Madelaine kembali menduduki tempat ketua klub.
“Kau yakin memanggil enam – enamnya langsung?”
Cake segera beranjak dari sofa tersebut lalu menuju jendela.
“Yeah, tadi cuma menuntaskan metode Inspektur Popelin. Sekarang kita melakukan cara sendiri,”
Ketika pintu terbuka, keenam orang anak itu berduyun – duyun mengisi seluruh area sofa tiap dua orang. Wajah mereka muram tertunduk ke bawah. Lebih mudah ditafsirkan mirip gerombolan terpidana. Cake tanpa membuang waktu, ia segera menyodorkan denah pemberian Inspektur Coslett.
“Siapa yang memimpin kelompok di area sini?” Tangan Cake menunjuk sambil melingkar pada denah bangunan selain gedung dua lantai Pool Park Asylum.
Kepala mereka menoleh pada wanita bertopeng pesta warna hitam, duduk di sofa tengah spontan membuatnya sedikit terkejut dan ragu – ragu mengangkat tangan.
“Sa-saya Manon Morgaine! Calon ketua klub ini,” tambahnya gugup. “Da-dan di sebelah saya Darcey Morvud adalah wakilnya!”
Nadanya kekanak - kanakan, gadis berambut bob pendek bergelombang dan tebal itu sikapnya kikuk membuat rekan tepat duduk di sebelahnya merasa resah. Daripada seperti Hedlych yang bertipe kalem sungkan, sebaliknya Morgaine cenderung rewel dan mudah salah tingkah karena kepercayaan dirinya yang aneh.
“Anda pakai topeng juga? Apa yang terjadi?” Cake mengerutkan dahinya.
Mendengar nada khawatir, Morgaine sedikit terperanjat.
“E-eh? Ti-tidak, saya hanya ikut – ikutan Kak Hedlych.” Morgaine menggerakkan dua tangannya dengan maksud berhenti.
Madelaine diam saja menahan tawa, sementara Cake yang merasa itu konyol, tangannya digerakkan seakan membasuh muka. Spontan Cake menyuruhnya untuk melepas.
“A-anu, be-begini…. A-anda tahu kalau sendirian ma-malunya bukan main, bukan? Jadi sa-saya tahu ini mungkin terdengar konyol… tapi anda tahu maksu-“ Tangannya melepas pengait karet, namun kata – katanya segera disela Cake.
“Prinsip setia kawan, lebih baik memikul beban dua orang daripada sendiri?” Cake memijat – mijat dahinya.
Topeng itu telah terlepas. Pipi tembem dan wajah normal tanpa masalah. Manik matanya bagai kelereng mengingatkan Cake pada Feline, tipe – tipe gadis merepotkan.
“Saya rasa itu yang ingin saya katakan.” Ia mengangguk percaya diri.
Tanpa mengikuti suasana badut gadis itu, Cake bertumpu pada titik utama.
“Ceritakan pada kami, bagaimana secara teknis kalian mengambil dokumentasi? Apa ada keanehan?”
Morgaine tampak bingung mulai dari mana. Sebagai gantinya, rekannya, Darcey Morvud membantunya.
“Anu, bagaimana kalau kami ceritakan semuanya dari awal?”
“Yeah, s'il vous plaît (tolong), itu akan menjadi bantuan besar, Mlle. Morvud,”
Paras menawan dengan sikap tenang lebih dewasa, Darcey Morvud mengenakan kaca mata, berambut kuncir kuda separuh, warnanya mirip Madelaine, yaitu beige (hitam abu – abu) , mengatakan bahwa mereka mencoba ingin berpencar. Dalam denah tersebut, bangunan pondok tepat di sebelah gedung utama yang menyambung dengan tempat bekas apotik, urutannya adalah tempat ruang tunggu, kamar khusus, gudang obat – obatan, ruangan generator, kamar mayat dan terakhir yang paling pojok adalah tempat insinerator atau pembakaran mayat.
Bagaikan mengatur keseimbangan kapal tengah laut dengan ombak monster menggelung langit, kini suasana tegang bertajuk fokus menyempit. Pembahasan mereka tepat pada jantung petunjuk. Karenanya, Madelaine beranjak dari duduknya lalu mendekat memperhatikan denah dan penjelasan mereka.
