Ini adalah bagian paling seru.5008Please respect copyright.PENANAARqimI1C24
Roni datang tepat ketika aku memasukkan batang kontolku yang sudah lemas ke dalam celana. Aku sempat cemas anak itu kebablasan sampai jauh.
“Gak ada siapa-siapa,” kata Roni.
“Bagus. Sekarang kita bawa penjahat ini ke kantor polisi,” kataku.
Kuangkat kedua pantat Mama supaya dia berdiri.
Yang membuatku kaget ternyata Mama menurut saja.
Mungkin dia masih anggap ini cuma permainan? Entahlah.
Meski menurut, tapi aku bisa mendengar mulutnya yang menggumam.
Bagian bawah dasternya melorot begitu ia berdiri, duh aku harus menggulungnya lagi!
Aku masuk ke dalam rumah dan mengambil beberapa peniti. Kuselipkan peniti-peniti itu ke gulungan daster Mama. Nah sekarang gak jatuh lagi deh!
Dari perut sampai ujung kaki Mama telanjang bulat. Sementara bagian atas tubuhnya masih tertutup daster. Sempaknya menggantung di kedua mata kakinya.
Kudorong pantatnya. “Jalan!” teriakku.
Kami berjalan melewati pekarangan rumah. Jalanan sepi, tapi sangat berisiko kalau aku memaksa Mama lewat jalan besar. Penampilan Mama jelas bakal bikin satu kampung ribut, tapi aku ingin tubuhnya dilihat orang lain.
Aku ada ide.
Kugiring Mama keluar dari pagar. Hampir saja aku lupa menutup pintu rumah, jadi aku balik lagi untuk menutup pintu. Selagi jalan masih sepi, aku dorong Mama supaya cepat-cepat melangkah sampai ke jalan kecil yang ada di samping rumah.
Jalan kecil itu mengarah ke kebun singkong warga. Dulu jalan itu sering dilewati petani yang bawa hasil tani pakai gerobak. Sejak pakai sepeda motor, para petani gak pernah lagi pakai jalan itu karena terlalu sempit dan berbatu.
Tapi ada satu hal yang bikin jalan itu spesial; jalan itu masih sering dilewati anak-anak yang mau main atau mengaji sore. Itu dia. Mereka gak akan ribut seperti orang dewasa.
“Hmph! Hmph!” erang Mama. Kedua kakinya telanjang dan mungkin sedikit luka karena menginjak bebatuan. Tapi aku berusaha arahkan dia ke bebatuan yang datar supaya Mama gak kesakitan.
Lihat kan? Meski bandel, tapi aku sangat peduli sama Mama.
Kami masuk sampai ke tengah jalan. Roni berjalan di depan kami sambil menyubit paha Mama seakan-akan sedang menarik penjahat. Ia masih terlalu polos buat mengerti apa yang terjadi. Aku berada di belakang Mama, mendorongnya supaya mau melangkah sambil sesekali mengelus pantatnya.
Kontolku seolah mau meledak. Kuturunkan celanaku sampai kontolku keluar. Sementara tangan kiriku mendorong pantat Mama, tangan kananku sibuk mengocok kontol.
Roni memandangku heran, tapi dia lanjut melangkah sambil menirukan suara sirene polisi. “Ninu ninu ninu!”
Kontolku semakin mengeras sampai aku gak tahan lagi. Kutarik tangan Mama sampai Mama menunduk.
“Awas ada musuh datang!” teriakku. Roni ikut menunduk. Kedua matanya waspada ke sekeliling.
“Mana?” tanya Roni.
“Aku denger suara mereka tadi,” kataku. “Roni coba cek sekeliling.”
Roni mengangguk, lalu menghilang di semak belukar. Meski khawatir dia kenapa-kenapa, ini kesempatanku mengerjai Mama.
Kutekan pundak Mama sampai ia jongkok. Mama celingukan karena bingung.
“Kamu pasti menyembunyikan sesuatu ya?” teriakku ke Mama. “Kamu harus saya periksa!”
Kulepas peniti-peniti yang mengunci gulungan daster Mama. Kedua teteknya bergelantungan saat aku menggulung dasternya lagi lebih ke atas. Kupandangi kedua pentil Mama yang cokelat ranum. Mama, kamu memang luar biasa!
Kusodorkan ujung kontolku ke depan wajah Mama. Aku harap kain itu benar-benar menutup matanya.
Mama menggeliat. Mungkin dia sudah jenuh sama permainan ini, tapi aku baru mulai!
Kuarahkan ujung kontolku ke belahan teteknya. Cepat-cepat kukocok kontolku. Aku gak mau Roni keburu datang.
Gak sampai lima menit, pejuhku muncrat di kedua teteknya. Aku urut batang kontolku sampai pejuhnya terkuras semua.
“Gerimis Ma,” kataku sambil meratakan pejuh yang berceceran di teteknya. Dia pasti merasakan sensasi basah di teteknya.
Jadi begitulah pertama kali aku coli di depan Mama. Sampai sekarang pun membayangkan itu saja sudah bikin kontolku mengeras!
Sekitar lima menit kemudian Roni muncul. Ia menegakkan badan, lalu bersikap hormat. “Lapor, ada anak-anak di depan.”
Aku balas sikap hormatnya. “Laporan diterima.”
“Terus penjahatnya mau diapain lagi nih?” bisik Roni. Ia memandangi Mama yang masih jongkok.
Aku melihat sekeliling.
“Ah pejahat harus diikat. Ayo kita ikat dia!” kataku.
Kudorong lagi pantat Mama supaya dia berdiri. Aku dan Roni menggiringnya ke pagar kayu yang membatasi jalan kecil dengan kebun singkong. Aku mencari-cari tali panjang untuk mengikat tangannya di pagar, tapi gak ketemu. Jadi aku terpaksa pakai bajuku yang kugulung kecil jadi tali. Aku ikat kedua tangan Mama di pagar kayu kuat-kuat.
Mama menggeliat saat aku selesai mengikatnya. Kedua teteknya bergoyang ke kiri dan kanan.
“Nah sekarang kita sembunyi di sana,” kataku ke Roni sambil menunjuk ke semak-semak di depan Mama.
“Buat apa?” tanya Roni kebingungan.
“Buat hukum penjahat. Kamu mau penjahatnya dihukum kan?”
Sebelum bersembunyi, kudekatkan hidungku ke memek Mama. Wah aroma pesingnya! Kontolku mengeras lagi.
“Burungnya berdiri tuh!” ejek Roni sambil tertawa.
Astaga aku lupa memasukkan kontolku ke celana! Tapi biarlah toh dia masih gak mengerti. Aku biarkan kontolku berdiri tegak di luar daripada tersiksa di celana.
Kami jongkok di belakang semak-semak. Mama masih menggeliat sendirian, seolah putus asa. Aku pasti bakal kena marah, tapi aku gak peduli.
Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki.
ns 15.158.61.16da2