Versi full on wattpad...
----------------------------------------------------------
Pagi harinya, hal yang tak seharusnya terjadi pun terjadi kembali di meja makan.
Semua menatap benci ke arah Colin ketika Colin berjalan ke arah meja makan yang dibantu dengan tongkat penopangnya.
Saat sudah berada di meja makan, Emma membantu Colin untuk duduk dan membantu Colin untuk mengambil makanannya. Setelah melakukan itu semua, Emma kembali berdiri di sisi Colin.
"Kau pergilah, Emma" Colin tersenyum kepada Emma bahwa ia tidak apa-apa.
Emma yang melihat senyuman tulus Colin pun, ia mengangguk dan pergi.
"Pagi," sapa Colin menatap keluarganya sambil tersenyum lebar layaknya tak terjadi apapun pada dirinya.
Senyuman itu memudar menjadi senyuman tipis yang dipaksakan ketika semua orang tak ada yang membalas sapaan nya.
Sangat menyakitkan bukan, bila tak ada yang membalas sapaan mu??
"Pagi juga, cucuku" Mr. Rilland yang mengetahui perubahan raut wajah Colin pun membalas sapaan Colin dan mengalihkan pandangannya ke keluarga yang menatap makanannya, seakan akan tak ada Colin di situ.
Colin tersenyum mendengar sapaan kakeknya walau terlihat jelas raut kekecewaan di wajahnya.
Hanya dentingan sendok dan garpu yang menghiasi suasana hening namun menyakitkan ini.
"Kakek, aku ingin membeli mobil keluaran terbaru" Nicky menatap Mr. Rilland dengan tatapan memohon.
"Bukankah kau baru saja membeli mobil. Kenapa ingin beli lagi?" tanya sang kakek dengan bingung.
"Kakek, aku ingin menunjukkannya pada teman-teman ku, kek" Nicky memohon pada kakeknya.
"Tidak. Kakek tidak mau membelikan mobil itu untukmu. Kau selalu saja menghambur hamburkan uang. Apa kau pikir mencari uang itu mudah?"
Colin yang mendengar itu pun mulai membuka suara.
"Biarlah dia membelinya, kek" bela Colin. "Mobil apa yang kau inginkan?" Tanya Colin sambil memakan makanannya dan menatap Nicky.
Tetap saja Nicky membuang pandangannya tak ingin menatap Colin.
"Kau tak usah ikut campur dalam urusanku, lagipula aku tak akan meminta apalagi menerima barang pemberianmu" ucap Nicky sambil berdiri dari kursinya dan pergi.
Mr. Rilland hanya menggeleng melihat tingkah laku keluarga nya terhadap Colin.
Hanya karena harta saja mereka sudah begitu membencinya. Untung saja Mr. Rilland memberikan semua hak waris, properti dan perusahaannya kepada Colin. Kalau tidak, mungkin seminggu saja perusahaan mereka sudah bangkrut karena ketidak pandaian dan pemborosan yang mereka lakukan.
Kini yang hanya tersisa di meja makan adalah, Mr. Rilland, Damien, Colin dan mama papa Colin.
Ralat, bukan mama, papa Colin. Bahkan mereka tak mengaggap Colin sebagai anaknya sendiri.
Setelah menghabiskan makanan, Damien segera mengambil kunci mobilnya di meja TV untuk pergi ke suatu tempat, begitupun mama dan papa Colin lebih memilih meinggalkan anaknya dengan kakek tua itu.
Yang tersisa kini hanyalah Colin dan Mr. Rilland yang masih berada di kursi mereka.
"Siap untuk kekantor, cucuku?" tanya Mr. Rilland.
"Iya, kek" jawab Colin sambil meminum air mineral.
Emma yang selalu melihat Colin dari jauh ketika makan, pun hanya bisa terdiam dan kembali menangis. Dan Emma tau bahwa bukan saatnya ia untuk menangis. Emma berjalan menghampiri Colin membantu Colin untuk berangkat ke kantor. Ia akan menangis mengeluarkan semua kesedihannya ketika sudah malam.
