Pintu itu dibuka pelan, gadis kulit sawo matang dikuncir sederhana melangkah dengan sungkan. Ia bertingkah penuh kehati – hatian, seakan berjalan di depan raja dan ratu sebuah kerajaan. Tampak bekas perban di lengan kiri dan paha kanannya. Termenung celingak – celinguk, bahkan sofa biru bisa dikuasainya sendiri, namun ia tak mengambil kesempatan.
“Jangan tegang. Duduklah, Nona Hedlych,” ucapnya dibuat seramah mungkin.
“E-eh? B-baiklah.” Gadis bertopeng setengah muka tupai hitam itu agak terperanjat. “P-per-permisi,”
Meski telah duduk di sofa tengah, sama sekali tak berani memandang lurus Madelaine. Kakinya bergandengan rapat, kedua tangannya menyangga tegak lurus sedikit gemetaran.
“Apa ada masalah, Nona Hedlych? Apakah masih sakit?” Madelaine beranjak dari kursinya dan mengambil alih sofa samping kanan yang masih kosong. “Kenapa anda gugup sekali?”
“Ah, t-ti-tidak. Sa-saya memang b-begini.” Kepalanya dengan cepat menggeleng tiga kali.
Madelaine seakan mengerti sikap gadis di depannya, ia mulai memperhatikan topik dan cara bertutur yang mudah dipahami. Cake hanya mengintip sesaat, tapi tulisan – tulisan buku yang ia pegang lebih mengecoh rasa penasarannya untuk saat ini.
“Nona Hedlych, anda bertanggung jawab pada rekaman kamera berjalan, benar?”
Gadis itu menghirup nafas lalu menghempaskannya denga singkat.
“Ya, tapi tidak selalu. Kami tak mungkin menyerahkan pada supir karena perjalanan kurang lebih tiga jam itu cukup melelahkan. Ya, saya rasa begitu,” katanya dengan suara lebih kecil dari gadis pada umumnya.
Madelaine mengangguk kecil, namun ia lebih tertuju pada gadis itu yang memang perangainya sedikit merepotkan tapi tidaklah buruk. Pikirnya ia harus mengambil langkah kreatif untuk membuka cangkang yang erat itu, tapi ternyata tidak perlu. Hatinya sedikit lega karena Nona Hedlych berbicara normal dan cukup informatif.
“Baik, sangat baik. Bagaimana anda menggambarkan tanggung jawab Nona Purcell di klub ini terhadap kegiatan kemarin?” tambah Madelaine. “Kalau bisa suaranya diperkeras sedikit ya,”
Gadis Hedlych itu tiba – tiba menggengam tangannya dengan erat. Madelaine berpikir sisa – sisa sungkan dan gugup itu masih ada.
“Sa-saya merasa Purcell adalah ketua klub yang ideal dan bertanggung jawab. Saya juga berpikir tidak ada penyesalan sama sekali saat ia dipilih. To-tokoh kharismatik sangat diperlukan,” ucapnya setelah menghirup udara lagi dan tubuhnya dipaksa sedikti tegak. Ia tampak berusaha keras mengeraskan sedikit suaranya.
“Ba-baik. Lalu seberapa besar tanggung jawab dan keputusan yang Nona Purcell ambil kemarin?”
Hedlych mengatakan bahwa dia dan Purcell sekitar satu hingga dua bulan sebelumnya telah meneliti dan melakukan observasi di Pool Park Asylum. Observasi tentu dilakukan pada waktu selain malam. Mereka mencoba mengambil beberapa sampel rekaman dan foto sambil membayangkan hasilnya. Dengan kata lain, sebuah gladi bersih tapi dilakukan minimal tiga kali.
Lanjutnya, setelah sepakat, mereka harus mencocokan waktu dengan siswa kelas 2. Mengingat para siswa kelas 2 itu berhalangan dengan ujian. Setelah itu selesai, mereka mengontak pemilik tanah Pool Park Asylum dan mencari kesepakatan.
Penjelasan Hedlych yang lumayan detil, sedikit membuat Madelaine bosan. Lagipula itu adalah hal umum yang menjadi tanggung jawab ketua dan wakil ketua klub. Sebenarnya ia ingin mendengar jawaban yang lebih sentimen daripada karakter yang diplomatis.
