Hanifah terlihat gugup kala jemarinya mulai melepas kancing baju satu persatu. Di sisi ranjang Kyai Salman sudah berdiri dengan bertelanjang bulat. Tanpa perasaan malu sedikitpun, tokoh agama ternama itu melepas seluruh pakaiannya hingga membuat Hanifah kini bisa menyaksikan tubuh telanjangnya.
"Hijabnya nggak usah dibuka, biarin aja kayak gitu Mbak." Cegah Kyai Salman saat Hanifah hendak melepas penutup kepalanya.
Tubuh bagian atas Hanifah sudah nyaris terlihat semuanya, hanya menyisakan sepotong bra yang terlihat begitu sesak menutupi bagian dadanya. Di bawah celana jins yang sedari tadi membungkus lekuk indah tubuh sang pasien juga telah terlepas begitu saja, yang tampak hanya celana dalam warna hitam dan begitu kontras dengan warna kulit Hanifah yang putih mulus.
"Loh? Pake hijab? Kita kan mau...." Suara Hanifah tercekat.
"Kita memang akan bersetubuh Mbak, tapi kali ini persetubuhan yang melibatkan Allah, bukan hanya semata karena nafsu belaka." Ujar Kyai Salman menjelaskan. Bak kerbau yang dicokok hidungnya, Hanifah untuk kesekian kalinya menuruti perintah Kyai Salman.
"Dilepas semuanya Mbak, kecuali hijabnya." Kata Kyai Salman tak memberi kesempatan Hanifah untuk berlama-lama memikirkan kekalutan hatinya.
"I-Iya Kyai..."
Hanifah mulai melepas pengait branya, dua buah gundukan kenyal daging di dada wanita cantik itu langsung terlihat begitu menggiurkan. Ukurannya lumayan besar, dengan dua puting imut yang begitu menggemaskan. Kyai Salman sampai harus menelan ludahnya sendiri, penisnya yang gemuk pun bereaksi dan mulai perlahan mengeras, mengacung tegak siap untuk digunakan. Gerakan tangan Hanifah turun ke bawah tubuhnya, kali ini giliran celana dalamnya yang dilepaskan. Gerak tubuh Hanifah yang kaku dan cenderung kikuk tak bisa menyembunyikan kegugupan wanita bertubuh sintal tersebut.
"Oke, ayo sekarang kita sholat dulu."
"Hah? Sholat??? Kyai serius? Dengan keadaan telanjang bulat seperti ini??" Pekik Hanifah tak percaya. Kyai Salman tersenyum tipis seraya kembali mendekati sisi ranjang.
"Ini bagian dari pengobatan, saya kan sudah bilang kalo persetubuhan kita bukan persetubuhan biasa, tapi juga melibatkan Allah." Ujar Kyai Salman.
Hanifah pasrah, tak ada daya sama sekali untuk menolak perintah Kyai Salman meskipun itu sangat bertentangan dengan hati nuraninya. Sholat yang harusnya menjadi sebuah ritual suci dan beradab kini malah dijadikan sebuah kegiatan pembuka persetubuhan. Dalam benak Hanifah hanya ingin semua ini cepat berakhir dan yang paling penting penyakitnya juga hilang.
Kyai Salman menata dua buah sajadah berukuran sedang dengan motif tenunan bergambar Ka'bah tepat di dekat ranjang, pria tua bertubuh agak tambun itu memposisikan dirinya berada di depan layaknya seorang imam. Hanifah menguatkan hati untuk mengikuti petunjuk sang Kyai, dia berdiri tepat di belakang tubuh telanjang Kyai Salman.
"Ok, sekarang kita mulai sholatnya ya. Ini cuma sholat sunnah dua rakaat, Mbak Hanifah ikutin saya aja."
"Baik Kyai..."
Kyai Salman mulai memimpin sholat, bacaan surat Al Fatihah dan surat pendek mengalun merdu dari bibir pria tua itu. Semua gerakan sholat terlihat begitu normal layaknya ibadah wajib umat islam pada umumnya. Hanifah mengikuti tiap gerakan sholat itu dengan perasaan was-was, wajar karena ini adalah untuk pertama kalinya dalam hidup dia melakukan ibadah sholat dengan hanya mengenakan jilbab saja, tubuhnya yang molek telanjang bulat. Keduanya terus menjalankan ibadah sholat, di kedua rakaat Kyai Salman membaca surat Al Fatihah dan bacaan surat pendek dengan suara jelas meskipun tak terlalu keras namunj Hanifah masih bisa mendengarnya sembari mengekor gerakan sholat dari awal sampai akhir.
