Entah ada angin apa, tumben sekali gue diberi tugas oleh kang Demas untuk dinas mewakili beliau ke Jabodetabek. Biasanya, gue ‘disuruh pergi’ sejauh-jauhnya, melanglang buana, bahkan sampai ke Papua. Tapi, biasanya sih gue pergi ngeaudit untuk waktu yang lama. Mungkin, karena gue masih bujangan ya? Jadi, ngga ada tuh istilah bakal ditelepon istri ditanyain kapan pulang, lagi meeting sama siapa, kok pulangnya lama, bahkan ancaman kalau masih pulang malam akan tidur diluar dikunciin istri. Ih! Seram banget ya? Semoga, kelak gue jadi suami nanti, Saoirse ngga akan seperti itu.
Sesampainya gue di kawasan lokasi berdasarkan kiriman shareloc kang Demas melalui Whatsapp, rasa-rasanya gue seperti mengenal daerah ini. Tapi, apa ya? Rasanya seperti lama sekali terakhir kali kesini. Gue coba menyetir mobil ini pelan-pelan, mungkin ada beberapa titik yang membuat gue ingat. Bolak-balik gue menoleh ke arah kanan dan kiri serta HP di tangan gue. Tertulis bahwa 100 meter lagi gue akan sampai dititik tujuannya. Ketika gue ingin meletakkan HP di jok sebelah kiri, HP gue berdering.
“Halo, Er… iya, ada apaan nih telfon gue siang-siang?”
“Tumben amat lo halus gini ngomongnya, lagi dimana lo?!”
“Ngegas mulu Er, santai dikit kenapa… dikejar bajaj lo?”
“Ngigo lo, Nyet? Ya kali di PVJ ada bajaj, lo kira Jakarta?”
“Ya habisnya, gue barusan lewat Jakarta nih tadi. Lo ngapain di PVJ? Cari penggantinya Rano ya?”
“Apaan sih lo?! Gue bogem nih ya? Sembarangan banget sih kalo ngomong!”
“Heran gue, punya sepupu kok galak banget, kayak algojo jaman baheula. Ngga mau sidejob jadi bodyguard aja lo, Er?”
“Sialan lo! Buruan ah, lagi dimana nih? Tolong jemput gue dong di PVJ, berat nih belanjaan gue.”
“Buset, ngga ada habis-habisnya tuh doku lo. Kan gue udah bilang tadi, gue baru aja ngelewatin Jakarta.”
“Ya terus?!”
“Gue lagi diluar Bandung, Erica. Lagi di Depok nih gue, ada kerjaan ngewakilin boss gue.”
“Yah! Serius lo? Ah elah, terus gue minta tolong siapa nih?”
“EGP… emang gue pikirin?!”
“Tega lo! Gue telfon Saoirse aja deh kalo git…”
“Jangan! Awas aja lo ya, Saoirse disuruh bawa belanjaan lo. Lo tahu kan cewek gue ngga suka belanja?”
“Yaudah, gue balik dulu ya, mumpung ada taksi kosong nih. Bye, Ray!”
Bersamaan dengan ditutupnya sambungan telepon, mobil gue tepat berhenti di lokasi tujuan. Sebuah café bernuansa homey dengan terdapat teras nan luas disisi kanannya, serta sebuah panggung untuk jamming bagi pengisi acara, seperti home-band. Tempatnya terkesan teduh, dengan suara air yang mengalir begitu jelas dalam sebuah kolam kecil dengan sebuah jembatan mini terbangun diatasnya. Gue memarkir mobil diseberang café tersebut, kemudian mengeluarkan beberapa perlengkapan yang sekiranya gue butuhkan, sekaligus titipan kang Demas.
Ketika memasuki café bernama Kafija ini, disisi kanannya terdapat sebuah ruangan temaram yang berisikan bar dan beberapa meja serta sofa bersantai. Kalau gue amati, memang area outdoor nya lebih dioptimalkan, banyak kursi-kursi dan aksesoris yang dipasang bergaya vintage, serta beberapa tanaman yang menghiasi diberbagai sisinya.
