Sore itu, dua orang pemuda duduk di sebuah warung di dekat sebuah perumahan. Mereka tampak bersantai setelah menandaskan sepiring nasi dan segelas teh hangat. Tangan mereka asyik dengan batang rokok yang dihisap beberapa kali. Sesekali mulut mereka jahil menyiuli pembantu kompleks perumahan yang singgah di warung itu sekedar membeli krupuk atau kebutuhan rumah tangga untuk majikan mereka. Mereka berdua tak punya pekerjaan. Pengangguran. Uang untuk makan sehari-hari diperoleh dari bekerja serabutan, sebentar menjadi tukang parkir, sebentar menjadi kuli bangunan, sebentar menjadi pemalak. Apapun asal perut mereka dapat terisi.
hijabee surabaya - ayyun (1)
Namun kali itu, salah satu dari dua pemuda itu nampak lebih murung meskipun masih bisa tertawa-tawa dan melontarkan guyonan mesum. Temannya, bernama Hendry, penasaran juga dengan tingkah temannya yang tidak seperti biasanya.
“Hei, kenapa kamu? Kok nggak ceria kaya’ biasanya?”
“Mertuaku semalam datang, dan mengancam bakal nyuruh istriku minta cerai kalo aku nggak buruan ngasih rumah yang layak. Tahu sendiri kan selama ini aku masih kontrak di rumah petak yang kecilnya amit-amit itu.”
“Maksudnya, kamu disuruh beli rumah gitu?”
“Iya, gitu. Lha sekarang aku bisa dapet kerjaan dari mana? Lulus SMP aja enggak. Mau nyolong?”
“Bener juga ya. Orang kaya’ kita gini mana bisa beli rumah, beli mobil. Buat makan sehari-hari aja kudu mikir.”
Senja menjelang. Adzan Magrib sayup-sayup terdengar dari masjid terdekat. Saat kedua pemuda pengangguran itu hendak meninggalkan warung, lewatlah Noni, anak tunggal Pak Ridwan, salah satu pemilik rumah di kawasan tersebut. Wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang sintal menggoda meski tertutup jilbab lebar dan baju panjang, begitu mengundang syahwat mereka. Noni lumayan tinggi untuk gadis seumurannya, kulitnya benar-benar terang dan putih. Yang mereka tahu, Noni masih duduk di kelas 1 SMA.
Tiba-tiba datanglah satu ide di kepala Hendry. “Man, Rahman! Aku ada ide biar kamu bisa beliin rumah buat istrimu.” ujarnya sambil menyenggol tubuh Rahman, temannya itu.
“Eh, gimana.. gimana?”
“Lihat kan si Noni? Bapaknya kan lumayan tajir tuh! Gimana kalau kita culik dia?”
“Gila apa? Ntar kalo ada yang lihat kan bisa berabe? Belum lagi kalo kita dilaporin polisi. Malah nggak jadi beliin rumah!”
“Halah… Itu bisa direncanaiin, man! Yang penting kita susun rencana trus culik dia. Lagian kalo dia pulangnya jam segini kan jalanan udah sepi. Paling tinggal mbak Marni aja yang mau nutup warungnya. Ya nggak?”
”Bener juga! Asal rencananya bagus, nggak bakal ketahuan. Kita minta duit banyak ke orang tuanya. Seratus juta cukup nggak?”
“Tiga ratus deh! Dibagi dua.”
Hari-hari berikutnya, Hendry dan Rahman semakin sering nongkrong di warung itu, dari sore sampai Maghrib, menunggu saat-saat Noni pulang sekolah. Mereka sudah menyiapkan obat bius, tali pengikat, lakban, dan spons beserta sprei untuk kasur. Di hari ketiga belas, rencana itu pun tersusun dan siap dilaksanakan. Tugas Hendry adalah membuat Mbak Marni menutup warung lebih awal, sedangkan tugas Rahman adalah berpura-pura bertanya tentang arah.
