Rose duduk menatap anak perempuan satu-satunya dengan perasaan komplikasi. Di samping kekhawatiran, Rose juga mempertanyakan mungkinkah ini adalah salah satu dari kelalaiannya sebagai seorang orangtua tunggal? Sejak awal hubungan mereka baik, tapi Claura jarang membicarakan soal dirinya sendiri. Meski begitu, bukan berarti Rose lepas tangan begitu saja. Selama dua puluh tahun ini Rose tidak pernah melihat Claura dekat dengan laki-laki kecuali Aciel, dan Rose juga tahu Claura tidak suka bergaul, keklub seperti anak muda lainnya karena menurut Claura itu tidak higenis?
Di samping itu Claura cukup boros dalam pengeluarannya, karena itu Rose tidak pernah meminta atau menuntut, menurutnya uang yang Claura hasilkan adalah jerih payahnya. Meski pun hal itu baru terjadi setengah tahun ini. Rose tidak tahu kenapa, tapi dia cukup yakin sikap Claura berkaitan erat dengan Aciel.
Di depannya Claura mengutarakan kejadian yang dia alami tanpa menutupinya. Termasuk alasan kekacauannya malam itu adalah karena patah hati karena Aciel.
"Sayang... apakah...?"
"Tentu saja orang partnerku malam itu bukan Aciel." kata Claura, membuat Rose tidak berhenti gelisah.
"Sayang, kau melihat sendiri bagaimana Mama selama ini, mengurusmu sendiri."
Claura menunduk. Perasaannya bercampur dengan perasaan pemilik asli tubuh ini. Perasaan seperti mengkhianati, dan membuat ibunya kecewa. "Maafkan aku."
Rose bangun dari duduknya lalu mendekap Claura. "Tidak seperti itu sayang." Rose dengan penuh kelembutan mengelus kepala Claura. "Menjadi seorang ibu tunggal tidaklah mudah. Tentu saja akan lebih bagus kalau orang yang bersamamu malam itu datang dan bertanggung jawab."
"...Ma."
"Aku tahu. Aku tahu." Rose memejamkan mata. Dalam hati berjanji untuk mencincang orang yang memanfaatkan anaknya malam itu jadi seribu bagian. "Kalau kau sudah memutuskan, Mama akan terus mendukungmu."
"Terimakasih Ma." mendadak Claura merasa mata dan hidungnya berair. Di tambah awal kesulitan karena morning sickness, juga perasaan kuat pemilik asli tubuh ini, Claura sendiri jadi merasa seperti dia yang mengalami semua ini.
"Aku akan mengundurkan diri dari pekerjaanku." Claura menarik napas, menatap Rose. "Aku mungkin akan memilih pindah kota, Ma." karena tempat kerjanya tidak jauh dari rumahnya. Juga, beberapa murid berada di lingkungan yang sama dengan tempat dia tinggal. Tapi sebenarnya yang utama adalah, karena Aciel ada disini. Claura berniat untuk pergi sejauh-jauhnya dari pria itu.
"Sayang." Rose mengusap kepalanya. "Mama akan ikut bersamamu."
Mendengar itu Claura menolak dengan kuat. "Tidak. Mama mendapatkan perkerjaan yang sekarang dengan susah payah. Untuk mengundurkan diri juga memerlukan uang untuk tebusan." Claura beralih menggenggam tangan Rose.
"Mama bantu aku pindah dan tetaplah tinggal disini. Biar kalau cucu Mama lahir dan sudah mulai besar, dia bisa main kesini. Saat itu orang-orang sudah akan lupa dan tidak akan terlalu ambil peduli."
Rose menatap Claura dengan pandangan sendu. Ibu dan anak itu saling bertukar kata dan mengerti hanya dari mata mereka. Rose memeluk Claura sekali lagi sebelum mendoakan kesehatannya, juga meyakinkan bahwa dia akan selalu ada di sisinya.
Tidak perlu waktu lama untuk Claura pindah rumah. Keberuntungannya benar-benar bagus, tidak hanya dia mendapat tempat tinggal di wilayah yang nyaman dan aman, biaya yang ditawarkan untuk sewa apartemen-nya terbilang terjangkau.
Claura bekerja sebagai finansial di dunia nyata sebelumnya. Dia bisa melamar pekerjaan segera setelah dia melahirkan. Kalau dia melamar pekerjaan sekarang, Claura malah akan mempersulit dirinya sendiri. Dengan keadaannya sekarang, perusahaan tidak akan menerimanya kecuali dia punya bakat spesial. Kalau dia menyembunyikan kehamilannya, saat dia melahirkan maka semuanya akan kacau.
