Ima sudah hampir terlelap ketika dirasakannya angin semilir masuk melalui selimutnya yang tebal. Baru disadarinya ternyata selimut itu diangkat oleh seseorang. Ima yang masih terpejam tersenyum menyangka jika itu adalah perbuatan suaminya. Tapi saat membalikkan badan, barulah disadari bahwa bukan Andi melainkan Wongso yang berada di samping tubuhnya! Karena sangat mengantuk, Ima lambat bereaksi, dengan cekatan Wongso langsung memeluk tubuh wanita cantik itu.
Gesekan tubuh mereka menyadarkan Ima akan gawatnya situasi yang sedang dihadapi. Ima pun segera mendorong tubuh Wongso dan berusaha melepaskan diri dari pelukannya. Wongso hanya tersenyum sinis dan menelikung tangan Ima hingga dia tidak bisa berkutik. Tubuh kekar Wongso menindih tubuh mulus Ima hingga membuat istri Andi itu terengah-engah. Semakin Ima memberontak dan mencoba melepaskan diri membuat Wongso makin terangsang.
"Pakdhe! Lepaskan aku! Apa yang Pakdhe lakukan di sini?" Teriak Ima yang hanya dibalas seringai mesum oleh Wongso.
***
Ima berusaha menjauhkan tubuh Wongso yang telah menindihnya dengan meronta-ronta. Postur badan Wongso yang jauh lebih besar dibanding dengan denfan dirinya membuat wanita cantik itu terlihat tak berdaya. Ima berusaha terus memberontak, meronta tapi itu sama sekali tak membuat tubuh si mantan napi menjauh.
"Lepasin Pakdhe! Lepasin! Pakdhe mau apa?!!!"
"Udah jangan berontak Nduk, Pakdhe pengen ngentotin Kamu." Jawab Wongso dengan seringai mesum.
"Gila!! Aku ini istri keponakanmu!!" protes Ima.
"Pakdhe udah nggak tahan Nduk.." Wongso terus merangsek, bahkan berusaha melepaskan celana pendek yang dikenakan oleh Ima.
"Jangan Pakdhe! Lepasin! Eeemcchhhh!!" Teriakan Ima terhenti saat bibirnya tiba-tiba sudah dilumat Wongso dengan begitu kasar.
"Jangan dilawan Nduk. Tidak ada orang lain di sini. Kamu boleh berteriak kalau mau tapi aku yakin tidak akan ada orang yang akan masuk dan menjebol tembok untuk menyelamatkanmu. Kau lihat sendiri, aku juga jauh lebih kuat daripada kamu." Ima bergidik ngeri bayangan buruk tentang kemesuman Wongso kini telah di hadapannya, intimidasi serta ancaman membuatnya seolah kehilangan tenaga bahkan saat Wongso sudah memelorotkan celananya wanita cantik itu tak berdaya untuk melawan.
"Jika Pakdhe memperkosaku, aku akan lapor pada polisi!" ancam Ima dengan sisa-sisa keberaniannya.
"Bisa saja kau lakukan itu. Tapi menurutmu, bagaimana perasaan Andi?"
"Apa maksud Pakdhe?"
"Seandainya kamu berani pergi ke polisi dan mengaku diperkosa olehku, Andi akan hancur perasaannya. Istrinya yang cantik dan mempesona diperkosa oleh Pakdhenya sendiri. Apalagi aku akan mengarang sebuah cerita kepadanya kalau istrinya, Ima yang jelita merayuku dengan begitu genit. Bahkan jika dia tidak mempercayai ceritaku, dia tidak akan pernah percaya lagi padamu. Aku, tentu saja akan menceritakan bagaimana enaknya menyetubuhimu dan membuatmu orgasme. Semua detail akan aku ceritakan. Semua kenikmatan yang tidak pernah ia bisa berikan kepadamu. Oh ya, sayang. Jika kau cerita pada Andi atau polisi tentang hal ini, kau akan menghancurkan hidupnya."
Ima terdiam dan tak bisa berkata apa-apa. Mulutnya menganga lebar karena tiap perkataan Wongso ada benarnya. Logikanya berperang dengan rasa takut yang kini menjalar di seluruh tubuhnya, seringai mesum dan wajah sangar Wongso masih ditambah pula dengan ancaman verbal membuat Ima sama sekali tak berkutik.
"Pakdhe tidak peduli pada Andi? Apa yang akan dirasakannya?" tanya Ima dengan lirih.
"Pakdhe benar-benar ingin menyakiti keponakan Pakdhe sendiri?"
