Versi full on wattpad..
-----------------------------------------------------------
"Pa, Ma, kek, aku setuju untuk menikah dengan Colin"
Persetujuan itu membuat seisi keluarga yang tadinya diam menjadi sedikit berisik karena banyak pertanyaan yang keluar dari mulut mereka.
"Are you seriously, Ally?" tanya sang mama dengan perasaan bahagia dan menutup kedua mulutnya dengan tangannya.
"Yes, i'm seriously, Mam" Lagi-lagi pernyataan Ally membuat sekeluarga sangat bahagia.
"Kakek tau kau pasti akan setuju menikah dengannya" Kata Mr. Steven dengan wajah bahagianya dan memeluk cucu kesayangannya.
"Baiklah, besok kita akan membicarakan ini dengan keluarga mereka dan secepat mungin kita akan melangsungkan pernikahan kalian" sambung papa Ally dengan pancaran wajah bahagianya.
Tapi tidak dengan Ally!
"Tapi bukannya itu terlalu cepat. Bahkan kami saja tidak pernah berkencan sebelumnya" Ally berpura-pura cemberut dan kembali tertawa.
Oke.. tapi itu hanya tawa dan ekspresi wajah palsu yang hanya ingin menutupi ekspresi bodohnya ketika ia ketahuan.
Semua keluarga tersenyum mendengar perkataan Ally. Bahkan mereka menggoda Ally untuk selalu pergi berkencan bersama Colin.
Ally hanya tertawa, tertawa palsu!.
"Ally, Mama sangat bahagia sekali, sayang" Mama Ally memeluk Ally dengan sangat kencang karena perasaan amat bahagianya.
"Mam, aku bisa kau memeluk ku terlalu kencang" Ally melepaskan pelukan mamanya dan mengecup pipi mamanya dan papanya kemudian kakeknya. "Aku ke kamar dulu, Pa, Ma, Kek" Ally berlari kecil ke arah tangga dan pergi menuju kamarnya.
"Aku senang sekali jika Ally menerima perjodohan ini" Ucap Mr. Steven kepada Peter dan Decca yaitu Mama dan Papa Ally. Mr. Steven duduk di sofa dan merentangkan tangannya dengan bahagia.
"Aku juga, Pa. Aku pikir ia tak akan menerima perjodohan ini" jawab Peter yang masih berdiri dan merangkul istrinya dengan sayang.
"Ya, dan kita lakukan itu semua demi dirinya" sambung Decca yang kini melihat ke arah suaminya dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.
Sepasang suami istri yang sangat bahagia. Walaupun sudah memasuki usia yang terbilang tidak lagi muda, Decca dan Peter tetap saling mencintai seperti awal pertama kali mereka berjumpa dan dengan rintangan yang sedikit sulit.
Disisi lain, Ally yang berada di kamarnya merasa sangat murka dengan perkataannya yang tadi.
Seakan ia merasa jijik harus bertemu dengan pria cacat seperti itu, apalagi sampai menikah dengannya.
Oh.. tuhan, aku harus bagaimana??
Dasar bodoh, kau munafik, Ally karena harus bersikap sok baik didepan mereka!.
Ally mengutuki dirinya yang bertindak sok manis di depan keluarganya. Padahal ia sama sekali tak menginginkan perjodohan sialan ini.
Apalagi ketika ia melihat sebuah rekaman video tentang kekasihnya, Delon yang berselingkuh dibelakangnya. Ally merasa sangat marah saat ini. Tapi hanya satu hal lah yang membuatnya menerima perjodohan ini.
Ally melempar semua benda yang berada didekatnya.
Ia ingin melampiaskan semua kekesalannya dan setelah ia lelah dengan apa yang dilakukannya, ia pun bergegas menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan kemudian merilekskan pikirannya dengan tidur santai di kamarnya yang lain.
***
Colin menyuruh anak buahnya untuk membelikan mobil keluaran terbaru untuk Nicky. Setelah beberapa jam menunggu, akhirnya mobil yang ia minta sudah sampai diperkarangan rumahnya dengan supirnya yang mengendarai mobil itu.
Colin mencari Nicky dengan perasaan yang tidak sabaran. Colin ingin sekali menunjukkan mobil keluaran terbaru yang dimaksud Nicky.
Rasa yang tidak sabaran ini hampir saja membuat Colin terjatuh dari atas tangga ketika ia ingin menuruninya. Tongkat yang digunakannya bergoyang-goyang dan untung saja Emma yang melihat itu langsung menolongnya.
Kalau tidak, Colin mungkin sudah jatuh dari atas tangga.