Rencana itu berjalan dengan lancar, dan Noni tanpa banyak perlawanan berhasil diculik dan disekap di dalam rumah kontrakan Hendry yang berada di daerah yang cukup sepi. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menyumpal mulut gadis itu dengan lakban agar dia tidak bisa berteriak ketika tersadar nanti.
”Beres, kita berhasil.” Rahman tersenyum pada temannya.
Hendry mengangguk. ”Cepat kamu beli nasi, kita nggak mau dia mati ’kan?”
”Yo’i, bro. Jaga dia ya, aku pergi dulu.” sehabis berkata, Rahman pun pergi meninggalkan rumah itu, membiarkan Hendry dan Noni cuma berdua saja.
Saat itulah, demi melihat tubuh molek Noni yang terbaring pasrah di depannya, nafsu Hendry jadi terpancing. Jauh dari istri membuat dia mudah kehilangan kendali. Apalagi sejak mengamati dan memperhatikan gadis ini dalam usaha penculikan mereka, diam-diam Hendry jadi suka dan menginginkannya.
Maka begitulah, tanpa membuang waktu, mumpung gadis itu belum sadar dan Rahman belum kembali, dengan cepat Hendry melanjutkan aksinya dengan menelanjangi Noni, melepas pakaian yang dikenakan gadis itu satu persatu hingga telanjang.
Ia sedikit terpana saat melihat tubuh Noni yang benar-benar seksi untuk ukuran gadis seusianya. Kulitnya begitu putih dan mulus, terlihat mengkilat karena keringat yang sudah membasahi, maklum rumah Hendry memang agak mungil dan pengap. Gunung kembar yang ada di depan dadanya lumayan montok, terlihat begitu kencang dengan dua buah puting mungil menghiasi puncaknya yang memerah. Di bawah, sebuah vagina sempit dengan dihiasi bulu-bulu lembut yang tidak terlalu lebat, mengintip malu-malu dari sela-sela paha yang begitu kaku dan kencang.
Batang kemaluan Hendry kontan tidak bisa diajak kompromi begitu melihat pemandangan itu, cepat benda itu terbangun dan menegak dengan dahsyat. Setelah ikut menelanjangi diri, Hendry segera mengikat tangan Noni dengan tali pramuka. Ia tarik ke belakang punggung dengan ikatan yang sangat rapat sehingga kedua tangannya menyiku.
Hendry menyeringai, selain dapat uang, sepertinya ia akan dapat kepuasan juga hari ini. Ia mulai dari kedua payudara Noni yang sejak tadi seakan menghipnotisnya untuk terus menatapinya. Hendry mulai menghisapnya dengan rakus, dan berubah menjadi sedikit kasar saat merasakan kalau benda itu ternyata benar-benar lezat. Begitu empuk dan kenyal, juga hangat sekali. Ia terus menghisap dan menjilati keduanya sambil sesekali menggigit putingnya kuat-kuat karena saking gemasnya.
Saat itulah, saat Hendry asyik mengerjai kedua payudaranya, Noni sedikit demi sedikit mulai tersadar. Matanya langsung terbelalak liar karena begitu bangun, dia mendapati dirinya terikat tanpa pakaian di depan seorang laki-laki yang sepertinya mau memperkosanya. Noni mencoba berteriak, tapi itu hanya membuang-buang tenaga saja karena Hendry sudah menutup mulutnya dengan lakban.
hijabee surabaya - ayyun (2)
”Emh… mmh… mhh…” Noni mencoba bersuara.
”Kamu diam saja, cantik… Percuma, nggak ada yang bakalan dengar. Di sini benar-benar sepi, paling cuma kambing sama ayam yang mendengarmu, haha…” tawa Hendry, ”Dan sebaiknya simpan tenagamu, tugasmu masih banyak dan sama sekali belum dimulai. Jadi nikmati aja apa yang akan terjadi!”
