“Ran, ini masih pagi lho, kita perginya jam 10an kan?”426Please respect copyright.PENANASWo0oAI7Ve
Tanya Matthea pada Randu, yang saat ini sudah duduk santai di ruang tamunya. Matthea melihat jam di dinding, jam 8 pagi. Ia meminum segelas air putih yang diambilnya di dapur sebelum menemui Randu. Sementara, Randu mengusap banyak peluh didahinya dengan tissue yang tersedia di meja.
“Iya, jam 10 kok. Aku kesini tadi mau nemenin Opa kamu.”
“Opa? Kamu nemenin Opa main bulutangkis barusan?”426Please respect copyright.PENANAA2yQ4jKryR
“Iya, nemenin. Seru banget tadi mainnya The, sampai bajuku basah gini.”
“Ya ampun, Opa pasti telfon kamu pagi-pagi banget ya? Duh, maaf banget ya… Kamu pasti capek banget deh, semalem kan kamu nemenin aku ke Bogor, nemuin client.”426Please respect copyright.PENANABDDU314CsI
“Gapapa Matthea, santai aja. Oh iya, Jardine mana?”426Please respect copyright.PENANAPrDijGasWV
“Jardine? Kenapa? Dia minta sesuatu sama kamu ya?”426Please respect copyright.PENANAuZmDJ1MMsZ
“Ngga kok, ngga minta apa-apa. Jardine cuma minta tolong diajarin Matematika.” 426Please respect copyright.PENANAaNNqYN45po
Matthea menatap serius pria disampingnya ini. Rambutnya yang gondrong dan basah dengan sedikit bagian belakang rambutnya yang dicepol keatas, wajahnya yang memerah bak kepiting rebus, dan senyum yang masih mampu terukir diwajah itu. Gimana bisa Matthea selama ini melewatkan Randu yang selalu mencintai keluarganya, tak pernah hanya mencintai dirinya sendiri? Matthea langsung memeluk Randu, ia berlalu meninggalkan Randu dengan wajah bingung penuh tanya.
“The, kamu kenapa? Kamu ngga nangis kan di kamar?”426Please respect copyright.PENANAwmnwFbisOz
“Ngga kok, aku gapapa, Ran.”426Please respect copyright.PENANAUqmAdBIbRQ
“Terus, tadi kok ninggalin aku? Kamu tiba-tiba peluk aku, does someone hurt you again? Or does it me?”426Please respect copyright.PENANAmiy2tcTKSr
“Sumpah, Ran, ngga. Bukan itu. Kamu terlalu sayang malah sama aku, bukan terlalu baik. You never hurt me, sekecil apapun itu ngga. Malah… aku ngerasa banyak ngerepotin kamu. Aku ngga enak banget lho sama Mami kamu, Ran. Apalagi, kalo beliau lihat kamu pulang dari sini tuh basah kuyup gini.”
“Thea, mulai deh… Mami tahu kok aku mau kesini. Aku juga bawa baju salin di mobil, aku am…”426Please respect copyright.PENANA826vnPv36I
“Kamu duduk disitu, aku ambil buat kamu.”426Please respect copyright.PENANARge88d6mdn
Matthea berlari secepat kilat menuju bagasi mobil Randu. Ia terus menghapus air mata yang turun dipipinya, ngga pernah menyangka ada sosok Pangeran yang nyata hadir dalam hidupnya mau melakukan apapun tanpa diminta olehnya. Matthea terus merasa bersalah, karena ada sosok Ksatria yang juga hadir, dan membuat semuanya ini terasa sulit baginya. 426Please respect copyright.PENANAAzki7u8NCH
“Makasih banyak ya The, udah ngambilin kausnya. Aku sekarang ganti baju dulu, setelah itu aku langsung ke taman buat ngajarin Jardine. Kamu mau ikut ngga?”426Please respect copyright.PENANA1s0mZF1FI4
“Ngga deh, Ran. Kamu tahu kan aku punya pengalaman buruk sama Matematika?”
“Hehehe… iya, buku paket Matematika kamu diumpetin kan dari SMP sama teman sebangku kamu? Selama 1 semester lagi.”
“Nah, iya itu. Gara-gara itu, aku jadi ngga lancar belajar Matematika nya, ya kebawa deh sampe SMA. Untung aja aku kebantu karena les. Aku ngga ngerti kalo belajar sendiri, takut dibuat salah juga kalo diajarin teman.”
