Kurang lebih ada 3 rawa yang harus mereka lewati untuk sampai menuju puncak Manik. Tetapi beruntung bagi mereka, saat melalui rawa-rawa itu ada setidaknya batang pohon yang sengaja ditumbangkan, mungkin, untuk membantu mereka melewati trek yang susah itu.
Tidak sampai disitu saja, kejadian yang membuat perasaan semakin tidak tenang ketika Riad tersengat tawon yang mempunyai sarang di sekitar rawa itu. Apalagi dengan hujan yang mengguyur pagi tadi yang membuat kondisi jalan menjadi semakin parah sehingga mereka mau tidak mau harus beristirahat sejenak walaupun estimasi mereka harus kacau. Seharusnya saat jam menunjukkan jam 12 mereka sudah berada di puncak bayangan tetapi hingga jam 11 mereka belum ada di setengah jalannya.
“Masih sakit?” kata Pai yang mengoleskan minyak komando pada wajah dan tangan Riad.
“Gatel doang, tapi gapapa kok.” jawab Riad sambil tersenyum, ia tidak ingin membuat Pai semakin khawatir. Ia dan teman-temannya yang lain tau bagaimana perasaan Pai saat diharuskan untuk mendaki gunung ini. Ia tau jika Pai sudah merasakan perasaan tidak enak pada setengah perjalanan ini, begitupun dengan yang lain.
“Pai, kamu mau ganti itu dulu?” kata Ngani pada Pai. ‘itu’ adalah sesuatu yang sekarang Pai takuti. Mendapatkan tamu bulanannya saat melakukan pendakian merupakan sesuatu yang sangat ia tak ingin. Selain mengganti pembalut sangat tidak mengenakan karena harus mencari spot atau bagaimana ia harus membawa ‘sampah’ itu hingga mereka turun dari gunung. Pai tidak ingin meninggalkan sampahnya saat berada di atas gunung, apalagi sampah itu yang kemungkinan besar akan menarik apapun padanya.
“Nanti aja Ni, pas di puncak bayangan aja deh.” balas Pai masih dengan perasaan waswas.
Beberapa saat kemudian, mereka melanjutkan perjalanan hingga ke puncak bayangan. Trek yang terus menanjak membuat Pai semakin kewalahan, apalagi dengan kondisi Pai sekarang. Awalnya ia pikir jika ia akan mendapatkan tamu bulanannya ini saat di puncak, tetapi ternyata tidak. Alih-alih ia mendapatkannya di akhir perjalanan, ternyata dengan ketidaktahuannya ia harus mendapatkan haidnya saat mereka berada di basecamp.
Dengan lumayan kecapekan, akhirnya mereka sampai ke puncak bayangan pada pukul 2 siang dan akhirnya menyiapkan shelter untuk beristirahat sebentar. Isti dan Tina melakukan sholat Dzuhur yang tertinggal dengan Riad sebagai imam mereka, sedangkan yang lain menyiapkan cemilan sambil menulis apa yang yang mereka lalui.
Sekitar kurang lebih 3 jam mereka melanjutkan perjalanannya, mereka sudah sampai di tanah yang cukup lapang. Igoy melirik jam tangannya dan menghela nafas, dan itu langsung ditangkap oleh Pai dan teman-temannya jika Igoy sedang kesal. Igoy memang orang yang sangat perfeksionis dalam perjalanan, ia selalu ingin setiap perjalanannya sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Tetapi kali ini, ia hanya menahan kesal saat perjalanannya melewati batas yang ditentukan dan jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dan ia harus menyakinkan teman-temannya agar terus berjalan dan mengurangi waktu istirahat mereka. Bukan apa-apa, ia tidak ingin sampai ke puncak saat matahari terbenam dan itu akan bertambah riskan karena ia sendiripun tidak hapal dengan trek gunung ini.
Mereka melanjutkan perjalanan dan harus mengelus dada dengan sabar, pasalnya trek yang ada di depannya ini bisa dikatakan cukup sulit. Dengan trek yang menanjak, sampai-sampai kalau kata Ngani sih, ‘dengkul ketemu dada’ ini mengingatkan Pai dengan trek yang ada di gunung Cikuray yang beberapa bulan lalu mereka lalui, dan itu pengalaman yang tak ingin Pai ingat karena ada beberapa hal yang ia ‘bawa pulang’ saat itu.
Setelah 30 menit berjalan, akhirnya mereka sampai di titik dimana mengharuskan ketelitian dalam menginjakkan langkah lebih fokus. Pesuy dan Ngani mulai mempersiapkan rombongan dalam mengikuti jalur tebing yang ber-webbing itu. Tingginya mungkin sekitar 7-8 meter, dan dari tebing ini juga mereka bisa melihat pemandangan Kawah Ratu.
Perlahan tapi pasti, semua rombongan melewati tebing tadi dan sekarang mereka sudah sampai di pos bayangan yang berjarak sekitar 15 menit dari sana.
“Anjir, ini baru sampai sini aja! Gilak ini yang bikin tanda!” rutuk Isan yang melihat tanda jalan yang baru menunjukkan HM 25.
“Gapapa, yang penting selamat aja. Gak masalah gak tepat waktu ya.” kata Riad yang juga sempat cemas karena ini jauh meleset dari apa yang mereka rencanakan.
Karena mereka tidak ingin membuat keputusan bodoh dengan melanjutkan perjalanan lagi mengingat matahari sudah mulai tenggelam, mereka akhirnya sepakat untuk menginap semalam di puncak bayangan tersebut dan subuh nanti akan melanjutkan perjalanan. Mereka tidak ingin memaksakan energi yang memang sudah terkuras banyak saat perjalanan tadi. Dan Pai juga tidak bodoh, sedari tadi sebenarnya mereka hanya berjalan di satu lingkaran saja makanya terasa lama. Tetapi ia tidak ingin membuat teman-temannya merasa khawatir dan memutuskan untuk diam.
Para rombongan pria sedang membangun tenda yang akan mereka pakai malam ini dan juga perempuannya sudah sibuk mempersiapkan santapan makan malam. Semua orang sedang melakukan pekerjaannya masing-masing, hingga mungkin tidak menyadari ada bayangan yang sedang memperhatikan mereka.
ns 15.158.61.7da2