Malam sudah cukup larut saat beberapa bocah kecil berlarian keluar dari dalam Mushola setelah menyelesaikan tugas hapalan Quran mereka. Suara riuh jenaka dari bibir bocah-bocah yang tinggal di sekitar Mushola masih terdengar beberapa kali mengiringi langkah kecil mereka meninggalkan halaman tempat ibadah.
"Langsung pulang ya, jangan main lagi. Udah malem!" Seru Ustadzah Qaila dari dalam Mushola yang langsung disahuti oleh para bocah itu.
"Siaappp Ustadzah!!!" Sahut para bocah nyaris serempak.
Raut wajah cantik Ustadzah Qaila masih terpancar meskipun lelah mendera tubuhnya setelah menyelesaikan tugasnya sebagai guru mengaji bagi anak-anak kecil yang tinggal di kampungnya.
QAILA
Selesai wisuda beberapa bulan lalu, Qaila kembali pulang ke kampung setelah hampir 4 tahun lamanya mengenyam pendidikan di Universitas Negeri ternama di Ibu kota. Wanita berwajah ayu dengan lesung pipit serta gigi gingsul itu sebenarnya ingin melamar pekerjaan di kota namun Abinya, Kyai Salman, memintanya untuk kembali pulang.
"Wanita itu kodratnya ngurus anak dan suami, itu udah jadi ladang pahalamu. Mau setinggi apapun pendidikan atau jenjang karirmu tapi kalo melupakan kodrat sebagai seorang wanita hidupmu nggak akan berkah." Ujar Kyai Salman ketika meminta Qailah kembali pulang.
Awalnya tentu Qaila menolak permintaan Kyai Salman, perempuan berparas cantik itu masih ingin mengejar mimpinya menjadi seorang advokat, sebuah cita-cita yang sedari kecil begitu diidam-idamkan oleh Qaila. Namun penolakannya tak berarti apa-apa di hadapan Kyai Salman, apalagi Umi Hanna, ibu dari Qaila, juga ikut merayu agar Qaila mau kembali ke desa.
Maka setelah mengalami berbagai macam pergolakan batin, Qaila dengan berat hati mau menuruti permintaan kedua orang tuanya untuk kembali pulang dan mengubur mimpinya dalam-dalam. Disinilah dia sekarang, menjadi seorang guru ngaji bagi anak-anak kecil yang tinggal di sekitar Mushola milik keluarganya.
Kyai Salman sudah sejak dulu dikenal sebagai tokoh agama terkemuka. Pria berusia setengah abad lebih itu sering mengisi ceramah-ceramah keagamaan yang dihadiri banyak orang. Bahkan beberapa tahun silam Kyai Salman juga mendirikan sebuah kelompok kajian islam, santri-santrinya tak hanya datang dari lingkungan sekitar tapi juga ada yang berasal dari luar daerah.
Tak hanya dikenal sebagai ahli agama semata, Kyai Salman juga memiliki kelebihan lain. Pria paruh baya yang di kesehariannya sering mengenakan sarung dan peci putih itu juga memiliki kemampuan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik itu penyakit medis maupun non medis seperti santet dan guna-guna. Maka tak heran jika sehari-hari kediaman keluarga Kyai Salman sering dikunjungi orang untuk meminta pertolongan.
Qaila berjalan pelan menyusuri jalan setapak menuju halaman rumahnya yang berada tak jauh dari Mushola. Di halaman terparkir dua motor matic, dua orang pria berusia sekitar 30 tahunan nampak duduk di teras rumah sambil menikmati rokok. Keduanya langsung menganggukkan kepala saat melihat kehadiran Qaila, putri semata wayang Kyai Salman itu membalas ramah anggukan kepala dua pria yang tak lain adalah pasien Abinya.
"Gila! Ternyata bener kata orang, puteri Kyai Salman nggak cuma cantik tapi juga nafsuin!" Celetuk salah seorang pria sembari menyaksikan punggung Qaila menjauh masuk ke dalam rumah.
"Hush! Jaga mulutmu!" Hardik temannya seraya mengeplak pelan kepala pria tadi.
"Hehehehe! Nggak kedengeran bro! Santai! Duh, tu pantatnya bisa bulet gitu yak!" Seloroh si pria mesum masih sambil memandangi lekuk tubuh Qaila dari belakang.
