi sesudah kuperkirakan pewarna di punggungnya kering.
Ia pun menuruti perintahku. Kupijat sebentar di atas pusarnya, lalu berpindah ke pahanya. Aku tahu ia mulai terangsang ketika kulihat gerakan-gerakan di balik celana dalamnya.
3787Please respect copyright.PENANAswK5DRqMaj
“Kita main-main sebentar, Pak,” bisikku sambil membawa kedua tangannya ke atas kepala.
Kuambil tali sepatu nilon, lalu kuikat kedua tangan itu ke tiang ranjang besi tempat kami berada. Kedua tangan itu sekarang terpentang. Ia pasti tidak sanggup melepaskan dirinya sendiri tanpa bantuan.
3787Please respect copyright.PENANAB7Etx6pvsV
Kuraba dadanya yang tipis. Rabaanku turun dan terus turun. Ia menggelinjang ketika celananya kuperosotkan. Sebatang benda tumpul nampak bergoyang-goyang. Tapi aku tidak terusik. Kusiapkan tali nilon lagi lalu kuikat kaki-kaki Pak Kosim kuat-kuat dengan simpul mati. Kupentangkan keduanya dan kuikat erat ke kiri-kanan tiang ranjang. Jadilah sekarang dia dalam keadaan terentang di ranjang. Aku tersenyum puas.
3787Please respect copyright.PENANAjUwLi5OrnV
“Sekarang tinggal aku mempermainkannya,” senyumku sambil mengenakan dasterku kembali.
Kuambil segulung benang jahit ukuran besar yang sudah kusiapkan untuk menghukumnya dengan membuatnya impoten sementara waktu. Kuharap ia akan jera dan membuatnya mengakui kesalahannya dan mengaku untuk tidak mengulanginya.
3787Please respect copyright.PENANAGuifufxL7w
Setelah merasakan tersiksa dan tidak berdaya, aku hanya menunggu hingga pagi hari. Rencanaku adalah membuatnya tertangkap basah oleh istrinya dengan keadaan yang tidak berdaya itu. Setelah meastikan dia tidak akan telepas dengan sendirinya. Aku pun meninggalkannya sendiri di kamarnya. Aku sudah dapat memastikan kalau sebentar lagi Pak Kosim akan tertangkap basah oleh istrinya dan tidak akan mengulani perbuatannya lagi.
3787Please respect copyright.PENANAnRnGtUHWjL
Kejadian itu membuatku merasa puas akan balas dendamku, dan perasaanku dan hidupku sekarang dapat lebih tenang.
3787Please respect copyright.PENANAF1FeYs0yqg
*****
3787Please respect copyright.PENANAFpA50CKo1s
Beberapa hari kemudian, tepatnya malam kedua setelah kejahatan Pak Kosim ketahuan oleh istrinya dan dia mau bertobat, aku tidak dapat tidur dengan tenang. Sekitar jam satu malam aku terbangun dangan keringat membasahi hampir separuh pakaianku. Aku merasakan hawa panas melingkupi rumahku saat itu.
3787Please respect copyright.PENANALYWpducgyd
Ketika aku akan bangkit untuk membuka jendela kamarku, aku melihat Pak Kosim sudah berdiri di depan pintu kamarku. Pria itu tidak terlihat seperti sebelumya yang ketakutan ketika melihatku. Kali ini wajahnya penuh dengan arti kemenangan. Aku pun teringat akan jimat penangkal guna-guna yang kuletakkan di atas pintu rumahku. Benda itu kini berada di tangan kanan pria itu.
3787Please respect copyright.PENANAn2hZlvanQU
Pria itu mendekatiku seraya membuka pakaiannya. Aku tidak mampu bergerak dipandanginya. Tubuhku kaku, tetapi keringat tetap mengalir. Tiba-tiba dia mengangkat tubuhku dan membaringkanku di atas dipanku. Dia mulai membuka pakaianku. Mulai dari atas hingga bagian celana dalamku pun tidak luput darinya. Hawa dingin mulai merasupi tubuh telanjangku di tengah malam ini. Aku benar-benar sedang dalam bahaya yang tidak kuasa kulawan.
3787Please respect copyright.PENANAgLuP3pPpIB
Dia mulai merangsangku dengan menjilat dan menghisap daerah-daerah sensitifku. Aku sudah terangsang, tetapi mulai kurasakan rasa sakit akibat penangkal dalam tubuhku bereaksi. Sakit itu membuatku tambah tidak berdaya, dan lebih-lebih ketika pria itu mulai menggagahiku.
3787Please respect copyright.PENANAcsA5t0mhlq
Tiba-tiba ada suatu sentakan dalam diriku yang membuatnya tejungkal jatuh. Aku heran, aku yang sedang tidak berdaya tidak mungkin mempunyai kekuatan seperti itu untuk mebuatnya terjungkal. Tetapi dia kembali menggagahiku lagi, aku tetap tidak berdaya ketika pria itu kembali membentangkan pahaku. Dan dengan cepat menindih serta menghantamku lagi. Aku pasrah berdiam diri. Membiarkan tubuhku digoyang-goyang lagi. Namun baru beberapa kali gerakan, tiba-tiba..”Gdebrukk!”
Lagi-lagi Pak Kosim terjungkal jatuh.
3787Please respect copyright.PENANAqcVbgHSAXa
Ia nampak amat sangat terperanjat karena kali ini tidak melihatku melakukan gerakan apa pun. Seolah ada kekuatan tidak terlihat yang mendorongnya keras. Begitu bangkit terlihat ia memegangi miliknya dan menyeringai kesakitan.
“Uffh.. Baik, kali ini kau menang lagi, Surti. Tapi aku tak akan berhenti sebelum mengalahkanmu!” ancamnya.
3787Please respect copyright.PENANAGtvEtNxpbg
Setelah kata-katanya berakhir mendadak, “Buss!” tubuh Pak Kosim lenyap menjadi asap dan menghilang melalui sela-sela jendela kamarku.
“Byaar!” dunia pun seakan terang kembali di hadapanku.
Pengaruh magis Pak Kosim pada diriku ikut sirna bersama kepergiannya. Aku terduduk di tempat tidur. Merenungkan apa yang baru saja terjadi.
3787Please respect copyright.PENANANJSf1M0W2d
“Kenapa Pak Kosim tidak menepati janjinya?” aku bertanya-tanya.
“Bukankah ia bersumpah tidak akan mengulang perbuatannya lagi, dan.. dan.. bukankah ia telah impoten sejak aku berhasil menangkalnya?”
Pertanyaan itu terus berkecamuk di benakku.
“Apa mungkin ia melaporkan peristiwa dulu itu kepada dukunnya, dan minta untuk membalas dendam padaku? Bagaimana pula aku bisa punya kemampuan melawannya setelah tadi penangkalku dihancurkan?”
3787Please respect copyright.PENANAHdcf2p3bPF
Pertanyaan-pertanyaan tadi tetap tidak terjawab sampai mataku menjadi berat minta istirahat. Aku tidak perduli dengan pakaianku yang masih bertebaran. Esoknya terjadi kegemparan di antara orang-orang kampungku. Pak Kosim diketemukan tergeletak pingsan di bawah pohon besar tempat aku pernah ditemukan. Sewaktu dulu aku yang mengalami, beritanya tidak begitu meluas, karena aku orang kecil. Namun sekarang peristiwa yang sama dialami Pak Kosim yang pengurus RW, beritanya jadi cepat menjalar.
3787Please respect copyright.PENANAWfg7JCuEg3
Konon, ketika ditemukan Pak Kosim hanya bercelana dalam serta nampak kesakitan dan terus memegangi pangkal pahanya yang kelihatan bengkak dan memar-memar biru. Benakku segera menghubungkan kondisi Pak Kosim itu dengan pengalamanku semalam.
