Sepanjang perjalanan di jalur trekking Salak 1 ini mereka masih asyik berbincang-bincang dengan berjalan santai karena memang jalur ini masih terhitung rapi dan di setiap berjarak 100m, mereka akan menemukan patokan petunjuk jarak. Penamaan patok dimulai dari HM0 (hektometer 0), setiap 10HM berganti jadi KM, sampai puncak Salak 1 di KM5 (HM50), tetapi dari penuturan Igoy yang pernah mendengar cerita dari temannya yang pernah mendaki kemari mengatakan jika ukuran jarak ini sedikit melenceng. Perjalanan melalui jalur ini dari pintu rimba sampai ke Simpang Bajuri berjarak sekitar 25hm dan treknya mirip dengan jalur Gede Pangrango yang sudah pernah mereka lalui.
Membutuhkan waktu sekitar lebih dari 1 jam untuk sampai kesana, dan itupun mereka beristirahat lumayan lebih lama dari biasanya karena mengingat ada 2 orang perempuan dari mapala lain yang ikut bersama mereka.
Simpang Bajuri adalah jalur persimpangan bagi pendaki yang ingin melakukan pendakian menuju puncak dan Kawah Ratu, dan selain itu pula ada jalur pertemuan pendaki yang memulai pendakiannya melalui basecamp Pasir Reungit. Igoy akhirnya memutuskan agar mereka mendirikan shelter untuk beristirahat disana sekaligus mencatat apa saja yang mereka temukan selama perjalanan untuk laporan akhir mereka.
Selagi para pria mendirikan shelter sementara, Pai dan kedua pendaki perempuan menyiapkan konsumsi yang akan mereka nikmati selagi beristirahat itu seperti kopi dan juga memasak mie untuk sepuluh orang. Memang bukan hal yang sulit, tetapi disinilah mereka harus berusaha untuk saling bekerja sama. Di waktu Pai yang bertugas untuk membuat kopi dan teh, maka Isti dan Tina akan membuat mie bersamaan dengan menggunakan kompor dari tim Bandung juga agar lebih cepat. Masing-masing dari Tim membawa 2 kompor jadi lebih cepat untuk memasak.
Lahan yang mereka tempati cukup luas hingga mungkin sekitar 10 tenda bisa didirikan di sana, tetapi tempat ini memang lebih seringnya untuk peristirahatan sementara jadi tidak akan ada yang mendirikan tenda untuk bermalam. Oh iya, tidak jauh dari sana juga terdapat sebuah sungai kecil dengan air yang sangat jernih.
“Jadi habis ini kita langsung ke Kawah Ratu terus bikin tenda di puncak Manik?” tanya Tina saat mereka semua sudah mulai santai dengan sedikit keringat menghiasi dahi masing-masing.
Awalnya mereka hanya akan beristirahat sekitar 20 menit tetapi ternyata itu meleset dari perkiraan dan berakhirlah mereka berada disana kurang dari satu jam. Di simpang Bajuri itu, mereka akhirnya melanjutkan perjalanan menuju ke Kawah Ratu dan kemudian mereka akan menuju ke puncak Manik yang berjarak 5km dari Kawah Ratu.
Awalnya, mereka santai saja berjalan dengan pengetahuan bahwa gunung ini hanya mempunyai ketinggian 2211 mdpl saja. Tetapi perasaan itu langsung sirna saat mereka melewati plang jalan yang menuju ke Puncak dan melihat jika plang tersebut menunjukkan angka 0km.
“Lah anjir! Ini 0km lagi?” teriak Isti saat mereka baru berjalan sekitar 5 menit itu.
“Hahahaha.. Bangsat!” rutuk Isan tertawa sambil menunjuk ke plang itu.
Mereka akhirnya mau tidak mau harus menerima kenyataan ternyata selama beberapa jam berjalan itu bukan awal dari pendakian ini. Dan dengan perasaan masih kesal, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan lagi.
Saat mereka berjalan agak jauh dari simpang itu, terlihatlah rawa-rawa di hadapan mereka. Aris yang saat itu berada di depan rombongan berjalan seolah tidak ada masalah apapun, tetapi Igoy yang berada di dekat Pai berhenti sejenak melihat Aris dan Isan yang berjalan diatas rawa-rawa itu. Tetapi tidak disangka, Aris dan Isan seperti kesusahan menarik kakinya keluar dari rawa itu karena terlalu dalam.
“Ah anjing! Bantuin ini, kok susah sih!” kata Isan yang berpegangan dengan Aris, terlihat mereka tidak bisa menarik kakinya keluar dari lumpur rawa itu.
Mau tidak mau, Igoy dan Ngani langsung membantu mereka dan menarik dari rawa-rawa itu. Sedangkan yang lain cemas melihat teman-teman yang lain.
“Kata orang di basecamp ada rawa-rawa di sini yang bisa menelan sesuatu yang masuk kesana. Apa ini maksudnya?” kata Riad yang memberikan air minumnya pada Pai.
“Lumpur hidup? Masa sih ada disini?” kata Pai kebingungan, karena memang ia belum terlalu familiar dengan gunung atau hutan Indonesia yang mempunyai lumpur hidup.
“Entah. Mungkin aja.” kata Pesuy yang berada di dekat Pai sambil mengambil daun yang jatuh di atas kepala Pai.
Entah kenapa atau hanya perasaan Pai saja, jika dari perjalanan dari basecamp menuju kemari ada saja sesuatu yang tidak mengenakkan. Seperti kejadian-kejadian itu sebuah pertanda jika perjalanan yang mereka lalui ini tidak akan mudah seperti biasanya. Atau mungkin itu hanya ketakutan Pai semata, ia tak tau.
ns 15.158.61.41da2