QAILA POV
Akhirnya selesai juga, setelah hampir setengah jam telingaku tersiksa karena dipaksa mendengar suara desahan dan lenguhan mesum dari ruangan tempat Abiku biasa mengobati pasiennya. Kamarku berbatasan langsung dengan ruangan tersebut, hanya dipisahkan tembok rumah dimana tiap suara yang berasal dari sana bisa dengan sangat jelas terdengar. Ini bukan hal baru bagiku, sudah terjadi sejak pertama kali aku kembali pulang ke kampung dan tinggal bersama Abi serta Umiku.
Aku bukan anak kemarin sore yang polos dan lugu, suara desahan serta erangan para wanita yang datang untuk berobat pada Abiku tentu bukanlah suara orang yang sedang menerima pengobatan spiritual, melainkan adalah suara kepuasan seksual mereka karena ulah mesum Abiku. Awalnya tentu aku terkejut mendapati bahwa Abiku yang selama ini dicap banyak orang sebagai Kyai besar, seorang dengan kemampuan ilmu agama mumpuni, tokoh masyarakat yang banyak memberi ceramah di banyak tempat rupanya juga melakukan tindakan mesum dengan alasan ritual pengobatan. Tapi keterkejutanku makin bertambah kala Umiku secara terang benderang mendukung ulah mesum Abiku tersebut.
"Abi lebih tau apa yang dikerjakannya nduk. Lagipula semua itu dilakukan atas ridho Allah." Ujar Umi saat untuk pertama kalinya aku mengadukan tingkah bejat Abi terhadap para pasien wanitanya.
"Jadi Umi sudah tau?" Tanyaku tak bisa menyembunyikan ekspresi kekagetan. Umi hanya tersenyum sembari membelai kepalaku.
"Banyak hal yang sudah berubah semenjak kamu kuliah di kota nduk. Kamu harus mulai beradaptasi lagi. Satu yang pasti, niat Abimu tulus, dia hanya ingin menyembuhkan penyakit mereka yang membutuhkan."
"Ta-Tapi Abi melakukan perzinahan! Itu dosa besar Umi!" Pekikku masih tak percaya jika Umi malah mendukung perilaku cabul Abiku.
"Kamu salah nduk, Abi tidak melakukan perzinahan. Abi sedang mengobati mereka, asal kamu tau, awalnya Umi juga marah saat pertama kali mengetahui akan hal ini. Tapi setelah mendapat penjelasan dari Abi, Umi akhirnya mengerti jika semua ini dilakukan atas ridho Allah."
Hari itu duniaku bak terjungkir balik, runtuh begitu saja tanpa sisa. Kedua orang tuaku yang selama ini mendidikku dengan pedoman agama yang kuat nyata-nyata telah melakukan sebuah kesesatan, dan lebih gilanya lagi mereka melakukannya atas dasar kepercayaan jika segala dosa yang terjadi diridhoi oleh Allah. Aku bergeming, sama sekali tak punya daya untuk menentang atau bahkan memprotes segala pembenaran itu.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk menutup mata dan telinga atas segala dosa yang sering terjadi di dalam rumahku. Beruntung, Felix, kekasihku selalu menguatkanku untuk bertahan sebentar lagi sebelum dirinya datang ke rumahku untuk melamarku sebagai istrinya. Kami berpacaran sejak di tingkat akhir kuliah. Felix adalah kakak tingkatku, seorang pria beretnis Tionghoa dan beragama Katolik.
Perbedaan kami itulah yang membuatku selama ini tak pernah menceritakan sosok Felix pada kedua orang tuaku. Aku memilih untuk menyimpan hubungan spesialku dengan pria itu untuk diriku sendiri karena jika kedua orang tuaku tau bahwa aku menjalin hubungan dengan Felix yang berbeda etnis dan bahkan agama maka niscaya akan memancing kemarahan besar.
Felix berjanji setelah dirinya menjadi Mualaf, dia akan segera datang untuk melamarku. Maka, sebelum semua itu terjadi sebisa mungkin aku harus tetap bertahan di sini, meskipun hatiku serasa tercabik-cabik menyaksikan orang tuaku melakukan dosa besar di dalam rumahku sendiri.
TOK
TOK
TOK
Suara ketukan di pintu kamarku membuatku terkesiap dari lamunan. Suara berat Abiku memanggil dari luar, maka segera aku bangkit dari ranjang dan membukakan pintu.
"Ya Bi? Ada apa?" Tanyaku, Abi berdiri di depan pintu hanya mengenakan sarung tanpa baju. Sebuah pemandangan yang sering aku lihat sesaat setelah Abi mengobati pasien perempuannya.