“Kami dibagi menjadi dua sub kelompok.” Tunjuk Morvud pada bagian pondok bekas tempat ruang tunggu. “Di sini adalah sub kelompok pertama, ada Saya, Pritchett, dan Rhiannon.”
“Lalu tepat di sebelahnya lagi atau bangunan bekas kamar khusus adalah kelompok anda?” Jari telunjuk Cake berada di sebelah tempat yang ditunjuk Morvud barusan.
Morgaine mengangguk yakin, “Saya, Danog, dan Dominic mulai dari tempat itu. Kurang lebih dua puluh menit durasi perekaman videonya. Secara teknis kami harus menyamaratakan porsi pencarian di enam bangunan yang berbeda,”
“Ah, untuk pembagian peralatan seperti radar EMF dan lainnya?”
“Tentu, peralatan cukup terbatas. Kami dibekali tiga radar EMF, satu spirit box, dua kamera statis dua tripod, dan satu kamera untuk perekaman berjalan. Saya membawa spirit box dan ponsel untuk merekam video. Dominic bawa kamera statis, dan Danog membawa radar EMF,” jelas Morgaine.
Morvud menjelaskan bahwa dirinya yang bertanggung jawab pada perekaman kamera berjalan, Pritchett membawa kamera statis, sementara Rhiannon mengatur penempatan dua radar EMF sesuai arahan.
“Anda juga memakai dua ponsel, Mlle. Morgaine? Lalu, ini sedikit membingungkan apa ada perbedaan spesifik penanggung jawab perekaman bergerak dengan peran anda?”
“Yeah, ada benarnya sih. Tentu kedua hasil rekaman nantinya dijadikan satu. Perbedaannya hanya pada alat. Yang lebih bagus, berarti tanggung jawabnya lebih dominan,”
“Ah, saya mengerti,” Cake menunjuk denah bangunan paling pojok kiri. “Bisakah saya asumsikan setelah sejam kelompok anda sampai pada insinerator?”
Morgaine dan Morvud diam sejenak.
“Berdasarkan rekaman berjalan, sejam lebih sepuluh menit, sir.” Pritchett, pria bertampang serius itu tiba – tiba angkat bicara. “Kami sempat menurunkan kamera statis cukup lama di bekas kamar mayat. Sederhananya, kami merasa mulai banyak sesuatu yang aneh dan bagus untuk didokumentasikan,”
Madelaine mengangguk sambil menyerahkan spidol, “Di mana saja anda sempat menaruh kamera statis itu?”
Tanpa ragu – ragu pria bernama Pritchett itu memberikan keterangan jelas.
“Posisi terakhir sub kelompok Morvud termasuk saya, adalah di tempat bekas kamar mayat.” Ia menandai lingkaran sesuai bangunan yang disebutkan. “Kalau tak salah, sub kelompok Morgaine sempat berhenti di ruang bekas generator dan insinerator, benar?”
Mereka mengangguk setuju. Seolah kurang puas, Cake memastikan lagi.
“Baik, saat itu, apa yang kalian temukan?”
Keenam – enamnya saling menatap satu sama lain bergantian. Dilontarkannya beberapa pendapat bersahutan, tapi tampak kurang meyakinkan. Dua orang, Pritchett dan Morvud sepakat mereka mendengar bisikan dan adanya kejadian poltergeist. Sementara tiga orang dari kelompok morgaine, mendapati mendengar bisikan dan suara langkah kaki. Tapi keenam – enamnya sepakat mendengar suara wanita bergumam dari arah insinerator di dua puluh menit awal.
“Namun saat kami semakin mendekat, suara itu hilang. Karena itulah sub kelompok Morgaine menetap di insinerator pada akhirnya. Sedangkan sub kelompok Morvud, kembali ke tempat bekas kamar mayat,” tambahnya. “Tapi, sir, entah kenapa Rhiannon sempat keluar dan menuju ke arah insinerator,”
Gadis yang dipanggil Rhiannon sedikit berwajah pucat. Kulitnya tampak putih kenyal rutin dan terawat, bahkan bibirnya berlapis lisptik natural anti menor. Namun pancaran sinar pada wajahnya agak merudup.