"Kenapa kau terburu-buru seperti itu, Nak?" tanya Emma sambil membenarkan tongkat penopang itu dan posisi Colin agar ia dapat kembali berjalan dengan baik.
"Dimana Nicky?" Colin tak menghiraukan pertanyaan Emma dan kembali bertanya kepada Emma keberadaan Nicky.
"Dia dikamarnya, Nak" jawab Emma.
Colin tersenyum lebar dan kembali berjalan menuju kamar adiknya, Nicky.
Emma yang melihat itu merasa sedikit terkejut. Tapi ia segera tepis pemikiran negative yang sering melanda kepalanya. Apalagi ketika ia melihat Colin dengan sangat senang mencari Nicky.
Colin mengetuk pintu kamar Nicky dengan pelan.
Terdengar jelas erangan kasar dari dalam kamar itu.
"Siapa?" tanya Nicky dari dalam kamar yang sedang memainkan hpnya.
"Nicky, keluarlah. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu" ucap Colin dari luar kamar Nicky.
Colin tampak gembira ingin menunjukkan mobil keluaran terbaru yang sudah dibelinya untuk Nicky.
Nicky pasti suka dengan mobilnya..
Nicky membuka pintu kamarnya dengan earphone yang masih bersatu di telinganya.
Terlihat jelas raut wajah malas Nicky ketika menatap Colin.
"Menunjukkan apa?" tanya Nicky tanpa basa-basi dan memalingkan wajahnya untuk tidak menatap Colin ke layar ponselnya.
Karena menurutnya, bila menatap Colin seperti menatap penyakit yang selalu menempel ditubuhnya.
"Ayo, ikut denganku!" tanpa Colin sadari, ia menggenggam pergelangan tangan Nicky dengan semangat sampai membuat Nicky terkejut.
"Lepaskan tangan kotormu itu dari tanganku!" bentak Nicky dan segera menghempaskan tangan Colin yang masih menempel di pergelangan tangannya. "Aku tidak sudi kau menyentuhku dengan tangan laknatmu itu!"
Penghinaan itu teramat sakit yang menjalar ke seluruh tubuh Colin. Tapi Colin tak ambil pusing dengan penghinaan itu, karena ia yakin ketika Nicky melihat mobil yang diinginkannya, Nicky pasti akan memeluknya dan mengatakan terima kasih dengan nada bahagianya.
"Maafkan aku. Baiklah, kau sekarang ikut denganku karena aku ingin menunjukkan sesuatu padamu" ucap Colin dengan genangan air mata yang sudah memenuhi seluruh matanya tapi tetap saja ia berkata dengan sangat ceria bagaikan tak ada beban masalah.
Jika saja ia berkedip, mungkin air mata itu akan jatuh.
"Kau pikir kau siapa yang seenaknya menyuruhku untuk mengikutimu" Nicky hampir saja kembali menutup pintu kamarnya, tapi secepat mungkin Colin menahan pintu itu agar tak tertutup.
"Aku mohon, ikutlah denganku. Aku mohon," Colin meyakinkan Nicky untuk ikut bersamanya.
"Huhhh... baiklah, aku akan ikut denganmu karena aku tak ingin melihat wajah bodohmu yang berpura-pura bahagia membujukku" kata Nicky dengan nada datar.
Sekali lagi, Colin bersabar untuk tidak terlihat lemah dihadapan adik yang paling disayanginya ini. Colin tersenyum lebar dan segera pergi dengan Nicky yang sebelumnya meletakkan ponselnya di atas kasur dan mengikuti Colin dibelakangnya.
Colin mengambil kain merah yang sudah disediakannya untuk menutup mata Nicky.
"Untuk apa kau menutup mataku? apa kau ingin membunuhku?" pertanyaan itu tepat sekali membuat Colin semakin melemah, tapi ia sadar, Nicky pasti akan senang kepadanya.
"Tidak, aku tidak akan membuat hal seperti itu pada adikku. Aku hanya ingin menunjukkan sesuatu padamu" jawab Colin dengan tenang.
itulah Colin, ia selalu bisa menguasai dirinya untuk tidak terlihat seperti lelaki lemah dan berucap dengan biasa seperti tak ada beban yang melingkupi hidupnya.
Dan setiap perkataan tajam keluarganya, ia menganggap bahwa keluarganya sangat peduli padanya walaupun dengan kata-kata menyakitkan.
Nicky mengangguk dengan malas dan Colin segera mengikatkan kain merah itu untuk menutupi mata Nicky.
"Jangan menyentuhkku!" sambar Nicky dengan cepat.
Mendengar itu, Colin menyuruh seorang pelayan untuk membantu Nicky berjalan karena Nicky tak ingin disentuh olehnya.