"Bukan aku yang akan menyakitinya. Kamu yang akan menyakiti perasaannya. Aku sih cuma pengen ngentotin kamu. Kalau kamu tidak cerita apa-apa sama dia, semua beres. Semua senang."
"Kecuali aku." ujar Ima lirih, airmatanya mulai jatuh membasahi pipi.
"Oh, kalau sampai kamu tidak puas bercinta denganku, namaku bukan Wongso." Kata lelaki tua itu dengan bangga sebelum kembali mencium bibir Ima.
Ciuman yang disosorkan oleh Wongso bukanlah ciuman mesra seperti yang biasa diberikan oleh Andi pada Ima. Ciuman Wongso sangat kasar dan penuh nafsu, dengan buas Wongso memaksa lidahnya masuk ke mulut Ima, lalu memainkan lidahnya dengan cepat. Gerakan lidah Wongso seirama dengan gerakan pinggulnya yang mendorong ke depan. Mantan napi itu sesaat bangkit untuk melepas semua pakaiannya hingga telanjang bulat sebelum menelanjangi tubuh Ima yang sudah tak berdaya.
Sekali lagi Ima berusaha mendorong tubuh Wongso. Kali ini usahanya hampir berhasil. Wongso yang tidak siap terdorong mundur. Namun saat Ima berusaha lari dari ranjang, Wongso menarik kaki sang menantu dan merentangkannya lebar-lebar. Pria tua yang sudah dikuasai birahi itu menarik lutut Ima dan menjepitkan pinggangnya di antara dua paha Ima.
Ima bisa merasakan bulu kasar kemaluan Wongso menyentuh bibir kemaluannya. Vagina Ima yang lama kelamaan basah bisa dirasakan oleh kulit Wongso yang langsung menyentuh selangkangan Ima. Istri Andi itu berusaha mendorong mundur si pria tua. Tak henti-hentinya Ima memukul dan menampar Wongso, tapi apa daya seorang wanita lemah? Wongso tidak mempedulikan perlakuan Ima sambil meremas payudara sang istri keponakan.
Pria tua itu tidak lagi berlaku lembut pada buah dada Ima. Dengan kasar diremas-remas dan dipelintirnya puting payudara Ima. Ima merasa malu saat kemudian puting susunya malah makin mengeras. Wongso tidak melewatkan hal ini dan memelintir puting Ima dengan jari-jari tangannya. Ima tidak berkutik, sambil merem melek dia melenguh keras. Wongso mencium puting Ima dan menjilatinya dengan penuh nafsu.
Hangatnya mulut Wongso terasa begitu nikmat hingga Ima lupa melawan. Wongso memangsa buah dada Ima dengan lidahnya, sesuatu yang sudah dia idam-idamkan sejak lama. Wongso menjilati puting Ima lalu menciumi buah dadanya. Kenikmatan yang dirasakan oleh Ima begitu tinggi hingga istri Andi itu melenguh keras dan menjambak rambut Wongso. Dengan wajah senang dan puas, Wongso tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan.
"Susumu bagus sekali Nduk." kata Wongso.
"Aku selalu memperhatikan buah dadamu dan bertanya-tanya bagaimana rasanya kalau dijilati. Tidak begitu besar dan tidak terlalu kecil. Cukupan. Sempurna. Pentilnya juga mempesona, lumayan besar."
Ima yang tersinggung oleh ejekan itu mulai melawan Wongso lagi, kali ini si cantik itu bahkan berteriak-teriak meminta tolong. Sia-sia saja, tidak ada yang mendengar teriakan Ima. Wongso tertawa-tawa dan terus meremas payudara Ima. Dijilati dan digigitinya susu putih Ima, pria tua yang sangat nafsu itu berusaha menelan seluruh buah dada Ima ke dalam mulutnya. Dia bahkan meremas payudara Ima dan berusaha menelan keduanya bersama-sama. Walaupun tindakannya kasar, tapi Ima mulai merasakan sensasi kenikmatan yang aneh dan sulit menolak Wongso.
Wongso mengagetkan Ima saat pria tua itu berbalik dan berlutut di atas tubuhnya. Kepala Wongso menghilang di antara paha Ima dan penis Wongso bergelantung di atas wajah cantiknya. Penis Wongso sangat berbeda dengan milik Andi. Milik Wongso jauh lebih panjang dan tebal, warnanya juga lebih hitam kemerahan. Ima bergidik saat membayangkan penis itu memasuki tubuhnya.