"Lu kalo dibilangin nggak bisa ya? Nggak takut sama Kyai Salman ya?"
"Alah brooo, Lu kenapa jadi penakut gitu sih? Lagian Gue juga nggak ngapa-ngapain tu cewek, cuma ngliat doang!" Protes si pria mesum, asap tebal mengepul dari dalam mulutnya seiring menghilangnya sosok Qaila di balik pintu kamar.
"Bukan takut, tapi pamalih. Istri Lu di dalem lagi diobatin sama Kyai Salman, sementara Lu di sini malah ngomongin anaknya."
"Hehehehe, becanda Bro! tapi kok lama banget ya bro? Udah satu jam lebih tapi mereka nggak keluar-keluar. Duh, jangan-jangan istri Gue diapa-apain."
"Astagfirullah bro...Lu kenapa sih? Otak Lu isinya mesummulu? Mana mungkin Kyai Salman macem-macem sama istri Lu? Udah gila Lu!"
"Yaelah bro, namanya cowok sama cewek berduan di kamar kan bisa aja kejadian. Lagian Kyai Salman kan masih normal bro, pasti adalah pikiran-pikiran kotor dikit."
"Terus kenapa tadi Lu ngijinin istri Lu diobatin kalo sekarang pikiran Lu kayak gini?"
"Tau ah bro, kalo bukan karena omongan mertuaku nggak mungkin Gue mau datang ke sini juga."
"Ah, terserah Lu aja deh bro."
***
Sementara itu di sebuah kamar di bagian ujung ruangan, seorang wanita muda berusia 24 tahun tidur terlentang dengan mata terpejam. Kyai Salman duduk di samping ranjang sambil mulutnya berkomat-kamit membacakan doa. Wanita muda itu adalah Hanifah, istri dari si pria mesum yang tadi memandangi tubuh Qaila dengan penuh nafsu.
Hanifah dan suaminya datang ke rumah Kyai Salman untuk berobat, wanita dengan kulit putih dan wajah semi oriental itu mengeluhkan sakit di bagian perut selama berminggu-minggu. Hanifah sudah sempat mendatangi rumah sakit untuk berobat namun sakit di perutnya tak kunjung hilang bahkan semakin menjadi. Atas saran Ibunya, dia akhirnya mendatangi rumah Kyai Salman untuk mencari pengobatan non medis.
"Silahkan bangun dulu Mbak." Perintah Kyai Salman beberapa saat kemudian. Hanifah yang mengenakan celana jins dan kemeja panjang warna putih serta hijab hitam yang membalut kepalanya langsung bangun dan membuka mata.
"Minum ini dulu." Kyai Salman menyodorkan segelas air putih pada Hanifah yang langsung meneguknya secara perlahan.
"Sekarang gimana perutnya? Masih sakit?" Tanya Kyai Salman. Hanifah menekan-nekan sendiri beberapa bagian perutnya menggunakan ujung jari, sesaat wanita cantik itu sempat meringis menahan sakit.
"Di bagian sini masih terasa ngilu, tapi ini udah agak mendingan Kyai daripada tadi." Ujar Hanifah sambil menunjukkan bagian bawah perutnya yang berbatasan langsung dengan area selangkangan.
"Saya sudah menduganya. Di bagian ini ya?" Jemari Kyai Salman ikut menekan perut bagian bawah Hanifah dengan tangannya, sontak hal itu membuat sang pasien kembali meringis menahan sakit.
"Aaauuwww! Sakit Kyai..."
"Hmm...Ini ada yang buat sepertinya Mbak." Ujar Kyai Salman. Pria berusia setengah abad lebih itu sedikit menggeser posisi duduknya di tepi ranjang.
"Dibuat gimana maksudnya Kyai?" Raut kekhawatiran seketika menyeruak di wajah Hanifah.
"Ada yang nggak suka dengan Mbak Hanifah, dia ngirim sesuatu yang buruk ke tubuh sampeyan." Ucap Kyai Salman dengan mimik wajah serius.
"Hah??? Maksud Kyai, saya disantet?"
"Ya, semacam itu. Tapi tenang, dengan ijin Allah, semua penyakit pasti bisa disembuhkan." Kyai Salman berdiri dari tepi ranjang kemudian melangkah pelan menuju pintu kamar sebelum kemudian menguncinya dari dalam.
"Terus apa yang harus saya lakukan Kyai biar santetnya hilang?" Tanya Hanifah masih dengan ekspresi panik dan bingung.