Noni menatap Hendry dengan ketakutan, matanya memerah dan wajahnya jadi semakin pucat. Tapi dia tidak menghiraukan ucapan Hendry tadi, sekarang Noni mencoba untuk meronta. “Emh… mhh… mmh…”
Karena ucapannya tidak diindahkan, Hendry segera memutuskan untuk memberi hukuman; ia obok-obok vagina gadis itu dengan kasar sambil mengancamnya, “Ayo, teriak lebih keras lagi! Dengan begitu aku bisa lebih kasar lagi menghadapimu! Aku nggak takut, tahu!”
Dengan sangat ketakutan, Noni akhirnya mengangguk sambil mengucurkan air mata banyak sekali, lalu dia menangis tersedu-sedu, mungkin karena vaginanya terasa sangat kesakitan ketika diperlakukan dengan kasar oleh Hendry tadi.
Tertawa penuh kemenangan, Hendry melanjutkan aksinya dengan menjilati vagina Noni. Ia menghisap-hisapnya dengan ganas serta mencolok-colokkan lidah ke liangnya yang sempit. Noni hanya bisa menangis dan mengucurkan air mata saat menerimanya. Melihat itu, bukannya kasihan, Hendry malah semakin terangsang dibuatnya, ia jadi ingin berbuat lebih kasar lagi.
”Aku mau membuka lakban yang menutupi mulutmu asal kamu janji tidak berteriak.” tawar Hendry, ”Tapi kalo kamu coba-coba teriak, aku pastikan akan membuatmu lebih menderita lagi! Mengerti?!” ancamnya.
Noni yang merasa tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa mengangguk saja mengiyakan.
Breet…!! Hendry menarik lakban itu.
Begitu terlepas, langsung terdengar makian dan jeritan Noni yang begitu kalap, ”Kamu bener-bener bajingan! Anjing kamu! Kenapa kamu perlakukan aku seperti ini?! Bajingan! Lepaskan aku! Dasar anjing!”
Hendry yang tidak menerima dikatai seperti itu, langsung melayangkan tangannya. Plaak!! Ia tampar pipi mulus Noni yang masih basah oleh air mata.
Noni membalasnya dengan berteriak semakin kencang, “Toloong! Toloong! Siapapun, tolong aku!”
Hendry membiarkannya, sengaja untuk membuktikan bahwa di sana memang tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. “Ayo, teriak lagi lebih keras! Kita lihat siapa yang bisa menolongmu!” ejeknya.
Setelah lama berteriak minta tolong, bahkan sampai suaranya parau, tapi tetap tidak ada yang datang, akhirnya Noni hanya bisa menangis tersedu-sedu dengan suara serak. ”Tolong lepaskan aku… please… apa salahku? Kenapa aku diperlakukan seperti ini?” hibanya.
”Kamu nggak salah… kamu cuma lagi apes aja, hehe…” tawa Hendry sambil mencopoti semua pakaiannya, lalu dengan kedua tangannya, ia membuka kaki Noni lebar-lebar ke kanan dan ke kiri sampai benar-benar mengangkang. Terlihatlah dengan jelas vagina gadis itu yang mungil dan sempit, siap saji untuk menampung kontol besarnya. Tanpa membuang waktu, Hendry pun segera melahapnya.
”Auw! Arghhh… tidaak!” pekik Noni saat Hendry menancapkan batangnya yang sudah sedari tadi tidak bisa diajak kompromi ke lubang vaginanya. Saking sakitnya, ia berteriak memelas, “Ampun… aku jangan diperkosa! Nanti kalo aku hamil gimana?!”
hijabee surabaya - ayyun (3)
”Itu urusanmu! Yang penting, kita akan bersenang-senang sekarang!” sahut Hendry kejam.
Noni menggerakkan kakinya, mencoba menutupi lubang vaginanya yang sudah tertembus sepertiga dari hujaman kontol Hendry. Dan seperti mengerti, lubang itu juga mulai mengatup sehingga batang Hendry jadi terjepit kuat. Jengkel karena usahanya dihalang-halangi, Hendry menarik kembali kaki Noni agar mengangkang lebih lebar, lalu dengan ganas ia mencoba menembus keperawanan gadis itu.