Ima menggigit bibirnya saat tiba-tiba saja mulut Wongso menjelajahi selangkangannya yang basah. Wongso mulai mencium, menjilat dan menghisap permukaan vaginannya. Tangan Wongso merenggangkan kaki jenjang Ima supaya mendapatkan akses bebas ke vaginanya. Direntangkannya lebar-lebar hingga Ima tidak bisa menolak perlakuan ini.
Wongso dengan mahir menggunakan lidahnya menjilati klitoris Ima, lalu pada bibir vagina dan akhirnya lidah Wongso menjelajah ke dalam liang cinta Ima. Ia menjilat dengan gerakan memutar dan menusuk, membuat Ima menggelinjang keenakan. Wongso bahkan menggunakan giginya untuk menggigit-gigit kecil klitoris Ima. Istri Andi itu masih terus berteriak dan melawan, bergerak mengelilingi tempat tidur dengan sekuat tenaga. Tapi Ima sudah tidak tahu lagi, apakah teriakannya itu teriakan takut atau teriakan penuh nikmat.
Tiba-tiba saja Ima mengalami orgasme. Kenikmatan menguasai tubuh indahnya, Ima bergetar hebat saat mencapai puncak. Sebuah kenikmatan yang sebelumnya tidak pernah ia rasakan. Tubuh Ima tergolek lemas. Tapi bahkan saat orgasme itu sudah menghilang, Wongso belum selesai menikmati tubuh moleknya.
Wongso membalikkan badan dan sambil menarik pinggul Ima, dilesakkan penisnya yang besar ke dalam vagina. Ima merem melek karena tidak bisa menahan kenikmatan yang diberikan oleh si mantan napi. Seluruh liang senggamanya seakan sesak terisi penuh oleh penis Wongso. Ima bisa merasakan denyutan demi denyutan penis sang mantan napi di dalam liang cintanya. Vaginanya terus memeras penis Wongso yang keluar masuk dengan cepat. Tiap kali digerakkan, seakan tusukan Wongso makin ke dalam, membuat Ima mendesah-desah karena tak tahan. Desahan si cantik itu membuat Wongso makin cepat memompa vagina Ima.
"Aaaccchh!!!!" Ima sampai harus meremas permukaan seprei yang sudah berantakan.
Hentakan demi hentakan pinggul Wongso dengan kecepatan tinggi membuat vagina Ima layaknaya sasaran tembak rapuh bagi pusaka pria tua itu. Seringai mesum Wongso kembali terlihat ketika Ima mulai meracau tak karuan sambil memeluk leher kekarnya, kemenangan telak karena membuat Ima ikut larut menikmati persetubuhan.
"Ampun Pakdhe! Ampuuunn!! Aaachh!!!!!" Pekik Ima, kedua matanya nyaris mendelik. Teriakan itu justru membuat Wongso makin dalam menancapkan batang penisnya pada liang vagina, hingga satu hentakan keras kembali membuat wanita cantik itu merasakan orgasme untuk kedua kalinya.
"Aaachhhh! Pakdheeee!!!!"
Nafas Ima tersenggal hebat, bulir peluh sudah membasahi tubuh moleknya yang tak berdaya dihantam gelombang orgasme. Tapi Wongso belum usai, pria tua itu melepas penisnya dari dalam liang vagina si cantik. Ima melirik ke bawah, batang penis pria tua itu masih berdiri kokoh dengan urat-urat yang makin jelas terlihat.
"Nungging Nduk." Perintah Wongso, dengan sisa-sisa tenaganya Ima mulai memposisikan tubuhnya membelakangi Wongso. Pantat semoknya mengarah tepat di hadapan ujung penis pria tua itu sementara bagian depan tubuhnya ambruk tanpa tenaga di atas ranjang.
"Oocchhhhh!!!" Ima kembali memekik kencang ketika Wongso melesakkan batang penisnya ke dalam liang vagina.
Mantan napi itu mulai menggenjot tubuh Ima dari belakang. Kecepatan sedang ditambah dengan remasan jari pada area pantat membuat istri Andi itu sekali lagi mendesah nikmat. Tak seperti tadi, kali ini Wongso menggerakkan pinggulnya dengan teratur seperti hendak meresapi jepitan liang senggama Ima pada batang penisnya. Sementara Ima mulai merasakan sesak di dalam sana, penis Wongso seperti menggelitik seluruh isi vaginanya.
"Enak Nduk?" Tanya Wongso ditengah genjotan tubuhnya. Ima hanya menggeram dengan desahan-desahan kecil, menjawab pertanyaan itu sama saja dengan semakin merendahkan harga dirinya di hadapan si mantan napi.