"Assalamualaikum warroh matuwoh..."
Kyai Salman menoleh ke kanan dan ke kiri setelah mengakhiri sholat, kemudian pria berbadan tambun itu memutar tubuhnya hingga saling berhadapan dengan Hanifah. Raut kikuk serta gugup terlihat di wajah Hanifah, apalagi kini di hadapannya hanya berjarak sekian jengkal Kyai Salman tersenyum mesum dalam keadaan telanjang bulat.
"Kita sudah selesai sholat, sekarang saya akan menyetubuhi Mbak Hanifah." Ujar Kyai Salman, tatapan matanya mendadak menjadi begitu teduh dan menenangkan begitu berbeda dengan beberapa saat lalu sebelum sholat dimana tokoh agama itu cenderung menunjukkan ekspresi birahi.
"Ba-Baik Kyai..." Sahut Hanifah masih dengan ekspresi gugup dan kikuk.
"Apapun yang terjadi nanti, Mbak Hanifah tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor, Mbak Hanifah harus melafalkan tahmid, tahlil, takbir, tasbih dan istigfar untuk mengekspresikan kenikmatan yang nanti mungkin Mbak Hanifah rasakan. "
"Ta-tapi Kyai..."
"Ingat Mbak, persetubuhan kita melibatkan Allah. Mbak Hanifah harus menuruti perintah saya agar santet dalam tubuh Mbak bisa segera hilang." Potong Kyai Salman. Hanifah kembali terdiam, sekali lagi dia tak berdaya untuk menolak perintah absurd sang Kyai.
"Baik, bisa kita mulai sekarang?"
"Bo-Boleh Kyai..." Balas Hanifah seraya mengangguk lemah dan pasrah.
"Sekarang Mbak Hanifah terlentang ya." Perintah Kyai Salman.
Wanita bertubuh sintal itu langsung pasrah terlentang dengan tatapan sayu di atas sajadah, sambil menggigit bibirnya sendiri nafas Hanifah mulai tak beraturan. Kyai Salman mendekat, sesaat pria tua itu menjelajahi tubuh sintal nan menggiurkan milik Hanifah dengan tatapan kekaguman. Tak mau membuang waktu segera dia melumat bibir tipis Hanifah yang terbuka. Sang Kyai tua memasukkan lidah dan memaksa Hanifah untuk bertukar air liur.
"Eeemmcccchh...Eeemmchhhhh..." Terdengar dengusan nafas Hanifah yang semakin tak beraturan.
Tangan kanan Kyai Salman yang bebas kini perlahan mulai merangkak menuju bulatan payudara. Di sana, jari-jarinya bergerak dan meremas-remas buah dada Hanifah yang membusung kenyal. Sambil terus mencium bibir sang pasien, Kyai Salman terus memijit-mijit benda bulat itu, sementara di bawah, tangannya yang kiri menyusup makin ke dalam, menyerang permukaan vagina Hanifah dengan sentuhan-sentuhan liar. Diperlakukan seperti itu membuat tubuh sintal Hanifah makin kelejotan bak cacing kepanasan.
"Aaaachhhh..."
"Sssttt...Ucapkan kalam-kalam Allah..." Desis Kyai Salman penuh intimidasi.
"Aachhhhh...Subhanallah...." Desis Hanifah menuruti perintah sang Kyai.
Rangsangan demi rangsangan yang terus diberikan Kyai Salman pada akhirnya membuat Hanifah menyerah dan pasrah. Penolakannya yang cuma setengah hati dengan cepat menghilang, menguap begitu saja, berganti dengan gairah liar yang meledak-ledak. Saat Kyai Salman melumat bibirnya, Hanifah dengan begitu panas dan penuh gairah, membalasnya. Lidah wanita itu bergerak liar, mengecap dan menjilat, berusaha untuk menghisap serta mengulum bibir tebal sang Kyai.