“Yaudah, kalo gitu, aku ke toilet dulu ya. Nanti kalo kamu mau nyusul, gapapa. It’s gonna be more fun when you’re around us.”
Randu pergi meninggalkan Matthea. Ia terduduk di ruang tamu. Gadis mungil itu masih terpaku dengan perasaan yang tak menentu. Dalam kurun waktu 2 jam, ia dan Randu akan pergi ke Bandung, bersama dengan Thomas dan Kara. Tentu dengan ikutnya seseorang yang sukses membuatnya resah setengah mati, Georgette. Matthea menyalakan TV, tiba-tiba saja lagu Cintakan Membawamu Kembali – Reza Artamevia mengalun sendu dari sebuah trailer film berjudul Generasi 90an Melankolia. Lagu itu… membawanya kembali pada kenangan singkat antara ia dan Georgette di Paskal 23 saat free-time dalam rangkaian jadwal perpisahan SMA dan kunjungan persiapan kuliah ke seluruh kampus di Bandung dulu.
***
Jam di kamar mezzanine nya menunjukkan pukul 9.30 WIB. Pikir Matthea, masih ada waktu 30 menit baginya untuk mengeringkan rambut panjang berlayernya dan dikuncir kuda dengan anak-anak rambut disisi kanan-kirinya yang dibiarkan jatuh tak terikat. Ia menatap dirinya dikaca, bagaimana cara mix&match pakaian yang pas. Selama ini, ia hanya memakai pakaian sekenanya atau senyamannya saja, tanpa memedulikan opini orang lain. Namun, kali ini ia merasa perlu memperhatikan caranya berpakaian, agar ngga bikin Randu malu di depan para donatur yang datang ke Rumah Belajar Nusantara cabang Bandung sore ini.
Akhirnya, pilihannya jatuh pada sebuah plain blouse warna mint ber-lengan panjang dengan aksen ruffle yang menumpuk pada bagian dada. Lalu, Matthea menyelaraskannya dengan rok tutu berwarna mustard. Tak lupa, ia memakai sneakers broken white kesayangannya. 426Please respect copyright.PENANAxvnmIp8yvN
***
“Ran, ini kita mau kemana sih?”
“Menurut kamu, kita bakal kemana, The?”426Please respect copyright.PENANAcY5GiAZfcX
Matthea melirik jalanan diluar kaca mobil. Ia menatap kembali Randu disampingnya, Randu yang tersenyum sembari sesekali menutup bibirnya dengan tangan kirinya. Lalu, ia mengacak-acak rambut Matthea.
“Hahaha, bingung ya? Tenang aja, The. We’ll gonna go somewhere.”
“Huh? Somewhere? Kita jadi ke Bandung kan?”
“Nope. Kita pergi ke suatu tempat. Aku jamin deh, kamu pasti belum pernah kesini.”
“Randu, kita mau pergi ke tempat yang deket-deket ya?”
“Iya, masih kisaran Cinere kok, ya... agak nyerempet Andara sedikit, hehehe... gapapa kan?”
“Ya... gapapa, cuma ini kita mau kemana sih?”
“Hmm, ke tempat impian kamu.”426Please respect copyright.PENANA5D0cRUspE9
Gadis cantik itu mengerutkan keningnya. Lalu, menyematkan airpod pada kedua telinganya. Ia tak menyangka, pria disampingnya itu bahkan masih ingat tempat yang ingin dikunjunginya. In fact, saat ini ia sendiri menduga-duga, kemana mobil ini akan berhenti. Dalam hati, Matthea bergumam akan daftar tempat bahkan kota atau negara yang masuk dalam wishlist nya. Seketika, matanya tertuju pada sebuah lukisan bertema Santorini yang dijajakan penjual dipinggir galeri. Tiba-tiba, ia mengingat space kosong dalam dinding kamar mezzanine nya.
“Ran, stop... stop!!”
“Eh? Iya... iya, okay, bentar ya.”
Randu melipirkan mobilnya disebelah kanan jalan. Tak lama mobil berhenti, Matthea bergegas membuka pintunya. Ia turun, berlari kearah penjual lukisan itu. Sebelum sampai, ia merogoh sesuatu ditasnya. Dibelakangnya, Randu berusaha mengejar Matthea. “The, tunggu! Matthea, jangan lari, nanti kamu jatuh, lho”, pria bertubuh tegap itu terus mengejar Matthea. Wanita itu sepertinya lupa melepas airpod, ia tidak menghiraukan panggilan Randu sama sekali. BUGH! 426Please respect copyright.PENANALvKFKwXbT2
“THEA!”, Randu menambah kecepatan gerak langkahnya, ia berlari menerobos kendaraan yang bergumul.