“Ah, saya mengerti garis besarnya. Tapi kenapa anda berdua repot – repot meneliti tempat itu? Bukannya anda perlu dokumentasinya?” tanya Madelaine.
“Memang. Kami punya forum topik yang terbuka untuk umum. Sebelum menerbitkan dokumentasi, kami harus menyajikan informasi latar belakangnya terlebih dahulu. W-well, saya kira itu cara yang tepat agar publik bersukarela menyempatkan waktunya menonton konten kami,” jelas Hedlych.
“Semacam iklan?”
“Y-yeah, itu juga tidak salah,”
Cake melipat ujung halaman lalu menutup buku yang dipegangnya. Telinganya sedikit gatal mendengar percakapan tadi.
“Bila seseorang membeli sereal, mereka harus melihat bungkusnya. Bukannya tanpa sebab mereka mendekorasi semenarik mungkin sambil menambahkan informasi yang akurat tanpa mengurangi sedikit pun efek estetiknya. Kadang – kadang mata bereaksi beda dengan lidah yang mengecap.” Cake sengaja duduk di sofa masing kosong mengatakan teori rumit agar perannya lebih natural mencolok.
Hedlych menggaruk kepalanya yang tak gatal, bahkan Madelaine jelas tahu ekspresi gadis di balik topeng setengah wajah itu, terukir kebingungan.
“Sebenarnya, kenapa logikamu berbelit – belit? Apa kau sengaja?” nada Madelaine yang dari tadi kalem kini mulai menajam sedikit melengkin. “Apa ada yang ingin kau jelaskan, Cake?”
“Misalnya, sereal corn flake. Orang akan tahu penampilannya warna kuning dengan bentuk datar tak simetris acak, bahkan bentuknya sudah paten dan terpatri di setiap orang. Tapi orang tidak akan yakin dengan rasanya,”
Madelaine dan Hedlych saling melongo satu sama lain.
“Kenapa tidak?”
“Karena mereka tak tahu mana yang manis dan yang hambar sebelum mereka melihat tulisan sweet corn atau honey corn taste. Secara penampilan sama, tapi mereka perlu menyesuaikan kebutuhannya. Karenanya, mereka perlu informasi,” tambah Cake. “Sama seperti Pool Park Asylum. Mereka tahu itu tempat angker karena mereka masuk di forum diskusi supernatural. Masalahnya, mereka butuh informasi foto atau rekaman serta sejarah dari tempat itu. Alasannya sederhana, agar mereka tahu seperti apa menyeramkannya,”
Mulut Cake seakan mengeluarkan logika cerdas dan pada akhirnya mudah diterima. Gadis bernama Hedlyc itu sampai menjentikkan jarinya.
“Ya, ya! Persis seperti itu!” Nadanya yang sempat meninggi dan agak serak, tiba – tiba kembali pada sikap asalnya. “Ma-maaf, saya terlalu bersemangat.”
“Oh jadi begitu,”
Karena Cake telah duduk di sofa, Madelaine tidak ingin merepotkan dirinya lebih jauh. Ia segera melemparkan tanggung jawab pada rekannya, Cake.
“Tiga pertanyaan saja Mademoiselle Hedlych. Pertama saya ingin melihat dibalik topeng itu,”
Madelaine sempat khawatir dengan pertanyaan to the point yang menyimpang dengan prinsipnya. Namun gadis Hedlych itu perlahan melepas karet pengait topengnya dengan sukarela dan pasrah.
Figur dengan alis terangkat, rupa dibalik topeng yang dideskripsikan sederhana, tampang lemah dan manis. Secara garis besar kalem namun meninggalkan sisi tragis. Terutama sekitar sisi kiri wajahnya dan bola mata yang tidak serasi. First impression Cake dan Madelaine terkejut, seakan menggali dalam perasaan penuh empati.
“Apa yang terjadi, mademoiselle?” nada Cake khawatir.