“Biar tahu rasa dia!” pikiranku mendampratnya.
Kebetulan hari itu juga aku harus mengambil cucian di rumahnya. Beberapa tetangga masih kelihatan di halaman depan rumah itu ketika aku masuk. Diam-diam aku masuk dan menguping pembicaraan orang-orang itu tanpa mereka ketahui.
3787Please respect copyright.PENANAGipWbe3sN8
“Katanya sih Pak Kosim dibawa penunggu pohon itu.”
“Iya, dulu juga si Surti tukang cuci itu pernah mengalami hal yang sama.”
“Kok saya tidak tahu ya? Kapan itu?”
“Yah, kira-kira dua bulan yang lalu..”
“Tapi sekarang Pak Kosim nampaknya parah lho.. tubuhnya sakit semua, malah.. alat vitalnya juga..”
“Jangan-jangan..,” suaranya semakin berbisik, “Penunggu pohon itu wanita dan telah memperkosanya hi.. hi.. hi..”
3787Please respect copyright.PENANAI4j3J3vhKh
Aku tersenyum kecut mendengar dugaan yang terakhir ini. Oh, orang kalau sudah ngomongin orang.. Orang lain yang sedang tertimpa musibah pun bisa menjadi bahan tertawaan dan lelucon. Sepertinya dia yang paling tahu dan benar saja. Coba kalau dia sendiri yang mengalami musibah itu, apa masih bisa tertawa?
3787Please respect copyright.PENANA0edXWz3ZmG
Sementara itu menurut tukang kebunnya, Bu Kosim serta anak-anaknya sedang mengantarkan Pak Kosim ke dokter untuk diperiksa. Di bagian dalam rumah agak sepi. Maka aku pun memberanikan diri memasuki kamar utama, tempat aku dulu pernah dizinahi Pak Kosim. Untung tidak dikunci. Mataku memandang berkeliling. Kolong ranjang pun tidak ketinggalan kuperiksa.
3787Please respect copyright.PENANAcpzp81YlAE
Akhirnya setelah membuka beberapa laci meja dan lemari yang tidak terkunci, kutemukan benda yang tidak sepantasnya ada di kamar itu, yakni celana dalamku! Aku ingat benar benda itu adalah milikku yang tertinggal dulu. Pak Kosim pasti sengaja menyimpannya supaya dapat tetap mengguna-gunaiku. Aku telah tertipu pada mulut manisnya yang mengungkapkan penyesalannya waktu itu.
3787Please respect copyright.PENANA6SYMjIg7gK
Memang, setelah dia berhasil kutaklukkan dulu di hadapan istrinya sendiri, sempat kulihat dan rasakan hubungan kami menjadi tidak yang seperti dulu yang Pak Kosim acuh tidak acuh terhadapku. Tetapi bagaimana dengan penjelasan celana dalamku ini?
3787Please respect copyright.PENANAuZi2W9LRS0
Sebenarnya hukuman untuknya sudah cukup besar dariku, karena sudah menerima rasa malu dari kekalahannya dan ketahuannya dariku. Belum lagi ditambah dengan istrinya yang marah besar melihat suaminya berani memasukkan wanita sembarangan ke kamar mereka. Lebih lagi wanita itu ternyata hanya meperdayai suaminya. Apapun akibatnya, sekarang Bu Kosim jadi tahu karakter suaminya. Ternyata ia bukan pria yang dapat dipercaya begitu saja. Ditambah lagi sekarang Pak Kosim ditemukan orang tidur setengah telanjang di bawah pohon. Apalagi yang dilakukannya kali ini?! Betapa menjengkelkan tua bangka ini, sekaligus memalukan!
3787Please respect copyright.PENANAqRzulwio4d
Kubawa celana dalamku itu. Kutaruh bercampur dengan cucian yang kuambil. Aku akan membakarnya supaya tidak ada lagi sisa-sisa barang yang dapat dipakai untuk mengguna-gunaiku. Meski begitu, aku sebenarnya masih agak penasaran kenapa Pak Kosim bisa terkapar pingsan di bawah pohon itu. Apakah ada kekuatan lain yang telah mengalahkannya? Bukankah ia, dengan berubah menjadi asap, sudah pergi dan tubuhnya tidak mengalami cedera berat setelah gagal menodaiku? Jangan-jangan ia mengira aku yang telah mempermalukannya di bawah pohon itu. Bagaimana kalau ia masih mau membalas dendam lagi?
3787Please respect copyright.PENANAssHsjtosYY
Kekuatiran dan rasa penasaran itu membuatku tidak dapat tidur nyenyak selama beberapa hari. Haruskah kutemui Mbah Purwo kembali untuk memupus kegelisahanku ini?
3787Please respect copyright.PENANAcbsNCmw0ti
“Jadi begitu ceritanya, Surti,” ujar Mbah Purwo setelah mendengar ceritaku.
Kali ini aku tidak malu menceritakan tentang usaha Pak Kosim menggagahiku lewat guna-guna lagi. Bahkan sampai membuatku beku dan mendatangi rumahku. Mbah Purwo juga sudah tidak sungkan-sungkan lagi memanggilku tanpa sebutan “Mbak” lagi. Mungkin ia merasa akrab sejak “memasang” penangkal pada tubuhku dulu.
3787Please respect copyright.PENANAhbZJSbBQni
“Iya, Mbah. Bagaimana ini?” tanyaku.
“Kalau menurutku, Pak Kosim sendiri memang tidak mungkin lagi berani mengguna-gunai siapa pun sejak berhasil kau lumpuhkan. Ia pun sekarang memang sungguh-sungguh sedang mengalami impoten. Hal ini dapat dianggap sebagai tumbal yang harus ia tanggung karena sudah memakai guna-guna hitam itu. Meskipun impotennya itu hanya bersifat sementara. Aku menduga, kemungkinan besar yang datang ke rumahmu kemarin itu adalah Mbah Dipo, dukunnya Pak Kosim. Hanya saja ia menggunakan raga Pak Kosim sebagai sarananya. Reputasi dukun ini memang kurang baik di mata dukun-dukun lain. Ia sering menghalalkan segala cara.”
Aku manggut-manggut mencoba memahami dunia para dukun.
3787Please respect copyright.PENANAqhkYuoun7V
“Rupanya Pak Kosim melaporkan kekalahannya olehmu itu. Lalu Mbah Dipo, yang merasa tidak suka, berupaya menyakitimu. Memang ia telah menghancurkan penangkal yang kuberi itu, tapi ia tidak menduga bahwa aku pun telah memasang Paku Bumi di tubuhmu. Dan kebetulan sekali ia beraksi tepat pada waktu Paku Bumi juga sedang bekerja. Seandainya ia bersabar sedikit barang lima menit pastilah maksudnya akan kesampaian. Kau ingat kan, Sur, bahwa Paku Bumi hanya bereaksi sekitar lima menit. Setelah itu ia akan melemah dengan sendirinya. Bila dalam masa lima menit tadi ada yang memaksakan kehendaknya, maka otomatis penangkal ini akan bereaksi keras menolaknya. Bila yang memaksakan kehendak adalah orang yang dipasangi penangkal ini, maka engkau akan merasakan kesakitan yang luar biasa. Bila yang memaksakan kehendak adalah orang lain, maka ia akan ditolak dengan rasa sakit luar biasa pada alat vitalnya. Kurasa orang itu mengalami hal itu..”