Noni pun berteriak keras sekali saat Hendry kembali menusukkan penisnya. “Oahhh… ampun… sakit… uhh… aku bisa mati… sakit… uaohh… tolong hentikan!”
Hendry yang merasa sudah telanjur basah, terus melanjutkan aksinya. Ia terus mendorong pinggulnya hingga akhirnya, creett… bisa ia rasakan seperti ada sesuatu yang robek di liang kewanitaan Noni. Bersamaan dengan itu, terdengar teriakan Noni yang menyayat hati. ”Argghhhh…. sakit!!!” gadis itu mencoba meronta sekuat tenaga.
Hendry melihat darah segar mengalir dari sela-sela penisnya, sangat pekat dan banyak sekali. Cepat ia meraih celana dalam dan mengelapnya hingga bersih agar tidak mengotori sprei. Di depannya, Noni terus meronta, terlihat sangat menderita dengan mulut terbuka dan kedua tangan yang masih terikat erat ke belakang. Jilbab putih yang masih membingkai wajah cantiknya semakin merangsang Hendry untuk berbuat lebih ganas lagi.
Ia mulai menggenjot tubuhnya, menyetubuhi Noni naik turun dengan tanpa ampun. Rasa kewanitaan Noni yang begitu licin dan hangat benar-benar membuatnya kesetanan. Ia terus mengayun semakin keras saat Noni hanya bisa mengerang kesakitan. Tak lupa Hendry juga memilin dan meremas dada gadis itu untuk kian menambah rasa nikmatnya.
Begitu seterusnya sampai akhirnya suara teriakan Noni berubah serak, air matanya masih mengalir, bahkan lebih deras dari yang tadi. Sambil terus menggenjotnya, Hendry menjilati air mata itu, lalu ia mengulum mulut Noni yang semenjak tadi menganga merangsang nafsu birahinya. Mereka terus berada dalam posisi seperti itu sampai akhirnya, croott… croott… croott… sperma Hendry berhamburan keluar di rahim gadis kelas 1 SMA yang malang tersebut.
”Ahh…” Hendry kelojotan penuh kenikmatan, ia remas payudara Noni semakin keras, sementara penisnya menusuk begitu dalam di liang kemaluan sang gadis yang kini terasa begitu penuh.
Tidak kuat menahan hinaan dan siksaan yang mendera tubuh mulusnya, setelah meronta untuk terakhir kali, Noni pun akhirnya pingsan. Ia menggeletak seperti orang mati.
”Hei! Hei! Bangun!” awalnya Hendry bingung, sekaligus takut. Tapi setelah tahu kalau Noni cuma pingsan, iapun menghela nafas lega. Malah ia jadi terangsang kembali begitu melihat buah dada sang gadis yang membumbung indah ke atas.
Maka sementara Noni tergeletak pingsan, Hendry mengerjai kembali benda bulat padat itu. Ia hisap sedikit-sedikit sambil menggigit dan menarik putingnya yang mungil ke atas karena saking gemasnya, akibatnya kedua payudara itu jadi kian memerah. Tangan Hendry juga bergerak, menuju target yang tadi belum sempat ia jamah; yaitu anus Noni.
Dengan penuh nafsu ia meraba dan menusuk-nusuk lubang mungil itu, rasanya begitu sempit dan kesat. Setelah membasahi dengan ludah dan merasa lubang itu mulai sedikit terbuka, tanpa pikir panjang Hendry langsung mengambil posisi untuk mengerjainya. Pertama-tama ia tancapkan sepertiga batangnya dulu, karena anus Noni benar-benar kecil, maka ia sedikit kesulitan saat melakukannya. Tapi Hendry tidak mau menyerah, ia terus mendorong.
hijabee surabaya - ayyun (4)
Saat itulah, tiba-tiba terdengar rintihan Noni meskipun kurang jelas. ”Ahh… a-apa yang… eh, kamu mau apa?! Hentikan… jangan di situ! Aku bisa mati! Ampun! Ampun! Jangan!”
