Versi full on wattpad...
--------------------------------------------------------
Setelah sampai dimansion Colin, Roky yang tertidur nyenyak di pangkuan Colin dibangunkan oleh Colin.
"Roky,," panggil Colin dengan mengoyang-goyangkan sedikit tubuh Roky.
Ally yang masih disampingnya yang melihat Colin tak memperdulikannya pun langsung membuka pintu mobil dengan kasar dan turun dari mobil sendiri.
Colin yang melihat itu, merasa sedikit bersalah.
Roky pun ia berikan pada Emma yang berdiri disampingnya sejak tadi untuk membantu Colin.
Setelah Roky dalam gendongan Emma, kini Colin mengambil tongkat penopangnya lalu keluar dari mobil.
Ia melangkahkan kakinya yang terpincang-pincang menuju kamarnya yang berada di lantai 2.
-
Ally POV.
Aku keluar dari mobil limosin itu dengan perasaan kesal. Dia si cacat itu lebih mementingkan adiknya daripada diriku.
Aku sudah lelah dengan sikapnya yang begitu cuek padaku.
Tunggu dulu!!
Kenapa aku bisa seperti ini? Kenapa aku ingin perhatian darinya?
Oh.. No!! Aku tidak mungkin cemburu.
Buat apa aku cemburu? Itu tidak penting.
Aku membuka heels sialan ini yang selalu menempel pada kakiku.
Kakiku terasa sangat pegal karena banyak berdiri tadi di acara pernikahanku.
Aku duduk dengan malas di sofa yang berada di ruang tamu sambil memijit pelan kakiku yang terasa sangat sakit.
Akhirnya aku bisa bernafas lega dan mengistirahatkan pikiranku yang lelah ini.
Aku harus menyelesaikan misiku dengan pria bajingan itu dan setelah misiku selasai, aku akan meminta perceraian ku pada pria cacat itu.
Ohhh... God!! Aku sangat lelah hari ini. Semoga saja tak ada yang mengangguku dan merusak mood ku.
Tanpa kusadari, mataku menangkap tubuh pria cacat itu yang sedang berjalan menuju tangga.
Aku membuang muka tak ingin menatap dirinya terlalu lama dan kembali memfokuskan diriku pada kakiku yang sakit ini.
Suara tongkat dan sepatu pun beradu dan sangat terdengar di telingaku.
Tapi aku tak ambil pusing dengan itu.
Lama kelamaan, sofa yang kududuki terasa sedikit bergoyang dan aku melirik ke samping.
Ternyata pria cacat itu sedang duduk disebelahku.
"Maafkan aku" ucapnya tiba-tiba.
Kau memang pantas minta maaf!
"Untuk apa?" Tanyaku pura-pura.
"Karena aku seharusnya membawamu sampai kesini, dan kukira kau sedang marah padaku karena sejak tadi kau pikir aku tidak memperdulikanmu" katanya lagi sambil mengangkat kakiku.
"Apa yang kau lakukan?" Tanyaku terkejut dengan perlakuannya.
"Aku tau kakimu pasti sedang sakit. Aku akan memijit kakimu agar kakimu terasa lebih baikan" Mata birunya menatapku seakan ingin menggelamkan diriku didalam mata indahnya.
"Oh.. Ally, sadarkah kau bahwa kau menyetujui pernikahan ini bukan dasar cinta?" Batinku berusaha mengingat perjanjian ku dengan pria super bajingan itu.
"Ally, maukah kau memaafkanku?" Tanyanya dengan pelan dan lembut.
Aku hampir saja terhanyut dalam perlakuannya yang begitu baik padaku.
Aku mengangguk malas dan segera membuang muka dari hadapannya karena tak ingin melihat mata birunya yang begitu intens menatapku.
"Apa sudah agak mendingan?" tanyanya sambil menurunkan kakiku.
Ku gerakkan kakiku dan ternyata pijatannya sangat ampuh. Dalam beberapa menit, rasa sakit kakiku bisa hilang dengan tangannya.
Lagi lagi aku terhanyut dalam perlakuannya yang begitu manis terhadapku.
Aku mengangguk pelan dan segera berlalu dari sana karena rasa kegugupanku yang entah darimana datang tiba-tiba menyambutku.
Aku melangkahkan kakiku untuk menaiki tangga. Dan setelah sampai di lantai 2, aku merasa bingung.
Shit!!
Dimana tempat yang harus kutempati?
Kulihat wanita yang tadi bersama kami di mobil, sedang keluar dari salah satu kamar yang ada sana.