3787Please respect copyright.PENANAJSYYbuEbOz
Memusnahkan Guna-guna Pemikat Sukma 05
3787Please respect copyright.PENANAeusj5orkcn
Sambungan dari bagian 04
3787Please respect copyright.PENANADRjphnP3I9
Aku bersyukur dapat selamat dari nafsu Mbah Dipo. Ya, ia memang tidak sabar dan menyerangku tepat pada waktu penangkal Paku Bumi sedang bereaksi, ketika perutku sedang melilit sakit. Seandainya ia mau bersabar sebentar saja, tidak tahulah apa jadinya dengan diriku.
3787Please respect copyright.PENANANhZ7fd2O2d
“Jadi sekarang sebaiknya bagaimana, Mbah..?”
“Kukira ia benar-benar akan membalas dendam. Oleh karena itu kau harus berjaga-jaga.”
“Mbah akan memberi penangkal lagi?”
“Ya. Tapi tolong, bagaimana pun kasihannya kau pada seseorang, jangan biarkan ia tahu soal penangkal ini. Rahasiakan hal ini dari siapapun, bahkan anakmu sendiri. Hanya kita berdua yang tahu masalah ini. Ingat, bila rahasia ini bocor, taruhannya sekarang adalah nyawamu. Di dalam dunia perdukunan, bila seseorang sudah berani melawan seorang dukun, berarti si dukun sudah siap bersabung nyawa dengan orang itu. Kalau rahasia kekuatan orang itu sudah diketahui oleh si dukun, sama artinya dengan menyerahkan nyawanya pada si dukun.”
“Aku janji tidak akan membuka rahasia lagi, Mbah,” jawabku.
3787Please respect copyright.PENANAXIMC7LIxY3
“Karena si dukun yang mengincarmu ini tergolong dukun cabul, maka biarkan penangkal Paku Bumi tetap ada pada dirimu. Dengan pengalaman yang pernah terjadi, kau tentu sudah lebih tahu bagaimana menggunakannya, kan?”
“Iya, Mbah.”
“Yang kedua, aku akan memberimu penangkal yang lebih kuat dari yang kemarin. Taruhlah ini di rumahmu di tempat yang tersembunyi. Ia akan menjaga dari ancaman guna-guna hitam yang masuk ke rumahmu. Siapa pun yang mengirim guna-gunanya akan mendapat reaksi perlawanan dari penangkal ini. Hanya orang yang lebih kuat dari penangkal itu sajalah yang dapat masuk ke rumahmu dengan guna-gunanya. Terimalah ini..”
3787Please respect copyright.PENANA15P9nlAaVq
Kuterima bungkusan kuning dari Mbah Purwo. Agak lebih besar sedikit dari penangkal berbungkus hijau yang telah dihancurkan Mbah Dipo.
“Apa masih ada yang lain lagi, Mbah?” tanyaku.
“Ehem, ehem,” Mbah Purwo mendehem, “Kalau yang ini terserah kau saja mau menerimanya atau tidak, yakni kemampuan bathin Satu Raga. Dengan memiliki kemampuan bathin ini nantinya kau bisa memanggilku kapan saja diperlukan, terutama dalam keadaan kritis yang berkaitan dengan perdukunan.”
“Aku mau, Mbah,” jawabku tanpa pikir panjang.
3787Please respect copyright.PENANAd7t35IGPTE
“Syaratnya.., raga kita harus bersatu lebih dulu. Apa kau sanggup, Sur?”
“Eh.. oh.. ap.. apa ini sama seperti waktu memasang Paku Bumi. Mbah?” aku tersipu malu.
“Ya, prosesnya memang harus melalui cara itu, Sur. Namanya juga Satu Raga.. Silakan kau pikirkan dulu. Kalau kau bersedia, kau harus menginap di sini karena prosesnya lama.. Maaf, silakan kau berpikir di ruang dalam, karena pasien yang lain sudah menungguku.”
3787Please respect copyright.PENANAbC4Cx7KdxA
Aku berjalan memasuki bagian dalam rumah Mbah Purwo yang kelihatan biasa seperti rumah pada umumnya. Tidak kulihat siapapun lagi di rumah itu. Pasti ia hidup sendiri. Aku duduk tercenung di atas kursi bambu di halaman belakang.
“Ah, kenapa lagi-lagi aku dituntut melakukan perbuatan itu?” pikirku.
Kalau dulu aku melakukannya dengan Pak Kosim dan ketiga pemuda dalam keadaan tidak sadar karena pengaruh guna-guna. Maka sekarang aku dituntut melakukannya dengan sadar tanpa paksaan. Apa ini bukan akal bulus Mbah Purwo saja untuk melakukannya yang kedua kali dengan diriku? Tapi.. penangkal yang dia berikan dulu sudah terbukti berhasil menyelamatkanku. Masak dia mau menipu?
3787Please respect copyright.PENANAAjXw9jJyhW
Sekarang yang perlu kupertimbangkan adalah untung-ruginya kalau memiliki kemampuan Satu Raga. Kemampuan ini memang tidak ada gunanya kalau situasinya aman-aman saja. Namun sekarang sudah jelas posisiku dalam keadaan terancam pembalasan Mbah Dipo. Ia tentu akan menggunakan kekuatan yang lebih hebat lagi. Kemarin ia telah membuatku hampir mati beku dan mengelabuiku menggunakan raga Pak Kosim, sehingga aku hampir pula dinodainya. Sekarang pasti akalnya lebih licin lagi. Jiwaku terancam hebat. Ya kalau penangkal berbungkus kuning itu mampu mengalahkannya. Kalau tidak mampu?
3787Please respect copyright.PENANAU1ZDWvURN8
Dengan kesaktiannya, kukira Mbah Dipo pasti dapat menemukan penangkal itu di mana pun kusembunyikan, lalu menghancurkannya. Kalau itu yang terjadi, habislah aku. Ia pun kukira pasti telah menyiapkan cara untuk menghadapi penangkal Paku Bumi yang kumiliki. Aku pun tidak dapat menduga kapan ia akan datang. Agaknya aku memang memerlukan penolong yang siap membantuku setiap saat.
3787Please respect copyright.PENANAPJIXOCyoKR
“Mari kita makan siang, Sur,” suara Mbah Purwo mengejutkan lamunanku yang entah sudah berapa lama.
Tidak terasa matahari telah di atas ubun-ubun.
“Pasienku sudah habis, dan biasanya kalau sudah lewat jam satu siang begini tidak bakal ada yang datang lagi. Sebaiknya kita makan sekarang, kemudian kau tidur beristirahat untuk menyiapkan diri menerima Satu Raga yang prosesnya berlangsung semalaman. Kita mulai nanti setelah makan malam.”
3787Please respect copyright.PENANAFclvZIPMv7
Seusai makan, Mbah Purwo memasuki kamar prakteknya. Katanya ia hendak menyiapkan perlengkapan untuk nanti malam. Sementara aku dipersilahkan tidur di kamar di dalam rumahnya. Kurebahkan tubuhku yang penat. Bau harum melati yang bertaburan di atas tilam menyegarkan penciumanku. Rupanya Mbah Purwo paling suka aroma bunga melati, sehingga di setiap tempat tidurnya bertaburan bunga ini. Di halaman rumahnya pun tadi kulihat banyak tanaman ini sedang berbunga lebat. Aroma khas melati ini membuatku dengan cepat terlelap. Biarlah apa yang terjadi nanti terjadilah. Aku perlu menenangkan kondisi fisikku yang cukup lelah, karena tadi pagi harus menyelesaikan cukup banyak cucian sebelum berangkat ke rumah Mbah Purwo. Sementara itu psikisku yang terus didera kejadian-kejadian aneh rasanya juga lelah sekali.
