Perkenalkan namaku Bagas Saputra umurku 18 tahun dengan berat badan 55kg, baru saja aku lulus SMK sekarang aku bekerja sebagai kuli bangunan panggilan di kampungku.
Walaupun begitu, hati kecilku berkata, bagas kamu jangan sedih karna kamu adalah ninja warrior. Hehehe. Aku memiliki senjata laras panjang kira-kira 17cm dan cukub besar.
Keseharianku sekarang terbiasa dengan pekerjaan berat membuat tubuhku mulai berbentuk, kekar dan berotot.
Sebenarnya aku ingin seperti teman-temanku melanjutkan kuliah di perguruan tinggi, namun apa daya, kami hanyalah keluarga miskin, pekerjaan ayahku hanyalah petani dan ibuku hanya mengurus pekerjaan rumah tangga saja.
Suhendro nama ayahku, pria bertubuh kekar, berkumis tebal dan berumur sekitar 40 tahun.
Sedangkan ibuku bernama Indrayanti berumur 35 tahun, dengan berat badan kira-kira 48kg dengan toket rata-rata wanita ideal yaitu sekitar 34b setahuku, bokong ibuku semok dan lekuk tubuh seperti wanita muda yang masih seperti wanita duapuluhan tahun walaupun sudah memiliki satu anak tunggal yaitu aku.
Ayah dan ibuku menikah diusia muda karena dulunya dijodohkan.
Dahulu ayahku merupakan juragan tanah, namun karena kesialannya beliau tertipu oleh tetangganya. Tetangganya berniat menyediakan jasa perantara membeli rumah, namun uang hasil jual tanah ayahku dibawa kabur.
Alhasil keluarga kami sekarang menjadi miskin. Berbagai cara telah ayahku lakukan untuk menyambung hidup dengan berganti-ganti pekerjaan namun tetap saja keluarga kami menjadi miskin.
Itulah sebabnya aku pendidikanku harus terhenti dan pekerjaanku sekarang menjadi kuli bangunan.
Suatu hari saat ayahku pulang dari gunung, dia tiba-tiba mengatakan kepadaku “aku dapat wangsit dari jin penunggu watu kumpul”, perlu diketahui “watu kumpul” yang ayah sebutkan tersebut adalah kumpulan batu besar di dalam hutan yang membentuk seperti gua dan mengalir sungai di dalamnya dan itu berada dekat tanah sempit kepunyaan ayahku yang tersisa.
Aku dalam hati tertawa mendengar pernyataan ayahku tersebut, namun dengan maksud menghormati aku pura-pura mendengarkannya.
“Panggil Ibumu!”, seru ayahku, lalu aku panggil Ibuku yang segera datang menuju ke ayah.
“Ada apa pakne?”, tanya ibuku dengan heran. Lalu ayahku menjelaskannya, “ini lho bune, aku tadi dapet bisikan ghaib katanya kalau mau derajad dan harta kita kembali maka salah satu keluarga kita harus ikut ritual di gunung kemukus.
Bahkan harta yang dijanjikan akan mencapai berkali-kali lipat dari harta kita waktu dulu bune”.
Aku dan ibuku keheranan dengan pernyataan ayahku tersebut, tetapi nampaknya ibuku berangsur-angsur mempercayai perkataan ayahku setelah mereka ngobrol panjang lebar.
Aku lalu mengabaikan mereka dan beranjak menonton TV cinema di tr*ns 7 yang judulnya Lupa Perjanjian Gunung Kemukus. Dalam hatiku, aneh kok bisa pas gini acara tv nya, sama-sama lucu dan nggak masuk akal.
Aku benar-benar tidak mempercayai kisah tersebut yang diceritakan ayahku maupun yang ada di TV.
Sekitar 10 menit kemudian tiba-tiba aku dipanggil ibuku, “Bagas sini!” Lalu aku menuju ke arah ibuku dan ayahku yang sedang duduk di kursi samping rumah.
“Jadi gini, keluarga kita kan sekarang udah miskin, mau nggak mau hidup kita bakalan sesekali kelaparan dan kesusahan, setiap hari kerja lembur bagai quda, tubuh sakit dan pegal-pegal tak dapat kita hindari.
Tidak ada salahnya kita mau mencoba pesugihan gunung kemukus ini.
Kamu harus merahasiakan hal ini dari tetangga dan teman-teman kuli kamu.