Tanpa peduli sedikit pun dengan apa yang diucapkan oleh gadis itu, Hendry terus mencoba menerobos anus Noni. Ia tusukkan penisnya sedikit demi sedikit sampai anus Noni menjadi agak licin dan longgar. Begitu sudah mulai merekah, dengan satu hentakan keras, ia terobos liang anus itu dengan sekuat tenaga.
“Uuaahhhh… arghhhh!” jerit Noni penuh kesakitan, tubuh sintalnya memberontak, tapi Hendry segera memeganginya sehingga ia tidak bisa melawan lagi.
Noni tampak benar-benar menderita, sama seperti saat di vagina tadi, disini juga terasa seperti ada sesuatu yang robek. Darah segar mengucur dari liang anusnya yang memerah. Hendry kembali mengambil celana dalam untuk mengelapnya, setelah bersih, baru ia menggenjot pelan dengan penuh perhitungan. Noni hanya bisa menangis tersedu-sedu menerima nasibnya yang sungguh memilukan. Ia memohon-mohon untuk segera diijinkan pulang, tapi tentu saja Hendry menolaknya.
Malah laki-laki itu terlihat semakin bergairah saat mendengar rintihan Noni yang serak dan sangat menderita, ia menggenjot pinggulnya lebih ganas lagi, hingga akhirnya menyemburkan sperma di dalam anus gadis itu. Croot… croot… croot… terkejang-kejang, Hendry menyeringai penuh kepuasan.
Sambil menunggu Rahman kembali, ia beristirahat sebentar di sebelah Noni yang kini berbaring miring dengan bermandi peluh. Tubuh gadis itu tampak mengkilap oleh keringat. Noni tak henti-hentinya menangis, air mata terus mengalir keluar dari kedua matanya yang sembab.
Hendry sudah hampir terlelap karena kelelahan saat didengarnya suara kunci yang dibuka di pintu depan. Ia langsung menyeringai begitu melihat kehadiran Rahman. ”Lama banget kamu.” ucapnya.
Rahman melongo, tidak langsung menjawab. Ia menatap tubuh bugil Hendry dan Noni secara bergantian. Saat sudah memahami apa yang terjadi, iapun tersenyum. “Gila kamu! Main nggak ngajak-ngajak.” serunya sambil ikut mencopoti pakaiannya.
“Ini juga nggak sengaja.” sahut Hendry enteng. “Sini cepet! Mana nasinya, aku laper nih.” Ia bangkit dan mengambil bungkusan yang diletakkan Rahman di meja.
Rahman sendiri, dengan tidak sabar langsung memutuskan untuk mengocok batangnya di dalam mulut Noni, ia ingin dioral dulu sebelum mulai menyetubuhi gadis itu. “Berapa ronde tadi?” tanyanya saat melihat kondisi tubuh Noni yang acak-acakan, tidak mungkin kalau mereka cuma main sebentar saja.
“Tanyakan aja pada orangnya,” sahut Hendry riang sambil menyendok nasinya.
Rahman beralih pada Noni yang sedang sibuk membuat gerakan maju mundur berirama, mengulum penisnya. Gadis itu sama sekali tidak bisa melawan apalagi menolak. ”Hmpm… mgmh… ghhm…” gumam Noni dengan mulut penuh penis.
Rahman tertawa, tidak jadi bertanya. Melihat Noni yang masih menangis dan tampak sangat menderita, membuat nafsu birahinya semakin memuncak. Ia pun mempercepat tempo genjotannya, sampai akhirnya… crooott… crooott… crooott… spermanya menyembur kencang di dalam mulut gadis itu. Rahman cepat-cepat membekap bibir Noni agar jangan sampai ada spermanya yang merembes keluar, ia ingin agar Noni menelan semuanya.
hijabee surabaya - ayyun (5)
Dengan patuh gadis itu melakukannya. Meski sangat jijik dan muak, ia sama sekali tidak bisa menolak. Dan saat Rahman memintanya untuk berbaring telentang, ia juga tidak melawan. Noni benar-benar patuh dan pasrah, ia sudah terlalu lelah untuk memberontak.