3787Please respect copyright.PENANAyVwzUIen96
Sambil berbaring, kupejamkan mata. Anganku melayang pada Basuki dan Nina. Sedang apa mereka sekarang? Semoga kedua anakku itu selalu bahagia dalam lindunganNya. Hanya mereka berdua sekarang yang menjadikan hidupku lebih bersemangat. Andai tidak ada mereka, entahlah. Mungkin aku tidak akan bersusah-susah mencari Mbah Purwo guna mempertahankan hidup. Akan kubiarkan segala yang menimpa diriku. Akan kubiarkan diriku menjadi korban guna-guna. Toh hidup lebih lama juga tidak menjamin kehidupanku lebih baik.
3787Please respect copyright.PENANAV6hDJ8M02C
Yah, kadang memang aku mengeluh pada Allah. Kenapa hidup keluarga kami yang mulai tertata baik mendadak harus kehilangan tiang penyangga utamanya. Suamiku meninggal. Sehingga porak-poranda lah seluruh yang sudah mulai tertata baik itu. Padahal, menurut pikiran manusia, keluarga kami tidak mengharap yang aneh-aneh atau muluk-muluk. Kami selalu berusaha mencukupkan diri dengan apa yang kami miliki.
3787Please respect copyright.PENANACX8CtT83ln
Punya sedikit tidak mengeluh. (Kadang-kadang) Punya berlebih, kami pun tidak menjadi sombong. Sementara banyak orang yang hidupnya sudah berkecukupan masih terus memburu harta-benda tidak berkesudahan. Dan sepertinya mereka terus mendapat kelimpahan. Sedangkan kami justru tertimpa kesedihan? Kenapa ini terjadi, Tuhan? Inikah memang yang Kau gariskan? Pertanyaan itu tidak terjawab sampai mataku terlelap. Dan aku yakin, misteri Allah ini tidak akan pernah terjawab oleh siapapun sepanjang masa..
3787Please respect copyright.PENANAiZsEpimHaZ
“Kita makan dulu, Sur,” ajak Mbah Purwo setelah maghrib lewat.
Seperti tadi siang, selama makan aku pun tidak banyak bicara. Bagaimana pun tetap ada rasa jengah dalam diriku mengingat apa yang akan kami lakukan setelah ini. Mbah Purwo yang coba mengajakku ngobrol pun tidak mampu mencairkan suasana hatiku.
“Rupanya kau belum bersikap sungguh-sungguh untuk menerima Satu Raga, Sur? Sikapmu masih takut-takut dan malu-malu..”
“Ak.. aku sudah siap, Mbah.”
“Kau jangan menipu mata tuaku ini, Sur. Kalau kau masih terus bersikap begitu, maka akan menghambat proses Satu Raga ini.”
“Maaf, Mbah. Aku memang masih merasa malu dan ragu, soalnya..”
Belum selesai aku bicara Mbah Purwo sudah memutus.
3787Please respect copyright.PENANAu8fOmgCSzo
“Dalam proses Satu Raga, kita tidak boleh ragu-ragu. Kita harus konsentrasi penuh dan hanya membayangkan wajah mitra kita di dalam pikiran. Kalau pikiran kita tidak konsentrasi, percuma saja kita melakukan proses Satu Raga ini. Tidak ada gunanya.”
“Iii.. iya, Mbah. Saya akan coba berkonsentrasi..”
“Tidak mungkin, Sur,” tegur Mbah Purwo arif. “Sekarang begini saja.. Apa kau membawa foto suamimu? Coba kupinjam..”
Aku mengingatnya sebentar. Kemudian beranjak ke kamar mengambil dompetku. Di situ selalu kuselipkan foto keluarga kami.
3787Please respect copyright.PENANAF5exjCQvoq
“Ini fotonya, Mbah. Tapi foto keluarga.”
“Ini pun cukup. Mari kita ke kamar praktekku dan memulai proses Satu Raga.”
Kami duduk bersila, berhadap-hadapan. Mbah Purwo mengamati foto keluargaku beberapa saat. Dengan jari telunjuk dan jari tengah, di kiri kanan ditutupnya gambarku dan kedua anakku sehingga yang tampak tinggal gambar suamiku. Dipandangnya gambar itu tajam-tajam. Lalu sambil memejamkan mata, dibawanya gambar itu ke keningnya, ditempelkannya, dan dibawanya turun melewati wajahnya.
3787Please respect copyright.PENANALM3SOEZNir
“Pandanglah mataku, Sur!” suara Mbah Purwo berubah garang memerintahku.
Kuturuti permintaannya. Kupandang mata laki-laki yang duduk di depanku itu. Aku terkejut sekali karena ternyata aku saat itu tengah memandang Mas Widodo, suamiku! Suamiku hidup lagi!?
“Bagaimana keadaanmu sekarang, Sur?” tanya Mas Wid.
“Eh.. Oh.. Baik-baik saja, Mas,” sahutku kikuk.
“Lalu Basuki dan Nina sekarang di mana?”
“Mereka bekerja di Tangerang, Mas.”
“Aku rindu sama kamu, Sur..”
3787Please respect copyright.PENANATBiA4Xq4El
Mas Widodo mendekatiku. Dijembanya aku untuk berdiri. Sebentar kemudian aku dipeluknya. Dan.. diciumnya.. Aku ingin meronta, namun nalarku pelan-pelan berubah total jadi ingin menerimanya. Air mataku mengucur haru menerima kehadiran suamiku kembali. Kubalas pelukannya dengan kerinduan yang amat sangat.
“Jangan tinggalkan aku lagi, Mas,” desahku sambil mempererat pelukan.
“Tidak, Sur.”
3787Please respect copyright.PENANAjV17VFokIW
Masih dalam suasana rindu itu kurasakan tubuhku dipondongnya. Kami memasuki bilik kecil berlampu merah. Aroma cendana dan melati membuat kami lebih asyik-masyuk. Oh.. betapa rindunya aku akan belaian dan dekapan Mas Wid. Lama sekali kami tidak bermesraan seperti ini. Aku tidak tahan lagi. Kubuka bajunya.. Aih, sekarang Mas Wid memelihara bulu dada! Tubuhnya juga tampak lebih kekar berotot, tidak seperti dulu, agak kerempeng. Kukecup dada berbulu itu. Syuur.. terasa di sekujur tubuhku. Terlebih ketika tangan kekarnya memelukku ketat dan mulai nakal menggelitiku.
3787Please respect copyright.PENANAc8dkCAi9fz
Memusnahkan Guna-guna Pemikat Sukma 06
3787Please respect copyright.PENANAmuV0akkYKF
Sambungan dari bagian 05
3787Please respect copyright.PENANAvUIzT7RyMx
Sebentar kemudian gaun yang kukenakan sudah terbang entah kemana. Aku tidak perduli. Juga ketika secarik kain terakhir penutup aurat bagian bawahku ikut merosot turun dan lepas. Bahkan aku tidak mau kalah. Kulucuti juga apa saja yang melekat di tubuhnya. Kami bagaikan dua bayi yang baru lahir. Kutarik dia hingga kami roboh bergulingan di atas tilam wangi melati itu. Ingin kupuasi dahagaku selama ini. Kubenamkan wajahnya di dadaku dalam-dalam. Kurasakan hisapan-hisapan yang membuatku melayang-layang tinggi ke awan.
3787Please respect copyright.PENANAdykMDJ7Ckq
Beberapa bulan tidak bertemu, ternyata sekarang Mas Wid begitu perkasa. Tidak biasanya ia mencumbuku seperti ini. Menghisap kuat-kuat. Menggigit-gigit. Menelusuriku dengan lidahnya. Membangkitkan ledakan di bagian sensitifku. Membuatku menggelinjang. Meronta. Mas Wid begitu liar, ganas dan dahsyat. Aku kewalahan menghadapi ulahnya yang tidak seperti biasa.