"Coba telepon Umimu, suruh cepet pulang. Udah malem begini masih aja keluyuran." Gerutu Abi dengan wajah masamnya.
"Ba-Baik Bi." Abi berjalan kembali ke ruangannya.
Aku kembali ke dalam kamar dan mengambil ponsel, segera aku menghubungi nomor Umi. Sejenak nada dering terdengar beberapa kali sebelum kemudian suara seorang pria yang begitu aku kenal menjawab panggilan teleponku.
"Halo Qaila."
"Malik? Umi Mana??" Tanyaku panik karena yang menjawab telepon adalah Malik, bukan Umiku.
"Hehehe, Umi lagi sibuk. Ada apa ya?"
Aku bisa dengan jelas mendengarkan suara samar desahan serta lenguhan seorang wanita dan pria di balik suara Malik. Dadaku berdebar, pikiran buruk tentang apa yang terjadi pada Umi segera menyeruak memenuhi isi kepalaku.
"Jangan cengengesan kamu! Mana Umi?! Kasih teleponnya ke Umi sekarang juga!" Kataku dengan suara meninggi.
"Duh...galak bener sih kamu. Nanti cantiknya hilang loh kalo galak." Sahut Malik masih dengan cengengesan.
"Jangan kurang ajar kamu ya!" Ancamku makin tak sabar.
"Ya udah kalo nggak percaya Umi lagi sibuk, nih lihat sendiri."
Malik mengalihkan panggilan telepon ke panggilan video. Betapa terkejutnya aku saat Malik menunjukkan sebuah adegan yang membuatku tercengang. Bagaimana tidak, di layar ponselku saat ini aku bisa dengan sangat jelas bisa menyaksikan Umiku sedang bersetubuh bersama Juna dan satu laki-laki lain yang bisa aku pastikan itu adalah Mang Rojak, penjaga villa kami.
Astagfirullah Umi!!!
***
BEBERAPA JAM SEBELUMNYA
UMI HANNA POV
Luar biasa! Ini benar-benar luar biasa, wajahku sudah belepotan sperma Juna dan Malik. Untuk pertama kalinya dalam hidup akhirnya aku bisa merasakan sensasi threesome bersama dua pejantan muda. Juna dan Malik tak hanya perkasa di atas ranjang, tapi keduanya juga bisa memuaskanku.
"Gila! Umi sexy banget kalo belepotan peju kayak gini." Ujar Juna sambil meraih daguku, wajahku terasa hangat dan lengket karena semprotan spermanya dan Malik. Bahkan hijabku pun tak luput dari ceceran cairan kental putih itu.
"Nakal banget kalian, Umi ke kamar mandi dulu deh." Aku beranjak berdiri.
"Eh tolong liatin di depan ada Mang Rojak nggak? Umi udah kayak gini, malu kalo sampai ketauan." Kataku lagi. Tanpa banyak kata, Malik langsung bergegas membuka pintu kamar dan betapa terkejutnya kami saat pintu kamar terbuka, Mang Rojak sudah berdiri di sana dengan keadaan bugil dan penis mengeras.
"Lah? Ngapain Mang??" Pekik Malik, aku buru-buru menutupi tubuh bugilku dengan pakaian seadanya.
Mang Rojak tersenyum, menunjukkan barisan giginya yang di beberapa tempat berwarna kehitaman. Pria tua itu melangkah masuk dengan begitu santai tak menggubris kekagetan kami bertiga. Satu tangannya menggengam ponsel butut miliknya sendiri.
"Ayo, sekarang giliranku." Serunya saat sudah berada di dalam kamar. Matanya jalang menatap tubuhku yang tak tertutup sempurna. Aku panik, tapi entah kenapa berada dalam situasi seperti ini justru membuat birahiku kembali terpacu. Aku bahkan sudah membayangkan bagaimana rasanya jika penis hitam milik Mang Rojak menyesaki liang vaginaku.
"Eh! Jangan kurang ajar ya Mang!" Hardik Juna. Anak asuhku itu berusaha untuk merangsek maju, namun buru-buru aku cegah.
"Ssstt! Udah...Udah...Mang Rojak mau apa? Mau ngaduin kami ke Kyai Salman?" Tanyaku, berusaha untuk tak gegabah dalam mengambil sikap.
"Hehehehe, mana mungkin saya berani mengadukan ini ke Kyai Salman. Ya, meskipun saya punya semua bukti-buktinya." Mang Rojak mengangkat posnselnya, seolah memberi tanda jika percumbuan kami bertiga tadi sudah dia rekam semuanya.
