Versi full on wattpad :)
----------------------------------------------------
"Sir, bukankah kau harus terapi setelah ini?"
"Hmm.. Baiklah. Dimana tongkat penopang ku?" pria itu bangun dari tempat tidurnya yang empuk dan segera duduk di tepi ranjang, menunggu pelayannya memberikan tongkat penopang yang selalu digunakannya.
"Ini, sir!" pelayan itu memberikan tongkat penopang yang di butuhkan majikannya.
"Terima kasih" tak lupa pria itu mengucapkan terima kasih dan terseyum.
Pelayan itupun pergi dari kamar pria itu untuk memberikan majikannya sedikit privasi.
Setelah pelayan itu keluar, pria itu berjalan dengan tongkat penopangnya menuju kamar mandi.
***
Setelah selesai membersihkan diri, pria itu keluar dari kamarnya dan pelayan tadi yang masih setia menunggunya di luar kamar untuk sarapan pagi bersama keluarganya.
"Mau saya bantu, sir?" tanya pelayan itu mendekat ke arah pria itu.
"Iya. Bantu aku untuk turun tangga, Emma. Dan terima kasih atas bantuanmu" pria itu tersenyum dan pelayannya siap membantu tuannya kapanpun.
Emma, adalah pelayan pria itu yang paling setia. Emma selalu membantu dan menuruti perintah tuannya.
Usia Emma bisa dikatakan sudah masuk ke 40an.
Pria itu sering kali membujuk Emma untuk segera bersuami.
Tapi sayangnya Emma yang terlalu menyayangi majikannya, tak ingin pergi sebelum pria itu sembuh total.
"Dengan senang hati, sir" Emma dan membantu pria itu sampai ke meja makan.
Awalnya suara yang berisik menggema di seluruh ruangan, menjadi hening seketika.
Pria itu melangkahkan kakinya yang terpincang-pincang dengan bantuan Emma menuju meja makan.
Pria itu duduk disebelah pria tua.
"Pagi, kek" sapa pria itu yang sudah duduk tenang di meja makan dan memberikan tongkat penopang itu pada Emma.
pria tua itu adalah kakek dari pria itu yang bernama Mr. Rilland
Emma mengambil tongkat itu dan meletakkannya di sofa.
"Pagi juga, Colin" balas sang kakek sembari tersenyum.
Colin, seorang pria yang cacat dan membutuhkan tongkat penopang untuk membantunya berjalan.
Colin juga seorang CEO tampan muda dan kaya.
Seluruh hak waris kakeknya diserahkan kepada Colin dan membuat seluruh keluarga membencinya.
"Pagi semua!" sapa Colin kepada keluarganya.
"Pagi juga, sayang" jawab sang mama sembari tersenyum kecut dan kembali memakan makanannya.
"Pagi" satu kata itulah yang hanya diucapkan papa nya dengan nada datar tanpa menatap Colin.
Colin menahan rasa sakit di dadanya untuk tidak menjatuhkan air mata yang ingin keluar.
Colin tetap tersenyum menatap kedua orang tuanya dan kedua adiknya yang menghiraukannya.
Colin menghela nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkan pelan-pelan.
"Emma, bisakah kau mengambilkan ku makanan??" Emma yang masih disamping Colin sehabis meletakkan tongkat penopang itu pun mengangguk. "Maaf, telah merepotkanmu lagi" Colin tersenyum kepada Emma dan Emma membalas senyuman Colin dengan tulus.
"Kau memang merepotkan" suara pelan itu berasal dari anak perempuan yang merupakan adik Colin. walaupun suara itu pelan, namun sangat menyakitkan hati Colin dan membuat Mr. Rilland menoleh.
"Apa yang kau katakan, Nicky?" Mr. Rilland menatap cucu ketiganya dengan tatapan marah.
"Aku bilang, kalau dia sangat merepotkan" ucap Nicky sambil mengaduk makanannya.
"Jaga ucapanmu, Nicky!" Bentak Mr. Rilland.
"Sudahlah, kek. aku tidak apa-apa" Colin menenangkan kakeknya yang sudah tersulut emosi.
"Dasar pria cari muka. Aku melihatmu saja sudah jijik!" ejek Nicky dan membanting sendoknya kemudian pergi dari meja makan.
Kepergian Nicky dari meja makan pun di ikuti oleh kakak laki-lakinya, Damien.
