Libur dua minggu terasa lama. Kegiatanku sehari-hari cuma mengamati Mama dan membantu Bapak bekerja. Selama dua minggu itu, Mama banyak diam dan agak ogah-ogahan setiap kali aku ajak ngobrol.
Sehari sebelum masuk sekolah, alam semesta seakan-akan membantu rencana nakalku. Adik Bapak jatuh sakit dan harus dirawat di kota selama seminggu. Bapak ikut pergi bersama saudara-saudara lain untuk merawatnya. Jadi tinggal aku dan Mama di rumah.
Malamnya aku sulit tidur. Kubayangkan apa saja yang akan terjadi besok. Amankah? Bakal dimarahin? Apa Mama gak jadi melakukannya? Aaaarrgh!
Lama-lama aku pun tertidur.
Aku terbangun saat adzan subuh berkumandang. Kudengar suara gemericik air dari kamar mandi. Rupanya Mama mau sholat subuh. Aku mengumpulkan nyawa sambil bermain game hape. Kamarku yang tadinya gelap perlahan-lahan diterangi sinar matahari pagi yang menerobos masuk dari sela-sela jendela. Aku sudah sepenuhnya sadar. Sekarang aku mau mandi dan bersiap-siap ke sekolah.
Keluar dari kamar mandi, aku melihat Mama sedang merebus air di dapur untuk bikin tes. Kucolek pantatnya. “Gimana, Mama siap?”
“Kamu gak bisa minta yang lain kah?” tanya Mama penuh harap.
“Gak mau Ma. Aku sudah berusaha keras dapat ranking loh dan Mama juga sudah janji kan,” kataku.
“Tapi Mama bayanginnya aja sudah serem banget,” kata Mama. Air di panci berbuih-buih, melolong minta diangkat.
Kupegang kedua tangan Mama. “Ma cuma hari ini doang kok. Habis ini gak ada aneh-aneh deh.”
Mama melepas tanganku dan mengangkat panci sebelum airnya tumpah. Aku masuk ke kamar untuk berpakaian. Selesai berpakaian, aku balik ke dapur untuk minum teh panas. Mama sudah gak ada di dapur. Ah, mungkin dia lagi berpakaian.
Tahu-tahu Mama melongok ke dapur. “Ma-mama boleh pakai jilbab?” tanya Mama.
“Boleh Ma,” kataku sambil menyeruput teh panas.
“Pakai baju ini boleh?” tangan Mama keluar dan menunjukkan sehelai baju berwarna hijau. Badan Mama terhalang dinding antara dapur dan ruang tamu, aku bisa membayangkan Mama lagi telanjang bulat di situ.
Aku mengangguk. “Boleh Ma. Boleh.”
“Oke kalau begitu.” Terdengar suara pintu tertutup. Aku menghabiskan tehku dan bersiap-siap ke teras.
Selesai mengikat tali sepatu, aku duduk di teras sambil menunggu Mama. Langit semakin terang, besar kemungkinan hari ini bakal panas meradang. Ah, Mama lama banget, aku gak sabar mau lihat keberaniannya.
“Begini gak apa-apa kan?” terdengar suara Mama di belakangku.
Aku menoleh. Mama memakai jilbab dan baju hijau yang tadi dia kasih lihat. Hanya saja dia gak pakai celana. Baju Mama cuma sampai di pinggangnya, gak sampai menutupi pantat dan memeknya yang kini tercukur bersih.
“Wah Mama seksi banget!” seruku kagum. Mataku terus menatap ke memek Mama. Ah lubang kenikmatan Mama!
“Ka-kamu yakin mau Mama ke sekolah cuma begini?” tanya Mama. Wajahnya pucat.
“Yakin Ma. Inget loh, cuma sehari ini doang Mama gak boleh nolak,” kataku.
“Tapi kalau kelihatan orang gimana dong?”
“Mama tinggal jawab karena udah janji sama anak,” kataku.
“Tapi kalau bapakmu tahu gimana?”
Bener juga. Gara-gara terlalu memusingkan rencana nakalku, aku sampai melupakan Bapak.
“Oh itu kita pikir nanti aja Ma,” kataku.
“Ayo kita pergi sekarang sebelum jalanan ramai,” kata Mama.
“Tunggu sebentar.” Aku bangkit dari kursi. “Ini dinaikkan dong Ma.”
“Ka-kamu yakin sekarang?” Mama terlihat cemas.
“Iya dong, kan Mama sudah janji.”
Mama meraih bagian bawah bajunya, lalu dinaikkan ke atas. Kedua teteknya yang sebesar pepaya bergelayutan keluar. Ah, Mama benar-benar menurut gak pakai beha!
“Nah ayo kita jalan,” kataku sambil membuka pintu pagar.
ns 15.158.61.5da2