Emma menghampiri Colin dan membantunya untuk berdiri.
Colin yang melihat itu merasa sangat aneh dengan penampilan Emma.
"Ada apa denganmu? Apa kau menangis?" terka Colin yang membuat Emma berhenti seketika karena takut.
Emma berbalik dan tersenyum lebar pada Colin. "Aku tidak menangis, hanya saja aku tadi memotong bawang dan sialnya bawang itu menusuk mataku hingga perih seperti ini"
Mendengar itu, Colin merasa sedikit lega dan mengambil tongkat penopangnya dari tangan Emma.
Colin tersenyum pada Emma, begitupun Emma kembali tersenyum pada Colin dan Emma membantu Colin untuk sampai dimobilnya.
"Baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa" pamit Colin ketika ia sudah berada di dalam mobil.
"Sampai jumpa" Emma melambaikan tangannya ketika mobil yang dinaiki Colin sudah mulai pergi dari perkarangan rumah.
***
Sesampainya Colin dikantor, ia disambut hangat oleh pegawai-pegawainya.
Colin pun membalas sapaan mereka dengan senyuman.
Karena ia tau, bagaimana bila sapaan atau senyuman yang tidak di respon.
Colin berjalan dengan tongkat penopang menuju ruangannya.
Orang-orang yang bekerja bersama Colin sangat baik dan ramah, perempuan-perempuan yang bekerja di perusahaan Colin, tidak seperti jalang-jalang yang berada di perusahaan lain. Begitupun pegawai lelaki yang bekerja disana, tidak terlalu menggatal terhadap perempuan.
Karena Colin sudah menetapkan peraturan seperti di perusahaannya. Maka dari itu semua karyawannya senang dengan pendapat Colin.
Apa yang selalu disampaikan Colin, selalu dituruti mereka dan melaksanakannya dengan baik.
Itulah, banyak yang ingin bekerja dengan Colin. Selain tampan, ia juga berkepribadian dewasa dan ke bapakan bila menurut banyak wanita yang melihatnya.
Walau ia cacat, tapi banyak wanita ingin menemaninya. Bukan hanya sekedar di ranjang, tapi ingin menemani Colin selamanya.
Bahkan ada pegawai Colin yang sangat bersemangat bekerja dengan Colin tanpa pernah absen sekalipun.
Para pegawai pria tidak pernah iri terhadap atasan nya. Karena sikap Colin yang bisa terbilang dekat dengan pegawai-pegawainya.
Ada juga pegawai pria yang menyukai seorang wanita di perusahaan itu.
Tapi yang paling menyenangkannya, atasan mereka sangat baik. Colin terkadang bisa membaca raut wajah para pria yang bisa terbilang cemburu melihat kedekatan wanita disukainya dengan Colin. Dan Colin menebaknya dengan asal tapi benar, semua pegawai prianya terkadang bercerita pada Colin tentang wanita yang disukainya.
Colin pun mendukung itu, tapi satu hal yang Colin tidak inginkan di perusahaanya, yaitu bila para pegawai prianya melakukan hal tak senonoh kepada pegawai wanita yang disukai mereka.
Mereka tidak keberatan dengan keputusan itu.
Bila mereka mendapatkan kekasih idaman mereka dan berakhir di altar, Colin selalu datang ke pernikahan pegawainya. Colin turut senang mendengar para pegawainya mendapat kekasih idaman mereka. Dan bila mereka sudah menikah, para pegawainya tetap ingin bekerja dengan Colin.
Dan itu di terima dengan senang hati oleh Colin.
Pekerjaan yang mereka lakukan pun sangat memuaskan. Bila ada kesalahan, Colin tidak akan memarahi pegawainya. Malahan ia akan memuji pegawainya karena sudah jujur.
Colin merasa sangat senang karena para pegawainya yang selalu mendukungnya. Begitupun para pegawainya yang bekerja dengan Colin. Dan terkadang mereka tak ingin pergi dari perusahaan itu semenitpun.