Pipi kirinya terdapat warna kulit pink dan coklat yang jomplang, permukaannya pun seolah melepuh dengan gelembung tidak rata. Pupilnya seakan ditinggal oleh warna – warni cahaya pemandangan, putih diselimuti kabut tebal membutakan harapan.
“Anu… ini hanya kecelakaan yang dilakukan ayah. Seharusnya saya bisa menahan kata – kata saat orang mabuk berat.” Tangannya memegang perlahan pipi kirinya itu.
“Saya minta maaf, silahkan ditutup kembali,”
Cake sedikit merasa bersalah. Pendiriannya tidak ada maksud menyinggung, tapi keakuratan petunjuk adalah seberapa otentiknya informasi tersebut.
“Buku di rak depan, apakah semua dibuat oleh anggota klub ini? Apa semua penulisnya adalah ketua klub?” Cake menyodorkan buku yang ia pegang. "Termasuk yang ini. Bisakah anda jelaskan singkat?”
Seolah terpikat, rasa penasaran Madelaine membiarkan diri terperangkap pada jaring laba – laba keingintahuan. Pesonanya dari rak buku yang Cake baru saja melihat – lihat usil. Ia pun beranjak menuju rak tersebut. Awalnya iseng, ambil satu lalu dikembalikan lagi. Meskipun akhirnya ia tertarik setidaknya ada satu buku.
“Uhm… seharusnya ada nama penulis,” Hedlych menggeleng tidak setuju.
Ia kemudian membalikkan pada halaman kedua sebelum kata pengantar.
“Pawn G. Lewis, adalah nama ketua klub sebelum Purcell. Nama terebut hanya sebagai penanggung jawab atas terbitnya tulisan itu.”
Dibaliknya halaman itu paling belakang. Hedlyh menunjuk pada sebuah kode.
“MG150-CF62-3HU-PICTON.RD-50. Saya hanya tahu kode yang di tengah, MG atau Kak May Griffith hanya karena kebetulan menebak inisialnya,”
Seolah terjebak dalam taman labirin, semacam sandi itu mengusik ketenangan Cake.
“Hm… tidakkah anda punya sedikit petunjuk?”
“W-well, saya sempat bertanya dengan Kak Lewis. Tapi saya gagal paham karena ia mengatakan hal aneh. Seperti, Pe-“
Cake menyuruhnya berhenti sebelum buku catatan kecil dan pena dipegangnya.
“Silahkan,”
“Menerima pesan tapi bukan kunjungan.”
“Hm… tipe – tipe ketua klub yang suka memberi PR.” Cake menaruh kembali buku catatan dan pena pada jas sakunya. “Yang terakhir, saat ini kami kesusahan menganggap kalau hantu adalah biang keroknya. Apakah anda punya perkiraan lain?”
“Saat ini tidak ada seorang pun di pikiran saya,”
Cake mengangguk lalu mengcek arlojinya.
“Baiklah kalau begitu, terima kasih. Setelah ini tolong panggilkan enam orang langsung,”
Hedlych beranjak dari duduknya, sebelum pergi ia membungkuk sejenak mengucap terima kasih. Semenjak dua orang, Purcell dan Hedlych, meninggalkan ruangan itu, semakin banyak jarum yang menusuk kepala Cake.
“Dua gadis yang punya aura bertolak belakang. Satunya gugup satunya percaya diri. Aku tidak berpikir mereka berbohong. Tapi apa kau yakin tidak mengonfirmasi perkataan Nona Purcell, Cake?” ujar Madelaine.
“Aku hanya merasa kita bisa lakukan lebih dari itu. Masalahnya, sekarang aku mencium satu misteri lainnya. Entah berhubungan entah tidak. Tapi… well,” tambahnya. “Apa yang kau baca Mlle. Madelaine?”
Ia menyerahkan buku yang tebalnya hampir mirip dengan yang dibawa Cake.
“Ekspedisi Hutan Newcastleton? Ah, pohon dule untuk gantung diri?” Cake tampak tak terlalu tertarik.
“Entah kenapa penulisnya mengatakan ditulis melalui dokumentasi pribadi. Well, ceritanya juga klise,”
Namun saat Cake membuka halaman yang paling belakang, itu tak tertulis kode sama sekali.
ns 15.158.61.23da2