"Jawab Nduk! Enak nggak kontol Pakdhe?" Kali ini Wongso menambah kecepatan hentakan pinggulnya, tak hanya itu satu tangan Wongso juga meraih rambut Ima dan menjambaknya ke belakang hingga membuat bagian depan tubuh wanita cantik itu mendongak.
"Aaachhhhh! Pakdhe sakiitt!!!" Lenguh Ima, Wongso bergeming dan justru semakin menambah kecepatan gerakan pinggulnya, membuat penis kekar miliknya melesat cepat merongrong liang senggama Ima.
"Enak nggak Nduk? Hmmm?!" Tak bosan, Wongso terus menanyakan hal itu seperti sedang mencari pengkauan keperkasaannya sebagai seorang pria.
"Aaachhhh! Aaampuuunnn Pakdhe!! Aaachh!!!"
"Jawab Nduk! Enak nggak kontol Pakdhe!"
"Aaachh!! Iyaahh enaak Pakdhe!! Enaakk!!!" Ima tak punya pilihan lain selain memenuhi dahaga keegoan pria tua itu, paling tidak dia bisa berharap agar Wongso segera menuntaskan hajat birahinya.
"Lebih enak mana sama kontol Andi?"
Ima memjamkan matanya, ternyata jawaban sebelumnya tak cukup untuk memuaskan Wongso. Pria tua itu menagih lebih. Perih, itulah yang dirasakan hati Ima saat ini dipaksa melayani birahi paman suaminya sendiri dan ditambah harus mengakui jika suaminya tak lebih baik dibanding Wongso untuk urusan ranjang.
PLAK!! PLAK!! PLAAAKK!!
Tiga tamparan keras mendarat telak pada permukaan pantat semok Ima yang bergerak maju mundur.
"Aaachhh!! Sakit Pakdhe!!" Teriak Ima kesakitan.
"Itu hukuman karena Kamu nggak jawab pertanyaanku Nduk." Ujar Wongso santai, pinggulnya masih bergerak maju mundur dengan kecepatan tinggi.
"Aaachh! Ammpunn Pakdhe!! Udaah!! Udahh!!! Ampuunn!!!"
Pekik keras Ima menandai jika dirinya akan kembali mendapatkan orgasme. Untuk pertama kalinya dalam hidup wanita cantik itu bisa mendapatkan 3 kali orgasme saat berhubungan badan. Bersama Andi, Ima bahkan nyaris tak sekalipun bisa mendapatkannya. Tapi kali ini kenapa justru berbeda? Padahal Ima melakukannya dibawah ancaman serta paksaan Wongso.
"Aaachh!! Aku mau keluar!! Aku mau keluar lagi Pakdhe!!" Racau Ima kesetanan, dia lupa jika kenikmatan yang dia dapat sebentar lagi datang dari pria tua mesum yang begitu dia benci. Tapi birahi mengalahkan segalanya, nafsu menutup logikanya.
Wongso tersenyum, dia tau jika dirinya sudah memenangkan peperangan libido kali ini bersama istri keponakannya sendiri. Si mantan napi terus menggenjot tubuh Ima dari belakang sambil terus menjambak rambutnya. Tak lama kedua insan beralainan jenis itu melenguh bersamaan. Wongso memuntahkan sperma kental di dalam vagina istri keponakannya, Ima merasakan cairan hangat itu memenuhi seluruh liang senggamanya hingga meluber keluar. Tubuh Wongso ambruk tepat di sisi Ima yang masih menungging, dada beidangnya naik turun karena nafas yang tersenggal luar biasa.
"Di dalam?" Tanya Ima sambil melihat ceceran sperma Wongso meluber dari liang vaginanya dan jatuh membasahi seprei.
"Hehehehe, udah nggak tahan Nduk. Memekmu enak banget, Pakdhe lupa nyabut tadi." Jawab Wongso tanpa perasaan bersalah.
Ima buru-buru beranjak dari atas ranjang, setengah berlari wanita cantik itu segera menuju kamar mandi untuk membersihkan sperma Wongso yang membanjiri area kewanitannya. Dengan perasaan dongkol Ima menutup intu kamar mandi keras-keras, Wongso menanggapi kekesalan istri keponakannya itu hanya dengan sebuah senyuman. Baginya persetubuhannya kali ini bukanlah yang terakhir, tapi justru yang pertama, paling tidak selama Andi masih berada di luar kota.
*BERSAMBUNG*
ns 15.158.61.51da2