"Saya menduga santet ini dikirim lewat suami Mbak Hanifah." Kyai Salman kembali mendekati sisi ranjang kemudian duduk di samping sang pasien.
"Lewat suami saya? Maksud Kyai, yang nyantet saya Mas Danang?"
"Bukan suami Mbak Hanifah yang nyantet, tapi santet ini dikirim melalui Mas Danang. Bisa jadi, orang jahat ini mengenal dekat suami Mbak." Hanifah menyimak setiap perkataan Kyai Salman dengan sangat serius.
"Saya berkeyakinan kalo santet ini dikirim melalui hubungan badan kalian." Cetus Kyai Salman tanpa keraguan.
"Mak-Maksud Kyai...?"
"Iya, jadi santet ini masuk lewat sperma Mas Danang yang disemprotkan ke rahim Mbak Hanifah. Maaf sebelumnya, kapan terakhir kali kalian berhubungan badan?" Hanifah terlihat ragu untuk menjawab pertanyaan Kyai Salman, bagaimanapun dia merasa tak nyaman membicarakan privasi rumah tangganya dengan orang yang baru dikenalnya itu.
"Ini penting saya ketahui untuk menentukan langkah pengobatannya Mbak." Lanjut Kyai Salman seolah tau apa yang sedang berkecamuk di dalam pikiran Hanifah.
"Du-Dua hari yang lalu Kyai..." Ujar Hanifah dengan gugup. Kyai Salman mengangguk-anggukkan kepalanya, sembari memainkan ujung bulu jenggotnya yang lebat menggunakan jemari tangannya, seolah sudah mengetahui solusi atas penyakit yang sedang diderita oleh sang pasien.
"Santet ini bisa hilang hanya dengan satu cara Mbak. Tapi ini cukup berat untuk dilakukan."
"Apa itu Kyai? Apapun akan saya lakukan asal santet yang ada di dalam tubuh saya bisa hilang." Ucap Hanifah antusias.
"Karena santet ini masuk lewat rahim Mbak Hanifah, maka satu-satunya cara adalah mengeluarkan perihal jahat itu juga lewat sana." Hanifah mengrenyitkan dahi setelah mendengar penjelasan dari Kyai Salman barusan.
"Mak-Maksudnya?"
"Saya bisa mengeluarkan santet itu lewat proses hubungan badan juga." Ujar Kyai Salman dengan santai. Sontak Hanifah terkejut mendengar hal itu.
"Hah? Maksud Kyai..Ki-Kita harus begituan...? Saya dan Kyai???" Ujar Hanifah dengan raut wajah tak percaya.
"Iya, hanya itu satu-satunya cara. Tapi, ini juga terserah Mbak Hanifah. Kalo sampeyan nggak mau ya nggak apa-apa. Saya cuma menolong saja niatnya, nggak ada maksud lain."
Hanifah terdiam, sejenak wanita bertubuh sintal itu sedikit beringsut menjauhi tubuh Kyai Salman yang sedari tadi duduk di sisi ranjang. Perasaannya berkecamuk, di satu sisi tentu dia tak ingin melakukan persetubuhan dengan pria lain selain suaminya sendiri apalagi pria itu adalah seseorang yang usianya jauh lebih tua darinya. Tapi, di sisi lain, ancaman santet yang dikemukakan oleh Kyai Salman lambat laun berubah menjadi momok menakutkan. Hanifah berada di sebuah persimpangan, dia harus segera memilih untuk menuntaskan permasalahan ini.
"Apa tidak ada cara lain Kyai...?" Tanya Hanifah, bibirnya bergetar. Kyai Salman tersenyum seraya menggelengkan kepalanya yang sudah beruban.
"Tidak ada Mbak, cuma ini satu-satunya cara." Hanifah menghela nafas panjang, dia tak memiliki pilihan lain selain menuruti petunjuk Kyai Salman.
"Baiklah kalo begitu, saya mau melakukannya. Tapi jangan sampai suami saya tau."
"Oh tentu saja, saya tidak akan mengatakan pada siapapun. Apa yang terjadi di kamar ini hanya kita dan Allah saja yang tau." Ujar Kyai Salman meyakinkan.
*BERSAMBUNG*
50819Please respect copyright.PENANA90qDSdVStE
50819Please respect copyright.PENANASbEybweD2y