“Hisap, Sur!” perintahnya sambil memasukkan jari telunjuk ke mulutku.
Terasa manis. Aku jadi ketagihan. Menghisap dan menghisapnya terus. Nikmat sekali! Apalagi bersamaan dengan itu kurasakan remasan-remasan di dadaku, kemudian disusul belaian di bawah pusarku. Aku semakin tidak tahan. Pantatku terangkat. Birahiku juga.
3787Please respect copyright.PENANAiX9u3VF1Gh
“Pandang mataku, Sur,” kembali perintah itu kudengar.
Sambil tetap menghisap jari itu, kubuka mata memandang wajah yang berada tepat di atasku. Dan.. wajah Mas Wid pelan-pelan sirna, beralih rupa jadi Mbah Purwo. Laki-laki itu dengan tubuh telanjang tengah mengangkangiku.
“Ouh.. Mbah.. kenapa kita begini?” samar kesadaranku mulai pulih.
Namun segera saja aku tersentak karena bibirku telah tersumbat bibirnya. Tubuhku pun didesaknya. Dilumatnya. Dihisap. Lidahnya membeliti lidahku. Aku kembali melayang-layang. Kecupan-kecupan di sekujur wajah, leher, dada, payudara, perut, pusar dan terus turun semakin memupus bayangan Mas Wid. Dalam sekejap aku telah melupakannya.
3787Please respect copyright.PENANA3B55oPvzPS
Walau sekarang kusadari Mbah Purwo yang tengah menggelutiku, aku tidak perduli. Yang penting birahiku yang menuntut kepuasan terpenuhi!
“Augh!” tiba-tiba rasa sakit melilit menyerang bawah pusarku.
Kulipat kaki secara refleks. Bersamaan dengan itu Mbah Purwo kurasakan menghentikan kegiatannya. Berbaring menopang kepala dengan tangan kiri sambil tangan kanannya membelai-belaiku.
3787Please respect copyright.PENANADYb74cMUhH
“Tahan sebentar saja, Sur. Paku Bumi sedang bereaksi. Setelah dia selesai, kita akan segera menuju nirwana..”
Dipegangnya tangan kananku, dituntunnya menuju ke bawah pusarnya. Sementara itu aku terus bergelut dengan rasa sakit.
3787Please respect copyright.PENANAhL5w7gfbvN
Gila! Tanganku tidak cukup besar untuk menggenggamnya. Dadaku ikut berdesir.. seperti tengah dibelai benda antik itu. Lima menit menahan sakit rasanya bertahun-tahun. Aku sudah tidak sabar lagi..
“Cepat Mbah, sekarang..” pintaku setelah rasa sakit itu mereda sambil menarik tubuh Mbah Purwo supaya menelungkupiku.
“Aku bukan suamimu, Sur,” dia tidak bergeming namun terus membelai-belaiku.
“Aku sudah tahu, Mbah.”
“Kau sungguh-sungguh sudah sadar dan rela melayaniku, Sur?” tanyanya lagi sambil terus membangkitkan birahiku.
“Iya, Mbah,” jawabku tegas seraya tetap meremas-remas.
3787Please respect copyright.PENANAl12g0jDn6h
Sejenak kemudian tubuhnya sudah kembali di atasku. Aku mendesis membayangkan kenikmatan tiada tara.
“Sekarang proses Satu Raga baru akan kita mulai, Sur. Hisaplah dadaku,” perintahnya.
Mbah Purwo menyodorkan dada kanannya ke bibirku. Terasa manis. Kemudian beralih dada kiri. Aku semakin ketagihan dengan rasa manis itu. Kuperkuat hisapanku. Kuperkuat pula pelukanku.
3787Please respect copyright.PENANAHpwXQgFLfZ
Samar kudengar suara bergeremang. Mungkin dia sedang merapal manteranya. Aku tidak perduli. Hisapanku semakin liar kemana-mana karena ternyata seluruh tubuhnya terasa manis. Manis dan manis yang membuatku kian berani dan gila. Kudorong tubuhnya hingga jatuh telentang. Kini ganti aku yang berada di atasnya. Kunikmati kemanisan itu di sekujur tubuhnya. Di dadanya, di ketiaknya, di pinggangnya, di perutnya, di pusarnya dan di.. Oh, sungguh madu yang sangat harum itu terasa di lidahku yang terus menghisap dan menghisap. Dia nampak menggelinjang. Aku senang.
3787Please respect copyright.PENANAsUgRMYnfSk
Terus kupermainkan hingga puluhan menit. Dan.., ia menggelinjang semakin hebat sampai kemudian lahar manis itu pun menggelegaklah. Menyembur keras menerpaku, memenuhi mulutku.
“Telanlah, Sur.. Telan..!” parau suaranya memintaku.
Tanpa disuruh pun aku memang sedang menikmati madu manis yang terus mengucur bagai tidak ada habisnya itu. Tidak kusisakan setetes pun sampai nafasku habis. Yang kuherankan, “tiang” itu tetap tegak tegar menantang dengan kebesaran dan kharismanya. Membuatku terlongong-longong memandangi benda ajaib itu.
3787Please respect copyright.PENANATzFpUxysCd
“Itu yang pertama, Sur. Kita masih harus melakukannya beberapa kali lagi supaya kemampuan Satu Raga ini menjadi sempurna. Sekarang kau berbaringlah.”
Bagai tidak kenal lelah, sedetik kemudian tubuh kekar dengan dada berbulu itu telah membuatku megap-megap. Terlebih setelah benda ajaib itu menghantamku bertubi-tubi. Ugh.., lagi-lagi aksi Paku Bumi kunikmati. Rasanya kali ini bahkan melebihi. Aku ikut terangkat setiap ia bergerak ke atas. Dan terhempas keras setiap ia menghunjamku dalam-dalam. Aku terbeliak-beliak menahan sesuatu yang hendak keluar.
3787Please respect copyright.PENANAVMpIugBSsA
“Tahanlah, Sur..” pesannya sambil terengah-engah.
Tubuhku mengikuti irama gerakan tubuhnya. Naik-turun, naik-turun. Mengangkat-menghunjam, menggocoh-menggoyang, mendesak-memutar.. Aku tersengal-sengal. Tidak mampu lagi mengimbangi keliarannya. Kedua kakiku yang semula menggamit pinggangnya pun telah lunglai. Terkapar ke kiri-kanan.
“Ak.., aku tak tahan lagi..”
Mata kupejamkan. Bibir kugigit. Kupeluk erat tubuh berkeringat di atasku. Mengejan keras, lalu.., “Srr..” tubuhku terlonjak beberapa kali.
Aku telah kalah dalam pertempuran ini.
3787Please respect copyright.PENANAzMXPKqWThr
Tetapi goyangan di atas tubuhku masih terus kurasakan. Tidak kenal lelah. Tidak kenal henti. Semangatku yang sudah terkapar layu sedikit demi sedikit ikut terpacu kembali. Birahiku bangkit lagi. Kesakitan berubah jadi kenikmatan. Aku mau mereguknya sekali lagi! Tubuh di atasku terus berpacu. Aku kembali mengikuti iramanya. Kadang kubalas dengan gerakan erotis. Ikut bergoyang. Kuputar. Kutahan. Hampir satu jam kami berpacu. Dan.., sepertinya aku hampir tidak tahan lagi.
3787Please respect copyright.PENANAqKkmq0YHGL
“Akk.., aku mau keluar lagi..” desisku di tengah kenikmatan tiada tara.