Jadi gini rencananya, kamu besok anterin bune ke gunung kemukus”.
“Kenapa nggak sama pakne aja bu?” Tanyaku.
Pakne besok ada janji sama pak RT mau garap sawah pak RT jadi nggak bisa.
Pesugihan ini kalau bisa secepatnya segera dilakukan” kata ibuku.
Aku hanya mengangguk dan menyanggupi permintaan ibuku walaupun dalam hatiku masih tidak percaya dengan cerita khayal tersebut.
Keesokan harinya dengan kendaraan motor butut dan bermodal uang 100ribu pemberian ayah, aku dan ibuku berangkat menuju ke wilayah gunung kemukus.
Kulihat ibu mengenakan rok mini dan baju yang sangat ketat.
Aku benar-benar tidak tahu apa tujuan ibuku memakai pakaian seperti itu, jarang-jarang dirumah memakai pakaian model mini seperti itu.
Aku agak menelan ludah melihat ibuku yang seksi bertoket besar dengan rok mini dan kaos biru ketat menempel di tubuhnya yang sintal itu.
Lalu aku bergegas menyalakan mesin motor bututku dan mulai berangkat.
Jarak rumahku ke gunung kemukus ini sekitar 30 menit kalau lancar.
Di jalan kulihat setiap cowok yang berpapasan dengan motorku matanya selalu tertuju ke arah pantat ibuku, dan ada beberapa pemuda yang sengaja mengikuti dari belakang laju motorku untuk melihat rok ibuku yang memamerkan paha mulusnya.
Pantas saja kalau pahanya dinikmati banyak orang, roknya aja sempit gitu, ujarku dalam hati.
Lalu sampailah ke sebuah bangunan diluar area pulau yang aku tidak tahu apa fungsi bagunan itu.
Lalu ibuku turun, lalu aku memarkirkan motorku di bawah pohon rindang samping bangunan.
Aku lalu menghampiri ibuku dan ketika kulihat paha mulus ibuku aku benar-benar menahan sekuat tenaga agar aku tidak ngaceng.
Nggak enak juga kalau aku kepergok ibuku saat aku sedang menatap pahanya itu lalu aku memalingkan muka berpura-pura melihat sekitar.
“Kamu tunggu sini, bune mau ke dalam dulu tanya orang” lalu dia pergi menuju bangunan tersebut.
Lalu setelah beberapa saat ibuku keluar dan menghampiriku lagi, ayo kita naik ke gunung.
Aku ketahui kemudian dari cerita ibuku bahwa rumah tersebut adalah rumah juru kunci gunung kemukus yang orangnya dipilih keturunan asli pengabdi secara turun-temurun, di rumah itu tadi adalah keturunan ke-2 yang bernama Mbak Darto sedangkan yang akan kita tuju ini adalah keturunan pertama.
Kami terlebih dahulu harus menyeberangi perairan menggunakan perahu untuk sampai ke seberang. Aku bergegas membeli tiket untuk dua orang habis 30.000 rupiah.
Saat prosesi naik perahu, kami harus berdesak-desakan karena berebut tempat duduk karena ramainya pengunjung laki-laki maupun perempuan yang juga berniat kesana.
Akhirnya kami naik namun sialnya kami tidak mendapatkan jatah kursi, alhasil aku dan ibuku terpaksa berdiri berpegangan gantungan di tengah perahu.
Perahu yang kami naiki ini modelnya persis seperti bus-bus yang sering kami naiki.
Dengan dua kursi kanan dan dua kursi kiri dan ditengah-tengahnya ada celah untuk lewat. Ibuku berdiri tepat dibelakangku menghadap ke arah depan perahu sedangkan posisiku berada didepannya dan posisi tubuhku memunggunginya.
Sesekali kurasakan ibuku seperti terdesak ke depan dan toketnya sesekali mengenai punggungku, beliau seperti merasakan terlalu sempit area berdirinya, padahal kalau ku perhatikan belakangnya tidak terlalu sempit-sempit amat.
Namun setelah ku amati secara lebih mendetail ternyata dibelakang ibuku terlihat seorang laki-laki seumuran ayahku sedang pura-pura terdesak ke arah pantat ibuku, laki-laki itu dengan pola memaju mundurkan selangkangannya tepat ke arah pantat ibuku.
Lanjut bab 2 ya gaes hehehe...
ns 15.158.61.43da2