“Matthea... The, kamu kenapa? Sadar, The... sadar, aku disini...”, Randu merengkuh bahu Matthea, berusaha menyadarkan gadis mungil dipelukannya.
“Ya ampun, ini lutut kamu berdarah?! The, bangun The, kita ke rumah sakit ya...”, ia masih berusaha mencari pertolongan darurat yang dapat diperbantukan disekitarnya.426Please respect copyright.PENANAFCk56QWsWY
Mata bulat hijau kebiruan itu perlahan terbuka, tangannya menyentuh rambut pompadour mliki Randu, dan meringis kesakitan berusaha bangkit.426Please respect copyright.PENANA6YUtDZklko
“Ran, sakit...”
“The, sakit banget ya? Kita ke rumah sakit aja gimana?”
“Ngga kok, ini sakitnya masih bisa aku tahan.”426Please respect copyright.PENANAKKBdJelZqV
Randu terus menerus menatap Matthea dihadapannya. Ia memijit keningnya, sekali lagi melirik sekelilingnya untuk meminta pertolongan. Namun, sepertinya akan susah bagi orang untuk berhenti dipinggir trotoar jalan raya begini. Berkali-kali, Randu membujuk Matthea ke rumah sakit. Namun, ia enggan mengiyakan. Hingga, seorang bapak paruh baya berjalan menghampirinya.426Please respect copyright.PENANA30HswngI3c
“Nak, ini kenapa mbanya? Itu lutut istrinya luka lho, mas.”
“Hhh... bu... buk...”
“Mas, ini saya ada air, monggo dibersihkan dulu luka disekitar lututnya. Saya juga bawa P3K darurat, biasa bawaan dari klinik. Diobatin dulu nggeh, mas.”426Please respect copyright.PENANAHrwQzYC8Ok
Tanpa pikir panjang, Randu mengobati luka dilutut Matthea. Ia berterimakasih dan sangat hati-hati sekali melakukannya. Ia mengecek juga pakaian Matthea, apakah ada sisi-sisinya yang sobek atau tidak. Usai dipastikan terobati, Randu mengembalikan P3K tersebut kepada sang Bapak. Berdua mereka membantu Matthea berdiri, ketempat duduk yang tak jauh dari lokasi lukisan yang Matthea lihat tadi. Bapak tersebut berpamitan, kemudian fokus Randu kembali pada Matthea.426Please respect copyright.PENANAgKNIL0g3lC
“The, kamu sebenernya mau mampir kemana tadi?”
“Aku...”
“The, tolong banget, lain kali jangan kayak begini lagi.”
“Iya Ran, maaf banget aku impulsif tadi... aku tadi lihat itu.”426Please respect copyright.PENANA0A1BJZV433
Pandangan mata biru muda Randu mengekori arah telunjuk Matthea. Matthea menunjuk seorang pelukis yang berjarak beberapa meter saja dari titik Randu berdiri. Pria beralis tebal itu menghembuskan nafas dalam-dalam, meletakkan kedua tangannya disisi pinggang kanan dan kirinya.426Please respect copyright.PENANAL3XJcJYaoi
“The, kamu mau itu?”
“Iya, Ran. Buat aku tempel di kamar, dindingku masih ada yang kosong. Kamu tahu kan aku suka lukisan, walaupun aku ngga bisa melukis?”
“Iya, tapi kan ngga perlu lari-lari kayak tadi, The. Kamu bisa minta tolong aku buat turun dan beliin lukisan itu buat kamu.”
“I can do that, tapi aku tahu kamu capek Randu, kamu habis nemenin Opaku olahraga tadi.”
“Yaudah, kamu tunggu sini aja gimana? Biar aku yang nyamperin Bapak Pelukis itu ya, okay?”
“Please, aku ikut... boleh ya?”426Please respect copyright.PENANAUjSzh2NH4d
Tak ada pilihan lain, Randu kembali memapah Matthea berjalan bersamanya. Ketika bertemu pelukis itu, Matthea sangat bersemangat sekali. Tanpa pikir panjang, ia membeli lukisan kota Santorini itu. Disisinya, tanpa ia sadari, Randu tersenyum kecil.
ns 18.68.41.141da2