Damien membanting sendoknya kemudian pergi. Begitupun mama dan papanya. Mereka pergi dengan kasar tanpa menghabiskan makanannya.
Mr. Rilland yang melihat itu hanya bisa menghela nafas nya dengan kasar.
Sedangkan Colin, ia tak mampu menatap ke arah mereka yang begitu membencinya.
Ia hanya bisa menunduk menatap makanannya dan memakannya dengan berat hati.
Makanan yang ia telan pun terasa sangat berat di tenggorokannya karena menahan air matanya yang ingin jatuh.
Bukan berarti Colin itu seorang pria yang mudah menangis.
Bagaimana perasaanmu bila diperlakukan keluargamu seperti itu??
Siapapun akan merasa tersakiti bila diperlakukan keluargamu seperti itu.
Kau tidak pernah merasakan kasih sayang keluargamu, bagaikan pisau menembus jantung mu tetapi itu lebih menyakitkan dari pisau itu.
Emma yang mendengar itu semua merasa sekarang juga ingin memenangkan tuannya.
Emma sudah menganggap Colin sebagai anak kandungnya sendiri.
Colin sendiri sudah menganggap Emma sebagai ibunya.
Terkadang Colin sering bercerita kepada Emma tentang perasaannya.
Siapapun akan menangis mendengar cerita Colin. Bahkan Emma pun menangis secara diam-diam ketika Colin sedang tertidur di kamarnya.
Setiap yang diceritakan Colin kepada Emma, Emma selalu mendengar ceritanya dengan baik. Sesekali memberinya nasehat dan itu akan dilakukan Colin.
"Colin..." panggil Mr. Rilland.
"Iya, kek?" Colin mengarahkan wajahnya menatap sang kakek.
"Aku ingin menjodohkan mu dengan cucu dari anak kawan kakek. Kakek yakin kau pasti akan langsung jatuh cinta padanya" Mr. Rilland sesekali menggoda Colin.
Mr. Rilland ingin Colin segera menikah dan mempunyai seorang istri dan cucu. Tetapi Colin selalu menolak tawaran yang kakeknya inginkan. Ia terkadang menolaknya mentah-mentah.
Colin tak ingin memiliki istri sebab kekurangannya sekarang.
Padahal banyak wanita diluar sana yang ingin bersamanya. Hanya saja Colin selalu menolak wanita itu karena fisiknya yang tak memungkinkan rumah tangganya bertahan. Dan Colin juga ingin wanita yang sangat ia cintai selalu disisinya.
Maka dari itu, Colin selalu menolak jika ada wanita yang mendekat padanya.
"Kakek, kau tau aku tidak ingin menikah" Colin membujuk kakeknya agar tak membahas tentang hal ini.
"Tapi kakek ingin memperkenalkan mu dengan nya saja. Kakek ingin kau segera menikah, Colin" Mr. Rilland membujuk cucunya agar mengikuti keinginannya kali ini.
"Hmm.. Itu akan aku pertimbangkan, kek" Colin menghela nafas dan tersenyum tipis kepada kakeknya.
"Kakek yakin kau akan langsung jatuh cinta pada gadis itu" Mr. Rilland lagi-lagi menggoda Colin dengan kedipan matanya yang membuat Colin tertawa.
"Kakek, kau ada-ada saja" Colin tertawa melihat kedipan mata kakeknya yang terlihat lucu. begitupun Emma yang masih berdiri disampingnya pun ikut tertawa kecil.
Mereka kembali berbincang-bincang masalah bisnis yang ada dikantor sampai ada seseorang yang mengetuk pintu.
Emma pergi membuka pintu dan terlihat seorang wanita berpakaian biasa dan merupakan seorang terapi yang selalu menerapi Colin setiap hari sabtu dan minggu.
"Masuklah, tuan ada didalam" Emma mempersilahkan wanita itu masuk dan mempersilahkannya duduk.
Colin yang sudah tau maksud tujuan wanita itu datang pun, mengundurkan diri dari meja makan.
"Kakek, aku harus melakukan terapi dulu" pamit Colin yang dibalas anggukan kepala kakeknya.
Emma pun membantu Colin untuk menaiki tangga karena kamarnya berada di lantai dua.
Setelah sampai di kamar, Colin duduk di tepi ranjang dan wanita itupun melaksanakan tugasnya dengan membantu Colin agar bisa berjalan seperti semula.
.
.
TBC
ns 15.158.61.6da2