Colin mengerjakan pekerjaan yang sudah disiapkan sekretarisnya di meja. Ia hanya tinggal mendatangani dokumen-dokumen penting dan melihat jadwal meetingnya dengan kliennya.
Jam menunjukkan pukul 5 sore dan Colin harus secepatnya pulang karena harus bersiap-siap untuk acara makan malam dengan keluarga sahabat kakeknya.
Colin berjalan dengan susah payah. Sekretarisnya yang melihat itu langsung menawarkan bantuan.
"Mau saya bantu, sir?" Tanya sekretarisnya yang bernama Lyanna.
"Tidak, Lyan. Aku bisa berjalan sendiri. Dan infokan kepada semua orang yang ada disini, bahwa mereka boleh pulang lebih awal karena pekerjaan hari ini tidak begitu banyak. Dan bila mereka lembur, suruh mereka untuk besok saja mengerjakannya"
Lyannna tersenyum tulus pada Colin, bukan tersenyum nakal. Karena Lyanna tau, bahwa Colin tidak menyukai wanita yang seperti itu dan Colin tetap tidak akan tertarik padanya.
Lyanna segera mengumumkan pemberitahuan itu kepada para pekerja di perusahaan ini.
Ketika mendengar itu, mereka semua kembali menyapa dan mengucapkan terima kasih.
Bisa terbilang, Colin seperti bukan seorang CEO disitu, Colin terlihat seperti pria ramah namun kaya.
Biasanya seorang CEO terlalu mendatarkan wajahnya dan sikapnya yang dingin membuat seluruh orang takut, bahkan itu selalu membuat orang-orang yang bertemu dengan CEO seperti itu, banyak mengumpat dalam hati dan hanya mendapat dosa karena beribu-ribu umpatan.
Colin menaiki mobilnya dan seorang supir mengemudikan mobil nya dengan kecepatan normal.
***
Setelah menghabiskan banyak waktu, kini saatnya acara makan malam dua keluarga yang bisa terbilang berlangsung dengan baik.
Bukan berarti sangat baik!
Meja makan yang seharusnya berisi tentang canda, obrolan sekaligus tawa menjadi hening seperti tak ada orang yang berada disitu.
Beberapa lama keheningan tercipta, akhirnya ada seseorang yang memecah suasana.
"Jadi, bagaimana tentang perjodohan kalian?" Tanya sang kakek yang merupakan kakek dari Colin.
Mama, papa Colin beserta Nicky dan Damien terkejut mendengarnya.
Mereka berempat segera menoleh ke arah Colin dan Mr. Rilland dengan pandangan bingung.
Sedangkan Colin, ia menatap sebentar ke arah Mr. Rilland. Colin takut bahwa gadis itu tak menerima lamarannya dan itu pasti akan sangat memalukan.
"Hmm.. Jadi bagaimana Ally?" Tanya Mr. Steven yang berada disamping Ally.
"I'm sorry, kurasa aku masih butuh waktu" ucap Ally sambil memandang Mr. Rilland dan tanpa sadar, tatapan Ally bertemu dengan mata biru milik Colin.
Colin lebih dulu memutuskan kontak mata dengan Ally, mungkin ia takut Ally akan menolaknya.
"Dan kau, Colin?" tanya Mr. Rilland.
"Me too, rasanya aku butuh waktu menjawabnya" ucap Colin sambil menatap makanannya.
Damien sekilas melihat wanita yang dijodohkan Mr. Rilland untuk Colin.
Cantik!
Satu kata itu yang dapat di deskripsikan Damien saat ini.
Damien tersenyum miring dan kembali memakan makanannya.
Suasana hening pun kembali melanda keduanya sampai acara makan malam selesai.
"Baiklah, kami pulang dulu. Selamat malam" pamit keluarga Ally.
Sedangkan Ally menatap datar ke arah Colin, ketika pria itu berdiri dengan tongkat penopang nya.
Keluarga Ally pun pergi menggunakan mobil ferarri mereka meninggalkan perkarangan rumah Colin.
.
.
.
Tbc
ns 15.158.61.6da2