Hingga beberapa saat kemudian Kyai Salman menyudahi lumatan pada bibir Hanifah dan langsung menurunkan kepalanya ke bawah untuk memberi kecupan dan jilatan kecil pada kedua kaki wanita canyik tersebut. Dari lutut, ciuman Kyai Salman naik ke arah paha. Dengan diselingi jilatan dan hisapan halus, sampailah bibir tebalnya di pangkal paha.
"Accchhhhhtt...! Allahuakbar!!"
Hanifah terpekik kaget ketika ujung jari Kyai Salman menyentuh liang senggamanya. Pria tua itu termangu beberapa saat memandangi vagina tersebut, bahkan kedua matanya sampai tak berkedip. Vagina Hanifah terlihat sempit dengan bulu-bulu hitam yang halus dan terawat rapi. Bagian tengahnya yang kemerahan dengan sedikit kesan mengkilap akibat cairan kewanitaan makin menambah daya pesonanya. Kyai Salman kembali merundukkan kepalanya, kali ini ciumannya menyasar paha Hanifah yang putih mulus, kulit paha itu terasa dingin di bibirnya. Beberapa kali dengan sengaja Kyai Salman mengusap-usapkan wajahnya pada permukaan kulit paha Hanifah.
Darah Kyai Salman berdesir merasakan kemulusan paha itu di wajahnya. Semakin sering mengusap-usapkan wajah dan menciuminya, kulit paha itu terasa semakin hangat. Kedua belah telapak tangannya pun giat bergerak menyalurkan kehangatan. Tangan kiri Kyai Salman mengusap-usap paha kanan bagian luar, sedangkan telapak kanannya mengusap-usap betis kiri wanita itu. Wajah Kyai Salman bergerak makin mendekati pangkal paha, hingga akhirnya sebuah sentuhan halus melalui bibir menyasar pada liang senggama Hanifah.
"Auw!" Hanifah menggelinjang dan memekik lirih saat lidah Kyai Salman mulai menjamah kemaluannya. Selanjutnya, dengan mata setengah terpejam, wanita itu menikmati ciuman dan jilatan sang Kyai.
"Argh..! Argh..! Oh! Sssssttt....Enak banget Kyai!"
"Sssttt...Ingat, ucapkan kalam-kalam Allah..." Ucap Kyai Salman mengingatkan.
"Aachhh..Astagfirullah...Astagfirullah..." Hanifah sudah tak bisa lagi berpikir jernih, doktrin sesat Kyai Salman dan segala kenikmatan birahi yang tengah mendera tubuhnya telah bercampur padu menjadi racun memabukkan.
Bukan hanya Hanifah yang mulai terbakar birahi, Kyai Salman pun demikian. Aroma segar kemaluan Hanifah sungguh menggugah birahinya. Sang Kyai sampai menekan hidungnya ke celah sempit di antara bibir vagina. Kyai Salman menekannya sedalam mungkin sambil menghirup aroma kewanitaan. Hanifah terkejut merasakan ada sesuatu yang keras dan kenyal menusuk lubang vaginanya. Tubuhnya menegang, pinggulnya bergetar beberapa kali. Menggelinjang dalam kenikmatan.
"Aarrgghh..! Aarrghh..! Ampun Kyai!" Rintihannya semakin keras ketika lidah Kyai Salman menyapu klitorisnya.
"Aaahh!! Saya mau pipis Kyai! Aaahhh!! Allahuakbar!!" Pekik Hanifah bak kesetanan, tubuhnya melonjak-lonjak menahan tiap gempuran lidah Kyai Salman di vaginanya.
Tapi anehnya Hanifah tak berusaha menghindar. Hanifah bahkan memutar pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala Kyai Salman. Hanifah seperti tak ingin kepala Kyai tua itu lepas dari jepitan bibir vaginanya. Tak lama kemudian, tiba-tiba saja kedua pahanya menjepit kepala Kyai Salman makin kencang sambil kedua tangannya menekan kuat. Kyai Salman tau Hanifah akan mengalami orgasme, maka bibirnya langsung menghisap klitoris sang pasien kuat-kuat.
"Aaahhh....keluar ...Oohh enakkkhh!! Allhuakbar! Aaargghhtt!!!"
Tubuh Hanifah masih tergelepar tak berdaya di atas sajadah, nafas wanita cantik itu tak beraturan setelah mendapatkan orgasme. Kyai Salman mendekatinya, senyum pemuka agama itu merekah menatap wajah sayu Hanifah yang kelelahan.
