Setiap kali lewat Jalan Naripan, gue teringat sepotong memori lainnya dengan Saoirse. Masa-masa awal pertemuan kita yang menurut gue cute banget. Dua orang yang hanya saling tahu dan ngga mengenal satu sama lainnya, namun nyatanya dijodohkan oleh keluarga. Okay, jadi… perjodohan ini hampir memasuki tahun ketiga gue dan Saoirse bersama. Selama bertahun-tahun itu pula, ada beberapa hal yang mampu membuat gue dan Saoirse lebih dekat dari sebelumnya. Selain itu, gue bisa lebih mengenal dia… seperti kebiasaannya, karakternya, dan apa yang dia suka. Salah satunya, dia suka sekali makan bakmie.
“Welcome to Mie Naripan, Sha! Selama kamu di Bandung, udah pernah kesini?”
“Belum, this is my first time. Tapi, aku sempat dengar sih, ngga sengaja dengar pas mba Tresha lagi telfonan sama temannya untuk janjian makan disini.”
“Tempat ini tuh legend banget, mie yamien nya juga famous. Banyak orang-orang dari luar Bandung suka jadiin restoran ini sebagai salah satu destinasi wisata kuliner. Pantes aja sih, kalo temannya kakak ipar kamu itu ngajak makan disini. Keluargaku juga suka makan disini. Makanya, setiap kita lagi liburan keluarga ke Bandung, pasti wajib banget datang kesini. Tapi, ngga nyangka juga, sebentar lagi aku pindah tugas ke Bandung. Jadi bisa kesini setiap hari deh kayaknya.”
“Hmm, berarti kamu sering banget dong kesini?”
“Iya, sering kok.”
“Eh, kalo gitu… kita balik ke hotel aja, gimana?”
“Kok balik? Kamu pulang ke Jakarta nya ngga besok kan?”
“Ngga sih. Cuma… ya… walaupun aku baru pertama kali kesini, kamu nya kan udah sering, aku takut kamu bosen kesini terus. Siapatahu, kamu baru aja kesini.”
“Ya ngga lah, Sha. Aku malah bersyukur banget, hari ini bisa kesini lagi.”
“Emang kemarin-kemarin kamu ngga bahagia gitu kesini sama keluarga kamu?”
“Kalo itu mah beda cerita, Sha. Aku bahagia kok, tapi kebahagiaan itu kayaknya udah lengkap deh sekarang.”
“Maksud kamu?”
“Iya, aku bersyukur karena kebahagiaanku udah semakin lengkap, apalagi kesininya sama kamu, Sha. Beda aja rasanya, beda banget malah. Kali ini… rasanya aku ngga sendirian lagi, ngga sepi kayak dulu.”
Saoirse menaruh tas ransel hijau muda miliknya dikursi sebelah. Ia duduk dan lo tahu apa yang dilakukannya setelah itu? Dia menatap wajah gue. Saat itu, gue sedang melihat daftar menunya, siapatahu ada menu baru. I love the way she stares at me, tapi sayang… cuma sebentar dia menatap gue. Saoirse mengamati seisi benda yang ada disekitar kami. Salah satunya, ada sebuah meja yang bisa diisi oleh 7 orang, karena kursi yang disediakan ada 7.
Saoirse melihat daftar menu yang gue berikan kepadanya. Ketika kita berdua ditanya, "Mau pesan apa,Teteh sama Aa?", kita kompak menjawab "Yamien Manis Pedas". Saat ditanya kembali, "Minumnya apa?", Saoirse mengatakan "Juice Strawberry" dan gue berkata "Es Kopi". Nah, selain bakmie, Saoirse juga suka buah Strawberry. Tiap kali berkesempatan dinas ke Bandung, ia selalu menyempatkan diri untuk mampir ke Ciwidey, hunting Strawberry untuk dibawanya pulang sebagai stock di Bogor.
Nah, sembari menunggu Mie Yamien Manis Pedas nya datang, gue banyak bercerita pada Saoirse. Ia melontarkan beberapa pertanyaan yang relatedcenderung mendengar aktif, seperti halnya ketika gue berkata bahwa banyak turis dari Jepang yang datang dan makan disini, Saoirse bertanya, "Kenapa begitu?", gue menjawab, "Soalnya, Mie Naripan Central ini sudah berdiri sejak tahun 1965, Sha. Udah lama banget dan ditahun segitu, mungkin kita masih di awang-awang kali ya? Hahahaha...", dia pun ikut tertawa mendengar ocehan akhir gue yang... garing abis, menurut gue. Ternyata, Princess dari Jalan Cihampelas ini receh juga ya? Akhirnya, mienya datang. Itadakimasu!
“Ray, total bill nya jadi berapa? Ini uangnya.”
“Eh, gausah Sha, udah aku bayar kok.”
“Hah? Udah kamu bayar? Wah, dalam rangka apa nih?”
“Honor freelance ku udah turun. Baru aja kemarin. Jadi, anggap aja aku traktir kamu ya tadi, hehehe..."
“Ray, ini serius kamu sekarang freelance juga? Kamu freelancer apa? Bukannya kamu udah kerja tetap sebagai auditor?”
“Iya, tapi kayaknya aku keterusan nyemplung deh. I'm a freelancer illustrator, Sha. Tapi, itu kalo aku lagi ngerasa free aja sih baru open commission.”
“Aku ga nyangka… kamu masih sempat buat ngerjain yang lain selain ngeaudit.”
“Sebenarnya, ngga sesering waktu aku SMK dulu. Ini pun, aku iseng aja awalnya, mau coba open commission lagi. Oh iya Sha, kayaknya udah mau hujan nih di luar, pulang yuk? Udah mau jam 8 soalnya.”
“Wah, iya ya? Yuk, kita pulang! Sekalian, aku mau kasih 1 kertas foto polaroid ini ke kamu, foto kita sama mie yang tadi baru sampai. Kamu ngga lupa kan kamu yang minta kita foto pake instaxku?”
“Hahahaha… ngga, Sha. Baru aja beberapa menit lalu, ngga mungkin lah aku lupa. Nanti fotonya aku tempel dipapan foto dalam kamarku, makasih ya, Sha.”
Tanpa sadar, gue mengenangnya sembari tersenyum lebar. Untung saja, ngga ada apa-apa yang gue tabrak. Tiba-tiba, arus jalan agak sedikit terganggu akibat truck yang membawa pasir dan sebagian isinya tumpah. Sembari menunggu mobil di depan gue bergerak, gue mengambil dompet di dashboard, kemudian gue melihat foto itu kala di Mie Naripan beberapa tahun lalu. Foto yang mampu menjadi source of happiness gue, makanya gue putuskan untuk membawanya kemanapun gue pergi, agar setiap waktu bisa gue lihat, dan jadi mood booster gue dikala suntuk kerja atau ngga mood menjelang meeting.
Saking gue merasa bahagia saat mengingatnya, ngga kerasa 20 menit lagi menunjukkan pukul 13.00 siang. Itu artinya, gue harus segera sampai di kantor untuk mengambil berkas, dan tancap gas untuk meeting di Kanoko Coffee. Tetapi, mobil di depan gue masih stuckjuga. Sebetulnya, lokasinya sudah dekat. Gue nya saja yang ngide datang lebih awal, biasa… wejangannya Kang Demas, boss gue di kantor. Buat killing time for awhile, gue bermain game Subway Surfer, lebih tepatnya melanjutkan bermain game tersebut. Tak lama, mobil-mobil disekitar gue mulai bergerak, satu per satu.
ns 15.158.61.8da2