Suatu hari teman-temanku datang untuk membuat prakarya sekolah. Seingatku, mereka ada tiga orang dan semuanya laki-laki.
Prakarya kami cukup sulit karena harus membuat kapal-kapalan dari stik es krim. Sebelumnya kami sudah mengumpulkan banyak stik es krim di jalan, bahkan sampai harus membeli banyak es krim supaya stiknya bisa dipakai. Hasilnya kami mendapat sekitar 100 stik. Yah semoga saja cukup!
Aku dan teman-temanku membuat prakarya di ruang tamu. Desain kapalnya tinggal mengikuti di buku pelajaran, repotnya adalah kami harus memotong stik es krim dan menempelnya pakai lem. Awalnya kami kesulitan menempelnya, tapi lama-lama kami mengerti juga.
Lagi asik-asiknya bekerja, tahu-tahu Mama memanggilku dari kamar. "Nak, bantuin Mama sini."
"Mama ke sini aja," kataku.
Mama keluar dari kamar. Aku kaget melihat sebagian perutnya kelihatan dan bagian dada sampai kepalanya tertutup kaus.
Teman-temanku cekikikan melihat Mama.
"Bantuin Mama lepasin dong," pinta Mama.
Aku membantu Mama ke tengah ruangan. Teman-temanku menyingkir supaya Mama bisa duduk. Mama pun duduk bersila dikelilingi teman-temanku.
Baju Mama kutarik ke atas, tapi susahnya bukan main! Aku heran kenapa baju itu bisa dipakai Mama.
"Mau nyoba baju lama, eh malah nyangkut," jawab Mama malu-malu saat kutanya.
"Inget badan dong Ma," kataku sambil terus berusaha menaikkan bajunya.
Kuselipkan jariku ke sela-sela kausnya, lalu kutarik ke atas. Pelan tapi pasti, kaus itu mulai bergerak naik.
"Dikit lagi nih," kataku.
Sebentar kemudian, kaus itu berhasil naik melewati kedua teteknya. Aku dan teman-temanku tercengang melihat tetek pepaya Mama yang menonjol keluar. Sayangnya tetek Mama terbungkus beha putih.
"Wow." Teman-temanku sampai kehabisan kata-kata.
Kaus itu sekarang menyangkut di kepala Mama, begitu pula di kedua lengannya. Mama mencoba menarik kaus itu, tapi tetap saja gagal.
Sebuah ide nakal melintas di kepalaku. Selagi ia sibuk menarik kausnya, kuraih tali beha Mama, lalu kulepas kaitnya. Beha raksasa itu jatuh ke lantai. Ketiga temanku melongo melihat tetek jumbo Mama.
“Loh beha Mama lepas,” sahut Mama panik.
“Mama sih meronta-ronta gitu. Santai aja Ma,” kataku berusaha menenangkan.
“Pasang lagi behanya,” pinta Mama.
“Nanti aja ah. Toh cuma di depan anak-anak doang,” kataku sambil menahan tawa.
Teman-temanku masih melongo melihat sepasang tetek Mama yang bergoyang naik turun.
Aku berdiri di depan Mama, seolah hendak membantunya melepas pakaian dari depan. Padahal aku sedang menggesek celanaku ke pentilnya. Oh rasanya nikmat sekali!
Sementara tangan kananku berpura-pura menarik baju Mama, tangan kiriku sibuk mengusap-usap udelnya. Mama terlalu sibuk berusaha melepas baju, sampai tidak memerhatikan kelakuan tanganku.
Kulirik teman-temanku. Kasihan sekali mereka cuma bisa menonton di belakang!
Akhirnya aku benar-benar membantu Mama. Kaus itu tercabut melewati kepala Mama. Badannya basah kuyup karena keringat. Ia menghela napas lega. “Susah bener ini baju.”
Kemudian ia sadar kalau anak-anak memerhatikan teteknya yang telanjang. Mama mengambil beha di sebelahnya, lalu memasangnya kembali. Teman-temanku terlihat kecewa saat beha itu menutupi tetek Mama.
“Permisi ya,” ujar Mama sambil bergegas ke kamar.
Teman-temanku cuma terbengong-bengong melihat Mama pergi.
“Hei kalian kenapa?” tanyaku dengan nada tak bersalah.
“Edan!” seru mereka hampir bersamaan.
ns 15.158.2.210da2