"Saya cuma ingin ikut andil aja. Kapan lagi bisa ngrasain memek lonte berhijab. Hahahaha!"
"Hei! Jaga mulutmu tua bangka!" Hardik Malik tak terima mendengar hinaan Mang Rojak padaku. Tak seperti Malik yang emosi, aku malah suka mendengar hinaan seperti itu, membuatku makin bergairah.
"Apa Lu bocil?! Mau ribut sama Gue?! Hah?!" Balas Mang Rojak tak mau kalah.
"Sudah! Ngapain harus ribut sih kalian?!" Seruku memecah amarah mereka berdua.
"Oke, kalo itu maunya Mang Rojak. Ayo kita lakukan." Kataku lagi, yang langsung disambut pelototan mata Juna dan Malik.
"Umi yakin???" Tanya Malik tak percaya.
"Jangan Umi!" Sahut Juna.
"Udah minggir kalian! Sekarang giliranku!" Sergah Mang Rojak seraya melangkah maju mendekatiku.
Dengan kasar Mang Rojak menarik tanganku, mendekapku, sebelum kemudian bibirnya yang tebal dan beraroma tak sedap melumat bibirku. Aku hanya bisa memejamkan mata, sementara lidahnya yang panas dan basah mencoba menerobos masuk ke dalam mulutku. Dengus nafasnya terdengar menderu, sementara kedua tangan kasarnya merayapi bagian belakang tubuhku hingga akhirnyahinggap dan berhenti tepat di atas gundukan daging pantatku.
"Eeemmcchhhh!! Eeemmchhhh..." Aku melenguh saat tangan Mang Rojak meremasi pantatku sambil terus menciumi bibirku.
Juna dan Malik yang awalnya tak menyetujui permintaan Mang Rojak nyatanya kini hanya duduk di atas ranjang memandangi percumbuan panas ini sambil menahan konak. Aku bisa mengerti akan hal itu karena batang penis kedua anak asuhku itu lambat laun mulai kembali berdiri. Entah kenapa aku menyukai momen seperti ini, aku merasa jadi pusat perhatian para pejantan yang haus akan belaian.
Puas mencumbu bibirku Mang Rojak mengarahkanku menuju atas ranjang. Aku jatuh terlentang dengan kedua paha yang terbuka lebar. Bak singa buas yang kelaparan, Mang Rojak langsung menerkamku. Pria tua itu kali ini menyasar dua buah payudaraku yang berukuran besar, begitu rakus dia menciuminya, meremasinya dengan tangan, serta tak lupa dia menghisapi putingku secara bergantian hingga kembali mengeras. Aku melenguh manja, hingga tak sadar kedua tanganku memeluk lehernya, menekannya ke bawah agar bibirnya tak berhenti menghisapi payudaraku.
"Enak ya?" Goda Mang Rojak ditengah-tengah cumbuannya.
"Iya Mang enak banget digituin..." Balasku terengah-engah.
Kepala Mang Rojak bergerak turun, sesekali dia mengecupi kulit perut serta pinggangku, membuatku kegelian beberapa saat. Hidungnya mengendus aroma vaginaku, bulu kudukku meremang saat Mang Rojak mengehembuskan nafasnya tepat di dekat celah liang senggamaku. Sensasi dingin serta hangat bersatu padu, memberi efek kejut bagiku.
"Aaaachh!!!!"
Desahan panjangku terdengar parau seiring dengan gerakan lidah Mang Rojak yang mulai menjilati permukaan vaginaku. Basah dan hangat, gerakannya pelan, naik turun dan sesekali ujung lidahnya berusaha menyelinap masuk ke dalam. Pria tua ini rupanya begitu ahli, tubuhku melenting berkali-kali merespon jajahan lidah penjaga villa itu pada vaginaku.
Disaat konsentrasiku fokus pada kenikmatan yang diberikan oleh lidah Mang Rojak tiba-tiba di kanan kiri kepalaku sudah teracung penis kekar milik Juna dan Malik, tanpa pikir panjang aku langsung mengulumnya secara bergantian. Saat mulutku disesaki penis Juna, tangan kananku mengocok penis Malik. Begitu pula sebaliknya, bergantian aku mengoral penis keduanya sambil menikmati jilatan Mang Rojak di bagian bawah tubuhku.