”Ahh…” rintihnya pedih saat Rahman mulai mengulum lubang vaginanya dan menghisap-hisapnya dengan penuh nafsu, tangan laki-laki itu juga menggelitiki biji klitorisnya pelan dengan harapan Noni akan ikut bergairah.
“Ahh… Geli! Apa yang kamu lakukan!?” Pemandangan yang aneh karena Noni bisa setengah tertawa dan setengah menangis tersedu-sedu, sambil badannya bergetar hebat tentunya. Rupanya, dengan pasrah begini, ia mulai bisa menikmati permainan itu.
Rahman terus memperlakukan Noni seperti itu lama sekali sampai akhirnya gadis itu mengompol meski hanya keluar sedikit-sedikit. “Ahh… ahh…” rintih Noni keenakan saat menggapai orgasme pertamanya.
”Hei, buat apa bikin dia enak?! Yang penting itu, kita yang enak!” protes Hendry yang sudah menyelesaikan acara makannya. Sekarang dia duduk ongkang-ongkang kaki dengan tubuh masih tetap telanjang.
Rahman menatap tajam, ”Aku kan nggak kaya’ kamu, yang sukanya main seruduk aja.”
Hendry mengidikkan bahu, ”Terserah kamu deh,” katanya kemudian. ”Nih, telepon Pak Ridwan, kita minta tebusan. Ntar keburu si Noni mati lagi gara-gara kebanyakan kita perkosa.”
Rahman mengangguk, ia segera menghubungi orang tua Noni untuk meminta uang tebusan. Tak tanggung-tanggung, tiga ratus juta rupiah! Mulanya, sang pembantu yang menerima telepon itu karena ayah dan ibu Noni sedang tidur. Setelah dibangunkan dan bicara sendiri dengan Rahman, ayah Noni malah kebingungan.
“Jangan becanda kamu! Mana mungkin anak kami diculik!” kata laki-laki itu.
“Lho, benar ini! Kami menculik anak kalian untuk uang tebusan tiga ratus juta.” hardik Rahman. “Dan jangan berani-berani lapor polisi, kalo masih ingin Noni hidup!” ancamnya dengan suara dibuat segarang mungkin.
“Tapi…” laki-laki itu mencoba untuk membantah.
“Nggak ada tapi-tapian!” namun Rahman dengan cepat memutusnya. ”Kami mau duitnya dua hari lagi, di pelataran masjid Al-Amin, daerah Pondok Labu, diikat dalam tas berwarna hitam dan diletakkan di dekat penitipan sandal. Nanti Noni akan kami turunkan di dekat masjid itu juga. Jangan lupa dan jangan lapor polisi!” dia sengaja memberi jeda dua hari agar bisa menikmati tubuh mulus Noni lebih lama lagi.
hijabee surabaya - ayyun (6)
“Dengar dulu, Pak! Mungkin kalian salah orang!” sela ayah Noni.
“Ini Pak Ridwan kan?” tanya Rahman memastikan.
“Iya, benar. Tapi…” kata laki-laki itu.
”Berarti benar! Sediakan uangnya atau Noni kami bunuh.” ancam Rahman garang, mulai kehilangan kesabaran.
”Begini, Pak…” ayah Noni berkata sabar, seperti ingin menjelaskan sesuatu.
”Apa?” bentak Rahman.
”Noni sudah meninggal dari sebulan yang lalu…” jawab Pak Ridwan lirih.
Bulu kuduk Rahman langsung meremang begitu mendengar kata-kata itu. Samar terdengar suara cekikikan dari arah belakangnya, tepat dimana Noni tadi berada.
”Hei, ada apa?” tanya Hendry yang masih belum tahu apa yang terjadi.
Rahman tidak menjawab. Jangankan menjawab, untuk menarik nafas saja ia kesulitan. Tanpa perlu menoleh, ia menyadari kesalahannya. Apalagi saat didengarnya suara cekikikan itu semakin mendekat…
ns 15.158.61.12da2