Karenanya untuk saat ini, Claura bekerja di sebuah kafe tak jauh dari tempat tinggalnya. Dia sudah menjelaskan keadaannya pada manajer disana, dan karena pekerjaan disana tidak begitu mengikat, Claura bisa mulai bekerja esok harinya. Tentu saja bayaran dan jam kerjanya tidak senyaman pekerjaannya dahulu. Tapi saat ini pilihan Claura terbatas.
Claura menata barang-barangnya, lalu membawa tiga kantung kue yang di panggang dia dan ibunya untuk dua tentanggannya di lantai itu.
Claura keluar menuju pintu apartemen sebelah kanannya, lalu menekan bel. Tetangganya adalah seorang wanita karir yang sepertinya tinggal sendirian. Claura merasa dia bisa bergaul dengan baik dengannya karena usia keduanya tidak terpaut begitu jauh.
"Halo. Aku baru pindah ke apartemen sebelah."
"Ah, Halo."
"Namaku Claura Adalynn. Aku mungkin akan merepotkanmu kedepannya."
"Oh, tentu saja, aku juga. Ah, namaku Fini. Aku bekerja di perusahaan elektronik."
Keduanya mengobrol beberapa saat sebelum Claura pamit dan beranjak ke apartemen yang terakhir.
Gedung apartemen tempatnya tinggal hanya memuat tiga apartemen setiap lantainya. Kecuali lantai pertama sebagai kantor pemasaran dan lantai paling atas yang aksesnya hanya untuk pemilik gedung ini.
Claura hendak menekan bel, namun sebelum dia melakukannya, pintu sudah berayun terbuka.
Di depannya berdiri seorang pria yang beberapa waktu lalu Claura temui. Claura merasa adegan ini juga sama persis seperti saat dia mengunjungi Aciel. Dalam hati Claura mulai ragu apakah dia harus memberikan bingkisannya atau tidak.
"Kita bertemu lagi." Shawnell tersenyum kearah Claura yang wajahnya terpaku lucu.
Claura memegang kepalanya seakan menerima kenyataan tak terduga, melirik kanan kiri lalu menunjuk ke dalam apartemen Shawnell. "Kau.. kau tinggal disini?"
"Uhm." Shawnell mengangguk masih dengna senyum.
"Ah, begitu." Claura mengangguk-angguk. Dalam hati bertanya-tanya apakah ini bagian dari plot cerita atau sekadar kebetulan. Tapi setelah memutusan bahwa Claura tidak akan dekat-dekat dengan Aciel lagi, dia merasa tidak ada yang perlu di takutkan. "Aku baru pindah ke apartemen disini.."
"Oke."
"Aku mungkin akan merepotkanmu nantinya." Claura menyerahkan bingkisan.
Kali ini Shawnell menerimanya dengan senang hati. "Apa kau sudah selesai menata ruanganmu? Aku bisa membantu."
"Sebelum datang kemari aku sudah menyelesaikan semuanya. Terimakasih." balas Claura sopan, berbeda saat ketika Shawnell mencoba untuk menggodanya dimana Claura menunjukkan punggung dingin padanya.
"Baiklah kalau begitu. Kalau kau ada apa-apa, aku ada disini. Ah, atau kau bisa hubungi aku lewat ponsel."
"....Uhm,..." Claura tidak yakin apakah ini salah satu trik Shawnell untuk mendapatkan nomornya. Tapi mereka kini bertetangga dan selain Fini, Claura rasa mengenal lebih banyak orang akan membantunya di lingkungan yang baru.
"Baiklah. Kau sudah lama tinggal disini?"
"Sekitar 3 tahun?"
"Oh, ternyata belum lama?"
"Yeah. Tapi aku mengenal lingkungan disini seperti rumahku sendiri. Jadi kalau ada sesuatu yang ingin kau tahu tinggal tanya aku saja. "
Claura tidak mengabaikan usul baik Shawnell dan membalasnya hanya dengan senyum.
Keduanya bertukar sosial media serta nomor telepon sebelum Claura pamit dan kembali ke apartemennya.
Shawnell diam-diam mengecup layar ponselnya setelah suara pintu apartemen Claura terdengar. Mungkin ini hanya perasaannya saja, tapi dia merasa Claura yang tanpa make-up terlihat begitu segar dan lugu. Bahkan sekali pun jika perempuan itu menunjukkan sikap sinis atau galak, Shawnell ragu dirinya akan tersinggung.
"Heh." dengan kekeh bodoh Shawnell kembali ke dalam 'apartemen'nya.
ns 15.158.61.20da2