Tubuhku kini dikerumuni oleh tiga pejantan sekaligus, gelegak birahi telah menguasaiku. Status sebagai istri dari seorang Kyai nyatanya tak membuat persetubuhan ini menjadi begitu tabu bagiku. Justru sebaliknya, aku sangat-sangat menikmatinya. Mang Rojak bersiap menghubuskan batang penisnya ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup akibat cairan liur pria itu. Sejenak aku tercengang karena mendapati ukuran penis Mang Rojak benar-benar besar dan panjang saat ereksi sempurna. Ukurannya bahkan jauh lebih besar dibanding milik Malik dan Juna sekalipun. Otakku belum benar-benar bisa membayangkan bagaimana rasanya penis sebesar itu menyesaki liang senggamaku saat tiba-tiba Mang Rojak langsung menghujamkan penisnya.
"Aaachhhh!!! Anjing!!" Teriakku karena memang batang penis Mang Rojak membuat seisi liang vaginaku terasa linu dan sedikit perih. Ini penis terbesar yang pernah aku rasakan.
"Lonte memang perlu dihukum!" Balas Mang Rojak menghinaku.
35823Please respect copyright.PENANAgkzAc6ivai
Juna dan Malik seperti tak mau terlihat inferior di hadapan Mang Rojak. Keduanya makin beringas memaksa mulutku menampung seluruh batang penis mereka secara bergantian. Suara derit kaki-kaki ranjang dengan permukaan lantai kamar terdengar berderit cukup kencang karena Mang Rojak menggenjot tubuhku dengan kecepatan tinggi. Suaraku parau seringkali tertutup penis Juna dan Malik, nafasku sesak, sesesak vaginaku yang disumpal penis jumbo Mang Rojak.
"Eeemchh!! Emmchh!!" Hanya itu yang terdengar dari mulutku, sungguh ini pengalaman seksualitas tergila yang pernah aku alami.
Peluh membasahi tubuh kami bertiga, udara di dalam kamar terasa menjadi semakin panas, sepanas perzinahan yang tengah terjadi. Mang Rojak menarik paksa penisnya, hanya dengan satu gerakan dia berhasil membalikkan tubuhku menjadi menungging membelakanginya.
"Cobain anal sex Mang, lebih peret dibanding memek Umi." Celetuk Juna saat menyaksikan Mang Rojak bersiap kembali menyetubuhiku.
"Jangan! Jangan Mang!" Aku berusaha memberontak, di dalam vaginaku saja rasanya begitu sakit apalagi jika penis jumbo Mang Rojak menyesaki anusku? Namun Juna memegangi tubuhku, memaksaku agar tak bergerak dan menerima hujaman penis Mang Rojak.
"AAARGHHTTT! AANJINGGGG!!!" Teriakku seperti orang kesetanan saat Mang Rojak menuruti petunjuk Juna. Penisnya melesak, memenuhi lubang anusku dari belakang.
"Hahahaha! Bener juga kata Lu, ini lebih sempit dibanding memeknya!" Ujar Mang Rojak saat mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur
35823Please respect copyright.PENANAmBbXiBWrSn
Rasa ngilu sekaligus perih menjalari anusku, teriakan kesakitanku nyatanya sama sekali tak membuat Mang Rojak mereda bahkan sebaliknya, dia makin bersemangat memperkosa lubang anusku. Juna terlihat begitu bersemangat melihatku disetubuhi secara brutal, anak asuhku itu lalu menarik kepalaku yang sedari tadi bergerak liar karena menahan rasa sakit mendekati selangkangannya. Untuk kesekian kalinya dia memintaku untuk mengulum batang penisnya yang berdiri tegak.
"Eeemcch!! Eeemcchh!!" Mulutku kembali tersumpal batang penis Juna.
Di belakang, sesekali Mang Rojak menampari pantatku cukup keras sambil terus menggerakkan pinggulnya maju mundur. Lubang anusku yang awalnya terasa begitu sakit lambat laun mulai bisa beradaptasi dengan ukuran penis penjaga vila itu. Tubuhku makin bergerak liar ketika jemari Mang Rojak bergerak menyusuri permukaan vaginaku, memainkan klitorisku sambil terus menghujamkan penisnya di dalam lubang anus. Aku ingin berteriak kencang namun tertahan oleh batang penis Juna yang menyesaki mulutku hingga aku kesulitan bernafas.
35823Please respect copyright.PENANASO6JkVQeZZ
Di tengah persetubuhan ini, sayup aku dengar suara ponselku berdering. Malik yang sedari tadi hanya menonton sambil mengocok batang penisnya beranjak dari ranjang dan tanpa ragu meraih ponselku. Aku tak bisa berbuat banyak karena tubuhku sedang dikuasai oleh dua pejantan yang tengah diracuni birahi. Betapa terkejutnya aku saat Malik mengangkat panggilan telepon itu dan berucap,
"Halo Qaila..."
BERSAMBUNG
35823Please respect copyright.PENANA8hx1KLsoCb