Seraya tetap bergerak, Mbah Purwo mengubah posisinya hingga duduk. Kaki kiri-kananku dinaikkannya di atas pahanya. Kemudian dipeluknya aku dalam sikap duduk berhadapan. Aku menduduki pahanya. Aku terlonjak-lonjak bagai orang naik kuda. Kupeluk erat punggungnya. Kucoba bertahan lebih lama, namun.. pertahananku bobol lagi. Tubuhku gemetaran, tulang-tulang seperti dilolosi. Pelukanku pun melemah, melemah dan akhirnya lunglai.. dalam pelukan si kuda jantan yang masih terus memacuku dalam posisi duduk berhadapan. Dua kali aku ditaklukkannya, sementara dia masih tegar. Kekuatan apa yang dimilikinya?
3787Please respect copyright.PENANA2Ys0wgqI5r
Dikembalikannya posisiku rebah telentang. Dibentangkannya kedua kakiku lebar-lebar. Ditindihnya lagi. Dihunjamnya. Dihantamnya bertubi-tubi. Ugh.. apa birahiku akan bangkit lagi untuk mengimbanginya? Nampaknya ia memang sedang berusaha merangsangku lagi. Dan benar apa katanya dulu bahwa aku termasuk wanita yang mudah bergairah. Disenggol sedikit saja di daerah sensitif, bangkitlah nafsuku. Ya, meski sudah dua kali dipukul knock-out, pelan-pelan aku terbangunkan lagi. Kubalas pelukannya. Kubalas kecupannya. Kubalas gairahnya. Goyangannya. Keperkasaannya yang entah sampai kapan.., karena agaknya aku tidak dapat bertahan lebih lama lagi untuk yang ketiga kalinya.
3787Please respect copyright.PENANAFy7vXcvEFD
“Aku lelah sekali, Mbah..”
“Bertahanlah sampai yang kelima kali, Sur. Ini salah satu syarat yang harus kita penuhi, yakni aku harus bisa memuaskanmu lima kali berturut-turut tapi aku sendiri tidak boleh kalah. Kalah sekali saja maka prosesnya harus diulang dari awal lagi.”
“Hahh!” aku tercengang. Tidak habis mengerti dengan syarat gila ini.
“Beruntung aku sudah memiliki Paku Bumi, sehingga syarat itu bisa kulakukan. Baru nanti pada yang kelima kalinya kita akan mencapainya bersama-sama.. Ugh.. ugh.. ugh..”
3787Please respect copyright.PENANAIaV4qvTgFP
Guncangan di atasku terus berlangsung gencar. Keringat kami membanjir membasahi tilam yang sudah berantakan namun harum wangi cendana dan melati tetap tercium. Sudah kepalang tanggung, pikirku. Dua kali lagi tidak jadi soal. Maka aku kini diam saja untuk menyimpan tenaga. Kubiarkan proses keempat berlangsung tanpa responsku. Tubuhku yang sudah luluh lantak rasanya kubiarkan terkapar dinikmatinya. Dan tidak lama, kembali aku harus membeliak karena puncak itu datang lagi. Dari keadaan diam aku tersentak-sentak beberapa kali. Rasanya keluar habis seluruh cairan di dalam tubuhku.
3787Please respect copyright.PENANAidjWpzCu6P
“Sss.. sekarang yang terakhir, Sur. Kkk..kita harus mencapainya bersama-sama. Aaa.. aku sudah hampir tak tahan lagi..” dengus Mbah Purwo di sela-sela guncangannya.
Sementara aku perlahan mulai membangkitkan semangat lagi. Kubenamkan wajahnya di dadaku. Kudekap erat. Kunikmati hisapan kuda liar ini yang dengan cepat mengundang birahiku kembali. Auuwww..! Aku terpaksa membuka paha lebih lebar merasakan gempuran di situ semakin dahsyat. Kepala meriam yang membesar itu terasa kian sesak mendesak-desak, memborbardirku. Aku kewalahan.
3787Please respect copyright.PENANAkcHs6Bn1NA
“Ayo, Sur, sekarang.. egh.. egh..” pacunya semakin cepat.
Kedua tangannya bertumpu di sisi kiri-kanan lenganku. Keringat menetes dari dagunya. Membasahi dadaku. Segera kutarik kepalanya ke bawah. Kusambut bibirnya. Lidah kami saling belit. Saling hisap. Bersamaan dengan itu, kupergencar goyangan pantatku. Kuangkat. Kuputar. Kugetarkan. Kuhentakkan. Akhirnya.. akhirnya.. tubuh di atasku mulai gemetaran.
3787Please respect copyright.PENANAVHEX7TQQua
“Sss.. sekarang, Sur. Keluarkan..”
“Iii.. iya, Mbah,” sahutku sambil ikut menggigil merasakan desakan lahar dari dalam tidak tertahankan lagi.
Getaran Mbah Purwo semakin hebat.
“Uugghh..” sambil memekik panjang, mendadak pantatnya bergenjut-genjut belasan kali.
Bersamaan dengan itu, aku pun tidak dapat bertahan lagi. Tubuhku menggigil keras. Dan.., “Surr.. surr..” kami merasakan kenikmatan bersama-sama.
Aku yang kelima kalinya, sedang dia yang pertama. Satu syarat lagi telah kami lalui.
3787Please respect copyright.PENANARTyGrZp8GB
Memusnahkan Guna-guna Pemikat Sukma 07
3787Please respect copyright.PENANA1TKqEiODKJ
Sambungan dari bagian 06
3787Please respect copyright.PENANA3UBUESKnBf
Tubuh polos kami tumpang tindih bagai tidak mau lepas. Nafasnya ngos-ngosan bagai kuda habis berpacu. Dua jam lebih kami berpadu nafsu, bersatu raga. Masih sekitar pukul sepuluh malam waktu ini, padahal prosesnya masih akan berlangsung hingga subuh. Proses apa lagi yang akan kujalani selama enam jam berikut?
“Mari kita membersihkan tubuh, Sur..” ajak Mbah Purwo.
Aku mengikuti langkahnya.
3787Please respect copyright.PENANAklJgyoNKXV
Bagai seorang anak kecil, ia memandikanku dengan air kembang mawar. Menyiramiku. Menggosok seluruh tubuhku dengan kembang. Menyabuni tubuh telanjangku. Lalu ia menyuruhku melakukan hal yang sama terhadap dirinya. Kusirami. Kugosok dengan kembang. Kusabun. Kemudian kurasakan ia memegang tanganku yang masih sibuk menyabuni dadanya. Membawanya turun dan terus turun hingga sejengkal di bawah pusarnya, lalu ia memintaku menyabun bagian itu secara khusus. Rasanya belum lama, namun benda ajaib itu telah bergairah lagi. Menantang. Pelan tubuhku terdorong ke dinding. Rapat. Dan kian rapat tubuh itu melekat ke tubuhku. Tangannya mengelusku. Membelaiku, dan perlahan mengangkat paha kiriku.
3787Please respect copyright.PENANAqQdM25Pnev
“Iihh..!” aku terpekik ketika ia telah memasukiku.
“Ap.. apa ini juga salah satu syarat, Mbah?”
“Bukan, Sur. Tapi kau tak keberatan menampung hasratku lagi, kan?”
“Uuhh.. gila!” aku melenguh.
Pelukannya mengetat. Tubuhku semakin tergencet ke tembok.
“Apa yang tadi masih belum puas, Mbah?” aku coba mengelak.
“Tadi masih belum apa-apa, Sur. Dengan Paku Bumi, aku sanggup bersenggama dua hari dua malam tanpa henti.”