"Bagaimana Mbak? Masih kuat? Ini masih permulaan loh." Ujar Kyai Salman sembari tersenyum bangga karena bisa membuat tubuh Hanifah kelejotan hanya menggunakan bibir dan lidahnya saja.
"Gila, saya nggak pernah kayak gini. Padahal belum dimasukin kontolnya Kyai." Balas Hanifah seraya mengatur nafasnya yang kembang kempis.
"Hehehehe, ini semua karena Allah Mbak, saya cuma perantara saja. Kita lanjutkan lagi ya, kurang sebentar lagi kok."
Hanifah seolah pasrah, kembali dia memposisikan tubuhnya terlentang dengan kedua paha mengangkang lebar, seperti bersiap menerima hujaman penis Kyai Salman yang sudah siap melakukan tugasnya.
“Saya masukin sekarang ya...” Kata Kyai Salman meminta ijin setelah berada di antara kedua pahanya. Penis gemuknya sudah mengeras sempurna dan siap menghunus lubang kenikmatan sang pasien.
"Iya Kyai...Masukin aja..."
Hanifah hanya mengangguk di tengah nafasnya yang masih naik-turun. Kyai Salman menggosokkan batang penisnya pada bibir vagina Hanifah yang sudah basah, pria bertubuh tambun itu merasakan sensasi kelembutan dan kehangatan di ujung batang kemaluannya. Penisnya menjadi semakin keras, urat-urat di sekujur batang semakin membengkak. Kyai Salman mulai menekan pinggulnya sehingga penisnya pun membelah bibir vagina milik Hanifah. Kyai Salman menatap wajah wanita cantik itu, Hanifah menggigit bibir ketika merasakan vaginanya mulai dimasuki penis.
"Bismillah...." Dengus Kyai Salman seraya mendorong tubuhnya ke bawah.
"Eeemmccchhhh....."
Dengan tambahan tekanan yang lebih keras, penis Kyai Salman akhirnya amblas juga diiringi desahan panjang Hanifah. Mereka berdua menahan nafas merasakan momen-momen alat kelamin bersatu. Kyai Salman mulai menciumi leher wanita itu. Dia merendahkan dadanya hingga menekan kedua buah payudara besar milik Hanifah. Kyai Salman sengaja melakukan hal itu karena ingin merasakan kekenyalan payudara Hanifah ketika menggeliat.
Tangan kiri Kyai Salman kembali bergerilnya meremas buah dada Hanifah, sedangkan tangan kanannya mengelus-elus paha luar wanita itu sambil melakukan gerakan tarik dorong di liang senggama. Sang Kyai bisa merasakan cairan lendir yang semakin banyak mengolesi batang kemaluannya.
Sambil menghembuskan nafas berat, Kyai Salman mendorong penisnya lebih dalam hingga ujungnya yang menyerupai helm menyentuh sesuatu. Pria tua itu menahan gerakan pinggulnya ketika melihat Hanifah meringis. Tubuh Kyai Salman bergetar merasakan sempitnya lubang vagina. Mulutnya kemudian memagut bibir Hanifah dan melumatnya dengan lahap. Kyai Salman tak ingin mendengar Hanifah menjerit keras ketika dia mendorong penisnya makin dalam. Kyai Salman memainkan kedua puting Hanifah yang makin mengeras dengan jempol dan jari telunjuk. Ketika merasakan Hanifah mendorong pinggulnya, dengan cepat dia langsung mendorong penisnya semakin dalam.
"Eeemmmcccccchhmm!!! Acchh enak banget ya Allah!!!!" Terdengar gumaman tertahan dari mulut Hanifah yang sedang berpagutan dengan bibir sang Kyai.
Hanifah hanya bisa bergumam ketika merasakan batang kemaluan Kyai Salman menghunjam ke dalam lubang vaginanya. Sang Kyai kembali membenamkan batang kemaluannya secara perlahan-lahan. Terdengar Hanifah mendesis beberapa kali sambil merangkul leher Kyai Salman erat-erat. Kedua belah kakinya yang jenjang dan mulus semakin erat membelit pinggang sang Kyai. Setelah menarik nafas panjang, dan tak sanggup lagi menahan kesabaran, Kyai salman menghentakkan pinggul dalam-dalam hingga pangkal pahanya bersentuhan dengan pangkal paha Hanifah.