Aku bertanya padanya yang sedang berjalan menuju tangga untuk turun.
"Ehhmmm,, kau tau dimana tempat kamarku?" tanya ku dengan perasaan sedikit canggung.
"Ohh,, Nona. Mari akan kutunjukkan letak kamarmu"
Aku berjalan dibelakangnya dan mulai sedikit ragu ketika melihat kamar yang di tunjukkan pelayan tua itu padaku.
"Ini kamar siapa?" tanyaku.
"Ini kamar kalian berdua, Nona" jawabnya.
Aku sedikit merasa bingung.
Apa yang dimaksudnya 'kamar kalian berdua'?
"Ehhmm, apa maksudmu?" tanyaku bingung.
"Bukankah kalian sudah menikah, lagipula tuan Colin menyuruh saya untuk membagi kamar miliknya dengan anda"
What?? Sekamar dengan pria cacat itu.
Oh My God!!
Pelayan tua itu ingin pergi tetapi aku menahannya.
"Apakah ada kamar lain?"
"Tidak, Nona. Kamar-kamar disini sudah penuh, apalagi dengan kedatangannya tuan kecil" kata pelayan itu.
"Tuan kecil?" tanyaku bingung.
"Roky, Nona" jawabnya
"Ohh... ngomong-ngomong, siapa namamu?" tanyaku sopan.
"Nama saya Emma Darling. Anda bisa memanggil saya Emma"
"Baiklah, sekarang kau boleh pergi" kataku cuek.
Aku segera masuk ke dalam kamar yang bernuansa maskulin itu.
Desain kamarnya cukup bagus, dinding-dinding yang di cat berwarna abu-abu dan lemari kaca yang indah berwarna hitam.
Dan yang membuatku terkesima adalah, disamping kamar mandi yang cukup luas, disitu ada jendela besar yang masih tertutup tirai.
Aku melangkahkan kakiku untuk melihat pemandangan yang menarik dan sedikit membuka tirai itu.
Shit!!
Ini bukan pemandangan luar, tapi ini adalah sebuah kamar dengan desain alam.
Kurasa mataku sudah tertipu.
Kupikir dibalik tirai itu adalah pemandangan kota. Tapi ini adalah sebuah kamar yang indah.
Cat langit berwarna kebiruan menghiasi dinding-dinding kamar beserta dengan bingkai foto yang masih kosong.
Tempat tidur yang dihiasi boneka berbentuk Love dan juga ada lemari pakaian berwarna putih.
Ini sangat indah!!
Aku berjalan masuk menuju kamar itu dan melihat sebuah ruangan yang tertutup pintu kaca.
Dengan rasa penasaran, aku membuka pintu itu dan lagi-lagi aku merasa takjub.
Kamar mandi yang cukup besar dengan bathtub dan shower yang menggantung diatas dengan rapi membuatku ingin mandi sekarang juga.
"Apa kau suka?" tanya suara berat yang tak asing bagiku.
Aku menoleh ke arah asal suara dan mengernyit bingung.
"Ini kamarmu" seakan tau isi kepalaku yang bingung dengan pemilik kamar ini pun terjawab. "Aku sengaja membuat kamar ini khusus untukmu karena aku tahu, pasti kau belum terbiasa dengan kehadiranku. Jadi aku membuat kamar ini untukmu. Dan bila kau bosan nanti, kau bisa menonton film-film yang kau suka disana" katanya sambil menunjuk televisi besar dan sebuah Dvd yang sangat banyak.
Ia membalikkan badannya untuk segera pergi kembali kekamarnya.
"Terima kasih" kataku pelan.
Aku tetap harus mengucapkan 'terima kasih' karena keluarga ku sudah mengajariku tentang sopan santun. Dan tidak mungkin setelah ia memberiku ini semua, aku tidak mengucapkan sepatah katapun padanya.
Ia membalikkan badannya menghadapku dan tersenyum padaku.
"Mandilah bila kau merasa gerah. Pakaian mu sudah ada di lemari semuanya" katanya dan langsung pergi tanpa menanggapi jawabanku.
Sebenarnya aku cukup kesal dengan sikapnya. Tapi tidak masalah.
Mungkin saja dia kelelahan.
Dan aku tak perduli itu. Karena aku menikah dengannya bukan atas dasar cinta.
Dengan lelah, aku pergi menuju kamar mandi untuk meregangkan otot-ototku akibat gaun penikahan yang masih melekat ditubuhku.
.
.
.
Tbc
ns 15.158.61.6da2