Versi full on wattpad
--------------------------------------------------------
Seperti biasanya,
Colin melakukan terapi di pagi hari dan beristirahat di rumah.
Bisa terbilang ia sangat bosan. Pekerjaan nya sudah di selesaikannya kemarin dengan perasaan sedih.
Kemarin ia lebih memilih mengerjakan pekerjaan kantornya dan melupakan perkataan adiknya.
Seharusnya ia tak pernah bermimpi sampai seperti itu dan berharap bahwa adiknya akan berteriak senang dan memeluknya.
Seharusnya ia juga sadar diri dengan penampilannya seperti ini, ia yakin perjodohan itu pasti akan batal karena pihak wanita tak menyetujui.
Ia yakin akan hal itu..
Karena ia tak ingin terlalu banyak bermimpi yang pada akhirnya ia merasakan sakit sendiri dengan semua bayangan mimpi bodohnya.
Kemudian ia mengambil buku diary nya di laci dan mengambil pena yang menyatu dengan buku diary itu.
Perlahan, ia membuka lembaran-lembaran kertas didalam isi buku itu yang menemani hari sepinya.
Terkadang ia membayangkan bila suatu saat ia akan mendapat kebahagiaan dengan orang yang disayanginya.
Terutama wanita yang dicintainya, Ally.
Ya, kini ia mulai menyukai Ally dan ia yakin Ally akan menolak perjodohan ini.
Entah sejak kapan perasaannya mulai muncul. Mungkin sewaktu pertama kali bertemu dengannya. Dan apakah ini yang disebut cinta dengan pandangan pertama??.
Ia tersenyum kecut mengingat perasaannya yang semakin tumbuh untuk wanita itu. Ketika ia menatap mata Ally, ia merasakan kenyamanan dan berharap Ally menerima perjodohan ini dan hidup bahagia bersamanya.
Lagi dan lagi ia tak boleh terlalu berharap bahwa Ally akan menerima perjodohan ini.
Lagi dan lagi ia harus menyadari keadaanya saat ini.
Tak terasa, air matanya mengalir dan membasahi lebaran kertas yang ingin ditulisnya.
Ia menggerakkan penanya dengan jarinya dan kemudian menuliskan sesuatu di situ.
Mungkin perasaannya, atau mungkin tentang Ally??
Kita pun tak tahu apa yang dituliskannya didalam buku diary itu. Yang kita tahu saat ini, bagaimana semenderitanya dan sesakit perasaannya seorang pengusaha kaya dan ternama. Colin Shean.
Setelah menuliskan diary itu, ia menutup buku itu dan mengusap pelan air mata yang membasahi seluruh wajahnya.
Saat ingin meletakkan kembali buku diary itu didalam laci, suara ketukan pintu pun terdengar.
"Sir, anda disuruh oleh Mr. Rilland untuk turun kebawah" ucap suara itu yang berasal dari luar kamar Colin.
"Baiklah, aku akan segera kesana" jawab Colin dengan pelan dan mengambil tongkat penopangnya di sebelahnya yang berada di atas kasur.
"Apa mau saya bantu untuk turun, Sir?" suara itu berasal dari Emma yang selalu setia menunggu Colin. Dan Emma tau bila Colin pasti kesulitan untuk turun tangga.
"Iya," Colin membukakan pintunya dan Emma dengan siap membantu Colin. "Siapa yang datang, Em?"
"Anda bisa tau sendiri nanti, Sir" Emma tersenyum penuh arti dan mereka berduapun berjalan menuruni tangga dan terlihat jelas siapa yang datang.
Keluarga Ally.
Colin begitu terkejut dengan kedatangan keluarga Ally di rumahnya. Banyak orang yang berada di situ termasuk keluarganya sekalipun. Dan tak bisa dipungkiri, keluarga Ally datang pasti membahas tentang perjodohan dirinya dengan anak sulungnya.
"Ahhh... akhirnya cucuku turun juga" Mr. Rilland berjalan kearah Colin yang sudah berdiri sempurna di sisi tangga.
Seluruh keluarga menatap benci kearah Colin dan mereka semua sangat yakin bahwa Ally pasti tidak akan menyetujui perjodohan dengan oramg cacat ini.
Mereka saling berpandangan terutama Nicky yang paling membenci Colin. Nicky tersenyum meremehkan ke arah Colin. Colin yang melihat senyuman itu, ia segera mengalihkan pandangannya.