“Yeah, waktu itu saya sedikit khawatir. Apa kau kerasukan?” Morvud tampak khawatir.
Ia ragu – ragu mengangkat bibirnya, “Well, i-ini mungkin aneh. Ingat saat kita sebelum mendengar tangisan dan jeritan lalu memutuskan kembali ke mobil van? Aku mengalami itu lebih dulu. Suaranya terdengar jelas dan semakin jelas saat aku berjalan di luar kamar mayat,”
Cake mengerutkan dahinya, “Apa yang anda temukan?”
Rhiannon mengaku melihat Dylis Bierce berjalan menuju insinerator dan seharusnya berjalan memotong pandangan kamera statis di kamar mayat. Ia terus mengikuti dan terus mengekor. Pada akhirnya, ia hanya melihat seluruh sub kelompok Morgaine bertugas.
“Setelah itu anda mendengar teriakan yang membuat seluruh teman anda kabur terbirit – birit?”
“Y-y-yeah… itu saat saya terpisah dari Morvud dan Pritchett. Tapi kami semua selamat dan berkumpul kembali di depan sekitar mobil van. Sekitar sepuluh menit, kami tak mendengar kabar dari senior ataupun tanda bahwa mereka juga akan kembali. Kami memutuskan untuk pergi bersama menuju gedung utama. Di wilayan belakang gedung, kami panik melihat tubuh Kak Bevans berlumuran darah!” jelas Rhiannon.
Mereka saling lempar pendapat terutama saat Rhiannon mengatakan bahwa dirinya melihat gadis yang diyakini Dylis Bierce.
Seakan kembali ke awal informasi, persis seperti yang dikatakan Inspektur Popelin, bahwa terakhir dari empat korban tragis, hanya Purcell dan Hedlych selamat. Katanya, mereka kabur dari berbagai macam arwah.
“Apakah saya bisa mengatakan kalau selama anda berkelompok, selain Mademoiselle Rhiannon, tetap bersama, benar?”
“Kalau saya sudah pasti,” tambah Morgaine. “Bagaimana denganmu, Morvud?”
“Yeah, tentu saja,” balasnya terdengar tidak yakin.
“Terakhir dari saya. Menurut keterangan TKP, Nona Purcell ditemukan membawa senjata tajam berlumuran darah dalam kondisi pingsan, lalu Nona Hedlych mendapat luka tusukan di lengan kiri dan paha kanan. Apakah kalian punya pendapat tentang ini?”
Semua orang bergumam dan terkejut atas keterangan luka yang timbul dari Hedlych. Mereka berpendapat bahwa di klub ini ada anggota yang terlibat rumor cinta segitiga, selain itu katanya Purcell adalah teman lama mereka para senior lainnya.
“Anda semua tahu itu dari mana?” tanya Cake menoleh pada semua siswa itu.
“Well, Kak Hedlych pernah bercerita tentang masa lalu Kak Purcell yang kelam,”
Sebelum mempersilahkan mereka pergi, Cake menanyakan soal buku yang dipajang di rak tanpa kode. Sayangnya tidak mendapat jawaban.
Kini Cake dan Madelaine keluar dari tempat itu. Mereka berpamitan pada dua constable yang berjaga.
“Tolong bilang pada Inspektur Popelin agar segera melaporkan hasilnya pada saya. Maksimal besok,” kata Madelaine tegas.
“Siap, mam!” Dua constable itu kompak hormat.
Saat mereka hendak meraih pintu mobil, gadis berambut bob pendek tebal bernada kekanak – kanakan itu tiba – tiba menghadang mereka dan memberi nomor ponselnya pada Cake sebelum pergi.
“Gadis itu…” Madelaine merasa curiga.
“Dalam beberapa kondisi tertentu, kesabaran tidak menunggu hasil. Mari kita atur besok,” Cake menatap tajam gadis itu dari jauh.
***
ns 15.158.61.21da2