Uniknya, diujung kiri samping panggung, terdapat meja tennis yang bisa dipakai oleh siapapun, seperti saat ini dipakai oleh 2 customers. Lelah berkeliling, gue memilih sebuah sofa diteras dekat kolam ikan dan jembatan, tepat didekat pintu masuk. Gue letakkan seluruh barang-barang gue disana, kemudian berjalan masuk kedalam bar.
“Sore, mas. Mau pesan apa?”
Seorang barista berpenampilan casual bernama Andi menyapa gue. Ia memberikan gue secarik kertas yang sudah dilaminating bertuliskan “menu”. Menunya ngga terlalu banyak, tapi gue menemukan apa yang selalu gue cari setiap datang ke tempat makan atau minum.
“Caffee Latte nya 1 ya. Oh iya, btw sore juga mas, hmm… sorry nih mau tanya, ada ruang sholat nya ngga ya disini? Tadi buru-buru soalnya dari Bandung kesini, pas nyampe udah mau mepet maghrib gini, mas Andi.”
Gue baru sadar bahwa hari sudah menjelang petang. Awan-awan diluar mulai berganti birunya menjadi senja. Sembari menunggu jawaban mas Andi, gue curi-curi pandang mencari ruangan berlogokan masjid/musholla dipintunya.
“Oh, mas nya mau shalat? Yaudah, bareng saya aja. Saya juga mau sholat nih, baru sempat sekarang gara-gara customers ada terus. Tapi, baristanya masih sedikit, masih ngerangkap runner.”
Gue menganggukkan kepala seraya tersenyum maklum. Gimana gue ngga maklum, dibelakang gue saja sudah ada 4 orang yang datang mengantri. Beberapa runner terlihat bolak-balik keluar masuk kitchen mengantar pesanan ke meja-meja customers. Kalau gue hitung, kurang lebih ada sekitar 5 orang yang bekerja disini.
“Sorry, mas. Kafija baru ya?”, tanya gue to the point.
“Iya, baru 3 mingguan lah, mas. Ngga nyangka juga nih saya, mas nya datang jauh-jauh dari Bandung kesini”, jawab mas Andi sembari membuatkan pesanan Americano milik customer 2 nomor diatas gue.
“Pantesan… tapi keren lho, walaupun cuma berlima, tetap ke handle semua. Dari pagi ya mas Andi, kayak gini?”, tanya gue lagi dengan ke-sok tahuan gue.
“Oh ngga mas, Kafija bukanya dari jam 4 sore”, jawabnya santai sembari memberikan Americano tersebut ke runner.
Gue sedikit tersedak mendengar jawabnya. Gokil sih, jam 4 sore baru buka, dan jam 5an gini hampir semua kursi baik di outdoor dan indoor hampir keisi penuh. Usai segelas air mineral dingin yang diberikan secara gratis gue habiskan, mas Andi mengantar gue ke ruangan sholat dan tempat wudhunya. Sesampainya di tempat wudhu, seseorang memanggil mas Andi ke teras.
“Aduh mas, ini gimana ya, saya dipanggil sebentar eh ke depan. Mas nya gapapa ini saya tinggal?”
“Eh iya mas, gapapa. Saya ditinggal aja, paling bentar lagi orang yang didalem keluar.”
“Mohon maaf ya mas, memang bergantian nih tempat wudhunya soalnya. Tapi, ruangan sholatnya luas kok, mas. Tenang aja. Kalo gitu, saya tinggal dulu ya mas, permisi.”
Saat mas Andi berlalu menuju teras, perlahan-lahan pintu tempat wudhu mulai terbuka. Gue menggulung kemeja lengan panjang gue sampai siku, bersiap-siap untuk wudhu selanjutnya.
“Lho, Ray… lo ngapain disini?”
Tanya seseorang dari balik pintu yang sukses membuat gue terkejut. I never see him for a long time. Apa mungkin dia client nya kang Demas ya? Tapi, kenapa harus sejauh ini tempat meeting nya?
ns 15.158.61.12da2