"Aaauuwwhh! Allah! Allah!! Aaachh!"
Hanifah melenguh beberapa kali ketika merasakan seluruh batang kemaluan Kyai Salman terbenam di dalam vaginanya. Bahkan mungkin ia juga merasakan ujung kemaluan sang Kyai menyentuh mulut rahimnya. Sejenak Kyai Salman diam tak bergerak. Pria tua itu sengaja membiarkan batang kemaluannya menikmati sempitnya lubang vagina Hanifah. Matanya terpejam merasakan remasan lembut di batang kemaluan ketika vagina Hanifah berdenyut.
"Ouucchh...Kyai...Terusin...Jangan berhenti" Rintih Hanifah tak sabar kembali merasakan lesakan penis yang mengoyak seluruh isi rahimnya.
Hanifah merasakan pedih dan nikmat di sekujur tubuhnya. Sensasi yang membuat bulu roma di sekujur tubuhnya meremang, yang membuat ia terpaksa melengkungkan punggung. Dipeluknya erat-erat tubuh Kyai Salman ketika ia merasakan biji kemaluan pria tua itu memukul-mukul selangkangannya. Ia tak mampu bernafas ketika merasakan nikmat saat bibir dalam vaginanya tertarik bersama batang kemaluan sang Kyai. Kenikmatan birahi itu semakin menjalar dari vaginanya, nikmat yang membuat tubuhnya kelejotan ketika Kyai Salman kembali menghujamkan batang kemaluannya kuat-kuat. Hanifah menggigit bibirnya meresapi kenikmatan yang mengalir dari klitorisnya yang tergesek ketika Kyai Salman menggerakkan pinggulku naik turun.
Kenikmatan itu membuatnya terengah-engah karena nafasnya makin memburu. Kyai Salman juga melenguh setiap kali mendorong batang kemaluannya. Vagina Hanifah yang seret itu membuat telapak tangan kasar Kyai Salman harus meremas payudaranya dengan keras ketika dia menarik batang kemaluannya. Kyai Salman sudah tak kuat lagi membendung arus ejakulasi yang akan meledak sebentar lagi.
“Ouucchhhh! Mau keluar! Mau keluar!!” Desah Kyai Salman dengan nafas mendengus hebat.
PLOK!
PLOK!40037Please respect copyright.PENANAgaHP85uR07
PLOK!
Bunyi tumbukan tubuh mereka berdua semakin nyaring terdengar setiap kali Kyai Salman menghunjamkan batang kemaluannya. Bunyi tersebut semakin keras terdengar setiap kali Hanifah mengangkat pinggulnya untuk menyongsong penis yang menghunjam cepat dan keras. Kyai Salman masih mencoba bertahan, tapi semakin lama vagina yang menelan penisnya terasa meremas semakin kuat dan berdenyut-denyut seolah ingin menghisap, sang Kyai tak mampu lagi menahan gelombang orgasme yang menerpa dengan dahsyat.
"AAARGGHTTTTTTT!!!! ALLAHU AKBAR" Kyai Salman meraung hebat saat spermanya menerobos lubang kencing Hanifah.
Kyai Salman menghunjamkan pinggulnya keras-keras agar ujung penisnya tertanam sedalam-dalamnya ketika sperma memancar keluar. Tubuhnya menegang saat mencapai puncak kenikmatan itu. Pada saat yang bersamaan Hanifah pun mengalami orgasme untuk kedua kalinya, tubuhnya menggelinjang bak cacing kepanasan.
“Ouuuucchhh !! Saya juga keluaaaarrr...." Erang Hanifah ketika merasakan cairan hangat itu menembak mulut rahimnya.
Selama beberapa saat tubuh mereka berdua mengejang karena orgasme hingga akhirnya melemas kembali dalam posisi berpelukan. Mereka berbaring beristirahat berpelukan di atas sajadah dengan nafas masih saling memburu. Sisa-sisa sperma Kyai Salman meleleh keluar dari dalam vagina Hanifah.
"Insyaallah, santet itu sudah hilang Mbak." Ujar Kyai Salman beberapa saat kemudian.
"Terima kasih banyak Kyai..." Balas Hanifah dengan perasaan lega.
BERSAMBUNG
40037Please respect copyright.PENANA0lLFmhasND