Setelah sampai di luar rumah, terpampang jelas mobil keluaran terbaru yang masih mengkilat di depan rumah.
Colin segera melepaskan kain merah itu dan menyuruh Nicky untuk membuka matanya.
"Buka matamu" kata Colin dengan gembira.
Nicky membuka matanya dan ia melihat mobil yang sangat diinginkannya berada di hadapannya.
"Apa kau suka?" tanya Colin dengan senyuman lebar di wajahnya yang membuatnya semakin tampan.
Nicky terdiam memandang ke arah depan. Dan tiba-tiba saja sebuah kunci mobil yang berada di telapak tangan seseorang berada di depan matanya.
"Ambil-lah, aku tau kau pasti sangat menginginkan mobil ini" Colin memberikan kunci mobil itu dengan sebelah tangannya karena sebelah tangannya lagi memegang tongkat penopangnya.
Awalnya Nicky merasa sangat takjub, ia sampai tak bisa berkata apa-apa. Tapi lama kelamaan ketika menyadari siapa yang memberikan mobil mewah itu padanya, ia segera memalingkan wajahnya.
"Kenapa? apa kau tak suka? kau bisa melihat-lihat mobil itu dulu. Ayo, aku akan menunjukkannya" Colin dengan tanpa sadar memegang pergelangan tangan Nicky.
Nicky yang menyadari itu segera menghempaskan tangannya dan membuat Colin menoleh.
"Ada apa?" tanya Colin dengan dahi berkerut.
Colin pun menyadari apa yang ia lakukan.
"Pantas saja dia marah padaku. Aku tau pasti kau menyukainya, Nicky" Colin berkata dalam hati dan kembali tersenyum pada Nicky.
Melihat diamnya Nicky, Colin merasa sedikit heran dan mengambil tangan Nicky lalu memberikannya kunci mobil itu.
Saat ingin melangkah pergi, Colin berhenti dan menoleh karena Nicky memanggil namanya. Rasa senangnya mulai muncul.
Mungkin saja Nicky akan segera memeluknya dengan erat.
itulah yang yang selalu dipikirkan Colin.
"Hmmm..." Nicky sedikit bergumam dan berjalan mendekat ke arah Colin dengan wajah datar.
Colin merasa sangat senang ketika Nicky berjalan ke arahnya.
"Berarti dia menyukainya.." ucap Colin dalam hati dengan perasaan gembira,
Senyuman sinis terukir di wajah Nicky, dan tiba-tiba saja Nicky melemparkan kunci mobil yang diberikan Colin padanya, tepat didada Colin.
Dengan cepat Colin menangkap kunci mobil itu yang hampir jatuh.
"Aku tidak butuh semua barang yang kau berikan padaku" ucap Nicky dengan senyuman iblisnya dan berlalu begitu saja melewati Colin. Nicky menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Colin. "Oiyaa satu lagi, mobil itu jadi kotor karena kau sudah menyentuhnya"
Tanpa memeperdulikan perasaan Colin, Nicky berkata seenaknya dan pergi dari sana dengan wajah mengejek.
Colin menatap kepergian Nicky yang sudah menjauh dari hadapannya.
Rasanya kakinya begitu lemas, seluruh tubuhnya seakan berhenti.
Ia salah besar karena mengira Nicky akan memeluknya erat. Tapi nyatanya, adiknya menghinanya kembali.
Setetes demi setetes, buliran air asin sudah berhasil lolos untuk membasahi seluruh wajahnya.
Ia memejamkan matanya dengan tenang dan lama, menetralkan pikirannya.
Apa kau tidak sayang padaku, Nicky?"Colin mengucapnya dengan pelan dengan mata yang masih tertutup.
Colin menggenggam kuat kunci mobil itu dan berjalan dengan terpincang-pincang menuju kamarnya.
Saat sudah dengan benar ia menaiki tangga, ia mendengar tawa nyaring dari dalam kamar adiknya.
"Kau tau, dia sangat menjijikkan. Karena hanya memberikan mobil terbaru itu, ia bisa merebut hatiku? Ohh.. tentu tidak! dia bahkan lebih menjijikkannya dari binatang" perkataaan yang sangat menyakitkan itu terdengar langsung oleh Colin dan ia sangat tahu siapa yang menjelek-jelekkannya.
Kini Colin tak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar.
Ternyata bukan secara terang-terangan saja Nicky menghinanya, tapi dibelakangnya pun, ia selalu menghinanya.
"Sebegitunyakah kau membenciku, Nicky?"
Colin terhenti sejenak kemudian berjalan lagi menuju kamarnya.
.
.
.
Tbc
ns 15.158.61.8da2