Mr. Rilland yang sudah berada disisi Colin, kemudian merangkul Colin dan bertanya pada Colin.
"Colin, apa kau menerima perjodohan ini?"
Pertanyaan itu membuat Colin tak berkutik dan matanya tertuju ke arah Ally yang sedang duduk di sofa sambil meminum minumannya.
Sungguh, ia sangat bingung kali ini.
Mr. Rilland yang mengerti situasi cucunya pun memanggil Ally.
"Ally, kemari nak"
Ally pun menoleh dan mengernyitkan dahinya. Ally pun beranjak dari duduknya dan menghampiri Colin dan Mr. Rilland.
Sejenak kemudian Colin terdiam melihat penampilan Ally yang begitu cantik dengan kemeja wanita yang berlengan panjang berwarna putih dan celana hitam yang menambah kecantikannya dari bentuk tubuhnya yang ideal.
Colin pun sadar dari lamunannya karena tepukan pundak dari kakeknya. Dan untung saja kakeknya tidak melihat dirinya menatap Ally secara terang-terangan.
Kalau tidak, ia pasti akan malu karena tertangkap basah melihat kecantikan Ally.
Lagi lagi ia salah besar.
Mr. Rilland mengetahui bahwa cucunya sedang menatap jodohnya dengan tatapan memuja.
Maka dari itu, Mr. Rilland membuyarkan lamunan Colin dengan menepuk pundak Colin.
"Apa kau menyetujui perjodohan ini, Ally?" tanya sang kakek kepada Ally yang sudah berdiri dihadapan sang kakek dengan pria yang dijodohkannya.
Ally melirik sejenak ke arah pria yang mematung takut di tempatnya ia berdiri.
Colin menghela nafas pasrah.
"Aku mau" ucap Ally dengan senyuman terindah yang terlukis di wajahnya.
Colin terkejut mendengar penuturan yang dikatakan Ally begitupun seluruh keluarga yang berada disitu kecuali keluarga Ally, dan satu seorang pria yang tengah duduk santai sambil meminum minumannya dan tersenyum sinis.
Apa ia salah dengar??
Colin meneguk salivanya sendiri yang terasa berat. Ia menatap Ally dengan tatapan tak percaya.
"Apa kau sudah mendengar itu cucuku?" Tanya Mr. Rilland dengan senyuman menggodanya.
Colin diam tak berkutik, ia tak tahu harus mengatakan apa.
Apa ia bermimpi?
Colin mengalihkan pandangannya ke arah Ally yang sedari tadi sudah menatapnya sambil tersenyum.
Ia membalas senyuman Ally dan kemudian mengangguk.
"Apa kau setuju menikah denganku?" Tanya Ally malu-malu.
Colin terdiam.
Entah angin apa yang datang ke kepalanya sampai ia diam seribu bahasa dan diam tak berkutik seperti ini.
Kenapa ia menjadi pria lemah?
Mungkin karena rasa tak percaya.
Colin menghembuskan nafasnya pelan dan mengangguk.
"Yes. And you, will you marry me?" Tanya Colin ragu-ragu.
Manik matanya memancarkan cahaya bahagia yang tak terhingga.
Mungkin tuhan sudah merencanakan yang terbaik untuk dirinya.
Dan kita juga tidak tahu, tuhan akan merencanakan hal apalagi.
Kebahahagian kah??
Penderitaan kah??
Biarlah penderitaan itu musnah dengan sendirinya. Biarlah kebahagiaan itu datang dengan sendirinya.
Semuanya sudah di rencanakan Tuhan, dan kita tak mungkin mengelaknya.
Ally mengangguk dan diluar dugaan Colin, Ally memeluknya erat seakan tak ingin melepas pelukan itu.
Colin mengangkat kedua tangannya untuk membalas pelukan Ally, tapi sebelum itu, ia memberikan tongkat penopangnya kepada Kakeknya yang tersenyum bahagia ke arahnya.
Colin membekap Ally didada hangatnya untuk merasakan kehangatan yang diberikan Ally kepadanya. Kehangatan yang tak pernah ia rasakan selama ini.
Semoga saja Ally juga merasakan kehangatan yang sama dan mencintainya untuk selamanya dan bahagia bersamanya.
Dan semoga saja itu terwujud..
.
.
.
Tbc
ns 15.158.61.6da2