“Hah! Egh!” Aku terkejut.
3787Please respect copyright.PENANAuKyUgcMhAx
Bersamaan dengan itu, ia menerjangku kuat-kuat sampai tubuhku terangkat. Kupagut pundaknya sambil coba meronta. Namun tubuhku bagai terpasak di tembok porselen. Terlonjak-lonjak mengikuti irama gerakannya. Irama yang membius sehingga penolakanku pelan-pelan padam. Aku berhenti meronta dan malah senang karena merasakan kenikmatan gaya lain yang bakal kualami lagi. Malam ini benar-benar surprise buatku. Kini aku percaya kebenaran kata-katanya bahwa aku punya nafsu besar. Buktinya, aku mampu menerima perlakuan seks Mbah Purwo yang gila-gilaan ini!
3787Please respect copyright.PENANA8uWrLondt5
Tubuhku dipegangnya. Dilontarkannya ke atas ke bawah. Sesuatu menusuk-nusuk di bawah perut menimbulkan keasyikan tersendiri bagiku. Dalam posisi tetap demikian, ia berjalan menuju ke kamar. Tidak perduli tubuh kami belum kering benar. Aku membeliak-beliak dan memeluk kepalanya erat. Merasakan sensasi yang luar biasa.
3787Please respect copyright.PENANADn33Wo4lLr
“Ak.. aku mau keluar..” desahku.
“Tahanlah sebentar, Sur. Aku belum apa-apa..”
Dia duduk di tepi ranjang. Lalu menjatuhkan dirinya, sehingga posisiku sekarang menelungkupinya. Entah bagaimana caranya, dengan cepat kemudian kurasakan ia mengubah posisinya menjadi di atasku. Di atas punggungku. Pahaku dikangkangkannya ke kiri kanan, diangkatnya, lalu sigap kembali disergapnya.
3787Please respect copyright.PENANAisBqNiQhLO
Ufh.., lagi-lagi aku merasakan pengalaman baru bersebadan dengan cara ini. Diserang dari belakang! Seumur hidup baru kali ini kualami. Aku yang orang kampung, mana pernah membayangkan hubungan gila semacam ini. Seperti ****** kawin! Tapi lama-lama aku menikmatinya juga.. Bahkan mampu memberinya respons dengan gerakan maju-mundur.
3787Please respect copyright.PENANAncDxHuKQnn
“Ufh.., terus.. terus, Sur. Kamu hebat..” suaranya sambil memegangi pinggangku.
Disusul kemudian remasan-remasannya yang menambahku semakin bergairah. Dalam posisi seperti anak kecil main kuda-kudaan itu, akhirnya aku menyerah lagi. Badanku berkejat-kejat. Lututku lunglai. Tubuhku pun luruh kembali ke tilam. Tidak menunggu lama, Mbah Purwo kembali menelentangkanku. Lalu pasak dan cangkulnya pun giat bekerja lagi. Menusuk. Mengebor. Menggoyang. Membuatku melayang-layang lagi. Gila!
3787Please respect copyright.PENANAEwYNOUH0GD
Satu jam lebih ia memperlakukanku sesuka hatinya dengan cara-cara yang tidak pernah kukenal sebelumnya. Sebagai orang kampung aku selama ini memang tidak tahu banyak variasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kepuasan. Yang kutahu hanya posisi pada umumnya, dimana pria di atas dan wanitanya di bawah saling tidur berhadapan. Itu saja. Barulah bersama Mbah Purwo ini kurasakan berbagai gaya, berdiri, lewat belakang, tidur miring, duduk berhadapan, dipangku, digendong, berjuntai telentang hingga menyentuh lantai dan lain-lain gaya. Rata-rata semuanya memberiku sensasi kepuasan yang dahsyat. Terlebih dia bagaikan memiliki tenaga sepuluh ekor kuda yang tanpa kenal lelah berlari, dan terus berlari tanpa henti sebelum mencapai garis finish. Hingga kami terkulai bersama.
3787Please respect copyright.PENANA5U4SI4oUYk
“Sudah Mbah, cukup,” bisikku antara sadar dan tidak setelah melihat dia ikut terkulai di sisiku.
Aku hampir tidak mampu bergerak lagi. Luluh lantak tubuh ini. Seperti hampir pingsan.
“Ya, Sur. Kita istirahat sebentar. Nanti tepat tengah malam kita lanjutkan proses Satu Raga di luar rumah. Tidurlah dulu nanti kubangunkan.”
Kupejamkan mata. Samar-samar sebelum terlelap, kurasakan Mbah Purwo memelukku. Kelelahan membuatku tidak ingat apa-apa lagi.
3787Please respect copyright.PENANAB3A6VGBWHC
Entah berapa lama aku tertidur, namun ketika bangun, kurasakan sesuatu mengelus-elus bahkan seperti menjilat-jilat bawah pusarku.
“Iiihh.. binatang apa ini?” aku terkejut sambil secepatnya berupaya menghindar.
Namun sekejap saja dua tangan kokoh menahanku. Tahulah aku, ternyata Mbah Purwo lah yang tengah melakukan itu. Yang terlihat hanya kepalanya ada di pangkal pahaku dan kedua tangannya mementang kakiku.
3787Please respect copyright.PENANAm0zHOnVsTN
Dalam rasa lelah, kembali kunikmati rasa menggelitik itu. Dan perlahan bangkit pula birahiku merasakan lidahnya yang nakal semakin nakal dan dalam. Aku tidak bertahan lama. Untuk kesekian kalinya.., “Suurr.. suurr.. suurr..” dan tubuhku menggigil gemetaran. Terasa aku dihisapnya. Dihisapnya berulang-ulang. Sampai cairan tubuhku kering!
3787Please respect copyright.PENANArrieMquGNt
Rupanya selama aku tidur pun laki-laki maniak ini tidak berhenti menyalurkan hasrat birahinya. Ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan menikmati tubuhku yang hanya semalam di rumahnya. Oh.., kalau demikian, sudah berapa banyak tubuh wanita yang dinikmatinya? Mungkin dia dapat disebut laki-laki abnormal. Tapi ia pun tidak mungkin melakukan ini kalau tidak ada respons dari si wanitanya, seperti aku.
3787Please respect copyright.PENANAjE0MSOYBq4
Ya, andai saja aku tidak mau menerima kemampuan Satu Raga, sudah pasti kebinatangan ini tidak akan terjadi. Aku tidak dapat menyalahkannya. Aku juga ikut menciptakan kondisi ini. Dan mungkin juga wanita-wanita lain yang suka menggunakan bantuan dukun untuk mencapai keinginannya. Wanita yang demikian pastilah tidak segan menggunakan berbagai cara untuk meraih hasratnya, termasuk mengorbankan tubuhnya. Kehormatan tidak ada artinya lagi. Toh yang tahu hanya dia dan si dukun itu.
3787Please respect copyright.PENANAytGuH6w2cl
Aku pun agaknya juga demikian. Tanpa terasa aku telah merendahkan kehormatanku sendiri, khususnya di depan Mbah Purwo. Aku rela menjual tubuhku demi keinginanku. Memang keinginanku sepertinya baik, yakni berupaya menyelamatkan diri dari serangan ilmu hitam Mbah Dipo. Namun cara yang kutempuh ternyata justru menciptakan kerugian pada diriku yang nilainya mungkin setara bila aku menderita kerugian karena ulah dukun hitam itu. Aku menghindari satu masalah, tapi justru masuk ke masalah lain yang serupa. Malah sekarang di depanku jadi ada dua masalah.
3787Please respect copyright.PENANAh1TEndNotl
Yang pertama, masalahku dengan Mbah Purwo, karena aku telah mengikatkan diri padanya, bahkan telah ber-Satu Raga. Untuk menyalahkan dia jelas tidak mungkin, karena ini berarti membuka aibku sendiri yang telah rela menjual kehormatan diri. Yang kedua, masalahku dengan Mbah Dipo tetap saja tidak sirna. Aku tetap terancam dukun hitam itu. Betapa bodohnya aku. Lamunanku itu berlangsung selama Mbah Purwo “sibuk” memuasi diri di bawah pusarku. Lamunan itu sempat membuatku kecewa terhadap apa yang sedang menimpaku. Tapi perlahan akal sehatku menguap sewaktu membayangkan kenikmatan-kenikmatan birahi yang sudah dan sedang kureguk.
3787Please respect copyright.PENANAE9WxkOA8Xl
“Ah, persetanlah dengan semua lamunan untung-rugi itu. Aku telah kepalang basah. Tak mungkin mundur lagi!” teriak bathinku.
Maka kemudian kunikmati lagi hisapan-hisapan yang melambungkanku itu jauh tinggi ke awang-awang. Membuatku mampu menyemburkan lahar kembali. Mengucur deras dan semakin deras dinikmati Mbah Purwo. Yang mengherankan, dia seperti tidak pernah lelah, sementara aku sudah orgasme tiga kali. Berapa kali lagi ia mau menghisap cairan tubuhku?
3787Please respect copyright.PENANAcJyGnmKj0f
“Augh.. sudah Mbah, cukup. Jangan keluarkan lagi..” kataku sambil memegang kepalanya yang masih terus bergerak-gerak membuatku kegelian. Dia menghentikan aksinya.
“Uh, enaknya. Kita akan awet muda kalau sering menikmatinya, Sur. Cairan tubuh lawan jenis dapat menjadi penetral cairan tubuh kita. Oh ya.. ini sudah hampir tengah malam. Ayo kita mandi dulu,” ajaknya.
“Mbah saja duluan mandi.. Kalau sama-sama saya takut yang seperti tadi terulang lagi..”
“He.. he.. he.. Kenapa, kau tidak suka kenikmatan itu, Sur?” cuapnya sambil ngeloyor pergi.
Uh, sialan..!
3787Please respect copyright.PENANAoISPe1RQMn
Selama dia mandi, aku tetap telentang di atas kasur. Tubuh yang telah lunglai ini membuatku enggan bergerak-gerak. Hanya keinginan untuk segera menyelesaikan proses Satu Raga saja yang memaksaku bangkit membersihkan diri.
3787Please respect copyright.PENANAA7Lemf0Pg3
*****
3787Please respect copyright.PENANAa8UvgE2Vni
Tikar besar terbentang di halaman. Rindangnya pepohonan melindungi kami dari pandangan luar. Kami duduk bersila di atasnya. Berhadapan. Sebuah pedupaan mengepulkan bau kemenyan di tengah-tengah kami. Mbah Purwo asyik berjapa mantera. Matanya terpejam. Mulutnya berkemak-kemik. Kalung berliontin kepala ular tergantung di lehernya, hingga mencapai dadanya yang berbulu.
3787Please respect copyright.PENANAZHCF2Mcw4r
“Angkat tanganmu, Sur..!” perintahnya.
Kedua tangan kuangkat. Kujulurkan tegak lurus dengan telapak menghadap kepadanya. Mbah Purwo melakukan hal yang sama. Ia menelusupkan jari-jarinya, sehingga jemari kami saling bertautan. Tanganku ikut bergetar. Asap pedupaan mulai membuat mataku pedih dan terbatuk-batuk. Baunya lama-kelamaan juga membuat pening.
3787Please respect copyright.PENANA2YAIv7icBb
Mbah Purwo mencengkeram tanganku makin kuat. Geremang mulutnya masih terus berlanjut, malah semakin deras manteranya. Perlahan aku terpaksa beringsut maju karena tertarik kekuatannya. Dia juga semakin maju. Pedupaan sekarang hanya beberapa sentimeter saja dari kaki kami. Aku mulai ngeri kalau sampai menyentuh benda panas itu. Beruntung akhirnya ia menghentikan mantera dan gerakannya. Disingkirkannya pedupaan dari antara kami, lalu diambilnya segelas air kembang yang sudah disiapkan di sampingnya. Diminumnya beberapa teguk kemudian tanpa kuduga.. disemburkannya ke wajah dan tubuhku. Tentu saja aku belingsatan menghindar.
3787Please respect copyright.PENANA5zYmkZ4jkH
“Tidak apa-apa, Sur. Jangan menghindar. Sekarang lakukan hal yang sama pada diriku,” perintahnya sambil mengangsurkan gelasnya padaku.
Dengan ragu-ragu kuterima. Kuminum beberapa teguk, lalu kusemburkan balik ke wajah dan dadanya. Rasakan pembalasanku ini, gerutuku di hati. Namun ia ternyata tidak bergeming. Sebaliknya, kembali meminta gelas dari tanganku dan.. menyiramkan seluruh isinya ke kepalaku. Sialan! Aku jadi basah kuyup. Apa dia tidak merasa dingin tengah malam begini diguyur air!?
3787Please respect copyright.PENANAMneX3B5MiZ
“Letakkan tanganmu di pundakku, Sur,” pintanya sambil beringsut maju, sehingga lutut-lutut kami saling bersinggungan.
Kuturuti perintah itu. Ia pun melakukan hal yang sama. Pundakku dijangkaunya sehingga mau tidak mau dahi kami pun nyaris bersinggungan. Kembali ia mengucapkan manteranya. Aneh, aku mencium bau harum keluar dari mulutnya. Harum melati. Oh, tidak hanya tubuhnya saja yang terasa manis, sampai nafasnya pun berbau harum. Sungguh hebat dukun satu ini. Ufh.. sekonyong-konyong bibirku sudah disergap dengan mulutnya! Kepalaku pun sudah dipegangnya. Kurasakan hawa hangat yang harum mengaliri mulut dan kerongkonganku. Rupanya ia tengah menghembuskan keharuman itu ke dalam diriku melalui mulut.
3787Please respect copyright.PENANAUvEfpZ4g6j
Aku manda saja. Malah seperti tidak sadar ikut memeluk kepalanya. Sambil duduk berhadapan, kami berciuman panjang dan lama. Beberapa kali ia menarik nafas lewat hidung dan menghembuskannya ke dalam mulutku. Perlahan kesadaranku semakin pudar. Hawa harum itu ternyata memiliki kekuatan membius.
3787Please respect copyright.PENANAGGYG6cLMwK
Tahu-tahu ia telah menindihku lagi. Bibir-bibir kami saling melekat erat. Hawa harum itu terus memasukiku. Kesadaranku semakin hilang dan pudar. Mungkin seperti inilah yang dirasakan orang yang minum obat penenang atau ganja. Dunia jadi nampak indah sekali. Beban hidup tidak terasa berat lagi. Semuanya terasa ringan, melayang-layang. Aku serasa terbang tinggi di awan. Tinggi. Tinggi sekali.. Namun udaranya pun terasa semakin dingin. Dingin sekali seperti disiram air es. Menusuk tulang. Menggigilkanku.
3787Please respect copyright.PENANAYkF25V4O3n
Auh! Aku tersentak bangun karena rasa dingin dan tubuhku yang menggigil keras. Perlahan kesadaranku pulih. Kudapati tubuh telanjangku yang kedinginan di tengah malam itu menjadi bulan-bulanan permainan nafsu Mbah Purwo. Entah sampai kapan..
3787Please respect copyright.PENANACWqVgMcKCZ
3787Please respect copyright.PENANAZ8heQZnO3f