Sepeninggal Bang Rijal dan angkotnya, aku segera mandi membersihkan diri. Kemudian menyiapkan sarapan untuk suami dan anak-anak. Aku sudah rapih ketika menyuguhkan secangkir teh lemon hangat untuk suamiku. “Dari mana kamu semalaman Dek?” tegur suami dengan nada lembut tanpa menyelidiki atau menghakimi. Aku pun duduk disampingnya, kemudian kuceritakan, bagaimana seharian kesana kemari mencari pekerjaan. Bagaimana aku mendapat telepon untuk datang ke Jakarta, hingga kemalaman karena diajak makan malam oleh Boss beserta sekretarisnya. Hingga aku kehabisan kendaraan umum yang menuju Tangerang, sampai aku harus sambung menyambung memutari kota Jakarta, gonta-ganti kendaraan utk sampai ke Tangerang. Dan Persis pukul 04.00 aku baru sampai di terminal daerah kami tinggal. Terpaksa aku berbohong soal perkosaan yang aku alami tadi malam. Suamiku terharu mendengar kisahku, “Sudah Abang bilang kamu di rumah saja gak perlu cari kerja Dek. Klo begini kan Abang jadi khawatir. Beruntung kamu ketemu Mas Rijal yang baik hati mau mengantarkan kamu pulang kesini Dek.” Aku meminta maaf dan berjanji gak akan mengulanginya lagi. Kehidupan kami terus berlanjut, aku pun sudah mulai bekerja sebagai Office Girl di gedung itu. Setiap hari aku menggunakan bus jurusan Kp. Rambutan-Tangerang, menghabiskan waktu kurang lebih 1,5 jam beserta dengan kemacetannya. Namun kejadian perkosaan yang berturut-turut aku alami, menjadikan sisi gelapku muncul kepermukaan. Alter ego-ku mulai menampakkan geliat kehidupan. Aku mulai aktif kembali membuka akun Twitter yang lama aku campakkan tak tersentuh. Awalnya hanya sekedar iseng, namun justru semakin menarik aku ke dalam dunia khayal yang begitu menggoda. Beberapa dirrect message aku baca, ada tawaran yang menarik disana. Akun @ikhwan_nakal mengajakku nikah siri, aku hanya tersenyum membacanya tanpa ku tanggapi. Mataku terpaku pada pesan yang masuk, kulihat tanggalnya setahun yang lalu, “Hallo Mbak, bisa dibooking ya? Klo boleh tahu berapa tarifnya? Hubungi 08132157xxxx.” Begitu kurang lebih bunyinya. Jariku mengetik pesan balasan, “Bisa Om, 3 juta semalam jika berminat bisa transfer DP ke rekening 7129xxxxxx Bank Syariah Berdikari atas nama Maryam Jameellaa. Demikian isi balasanku, nothing to lose, karena itu pesan setahun yang lalu. Aku gak berharap banyak. Beberapa pertanyaan yang sama kubalas pula dengan jawaban sama. Tak disangka balasanku pada akun @pria_idaman67 mendapat respon yang cepat. “Sudah Om transfer yaa..ini buktinya. Siapkan diri Mbak nya dua malam tanggal xx s.d xx.” Kubuka gambar terlampir dalam balasan itu. Nominal 6 juta, aku tergesa menuju ATM untuk mengecek kebenarannya. Dan ternyata yaa..uang itu sudah disana. Aku tertegun, bagaimana caraku menghindar? Sejatinya kemarin aku hanya iseng saja, karena aku yakin pesan setahun yang lalu itu gak akan ada respon. Terlebih harga yang kupatok cukup tinggi, dan aku tidak melampirkan foto diri. Pastinya akan membuat orang waras berpikir untuk transfer uang sebanyak itu. Perangpun dimulai, nuraniku berkata agar mengembalikan uang itu dan meminta maaf atas keisengan yang kubuat. Namun iblis berbisik, ambil saja uang itu…Iblis pun bersorak kegirangan ketika jariku membalas pesan itu. “Siap Om, ini WA saya 0821 xxxxxxxx, ini foto saya Om, panggil saja Ella..” kutekan tombol send. Deg-degan kutunggu respon berikutnya. Tak lama kemudian…. “Wahhhhh gak salah saya pilih Ella, ternyata wanita Sholehah yaa.” Aku tersindir dengan sebutan Wanita Sholehah ?????? Bagaimanapun apa yang kulakukan ini tidak dibenarkan baik hukum agama maupun hukum formal yang berlaku di NKRI. Tak lama berselang, sebuah notifikasi pesan masuk di aplikasi WhatsApp. Buru-buru aku baca… “Assalamualaikum Ella Cantik, ini saya Rachmat ??????.” Kuperhatikan profilenya, lelaki paruh baya berambut putih itu, dengan kulit legam kehitaman, bertubuh gempal jauh dari kesan ganteng dan menawan. “Wa’alaikumsalam Om, salam kenal, saya Ella ??????,” jawab ku Sejurus kemudian, “Jangan panggil Om dong sayang. Panggil aja Amaq. Amaq dah gak sabar nih ketemu kamu sayang.” Disela-sela kesibukanku sehari-hari, kami berkomunikasi intens. Mereka-reka rencana, apa saja nanti yang akan kita lakukan bersama. Aku pun mencatat dengan baik segala permintaan beliau sebagai customer yang harus mendapatkan prioritas. Aku hanya perlu mencari alasan agar bisa menginap selama dua malam di Jakarta. Setelah berpikir keras, maka aku memberanikan diri meminta ijin suamiku. Bahwa perusahaan mengadakan Gathering untuk seluruh karyawan selama 2 hari diluar kota, dan aku diminta ikut oleh atasanku. Awalnya cukup alot mendapatkan ijin, namun akhirnya suami menyerah juga. Restu suami sudah kukantongi, aku pun menyiapkan diri untuk pertemuan nanti. —– Malam itu, disebuah kamar hotel ternama dibilangan Senayan, aku sedang berduaan dengan Amaq Rachmat. Demikian aku memanggilnya. “Sayang, kita mandi yukkkk,” ajak Amaq kepadaku. Aku pun mengangguk tanda setuju. Satu persatu baju kulucuti, matanya nanar menatap tubuh telanjangku. “Sempurna….Amaq gak salah pilih kamu…” decak kagumnya sambil menghampiriku. Dikecupnya bibirku…ingin rasanya muntah, bau rokok bercampur alkohol disana. Tapi semua kutahan, resiko yang harus aku terima, dengan terpaksa kubalas kecupannya. Perlahan dan pasti kami bergerak ke arah kamar mandi. Amaq melucuti pakaiannya sendiri dan menceburkan diri ke dalam bathtub menyusul diriku yang sudah terbaring pasrah dalam air hangat berbusa melimpah. Telaten Amaq menggerayangi tubuhku sambil sesekali jemarinya merangsang payudara dan vaginaku. Tanganku perlahan mengelus kelaminnya yang terkulai lemah. Perlahan-lahan membesar dalam telapak tanganku. Penis standar saja, meski tidak juga bisa dibilang kecil. Jika dibanding dengan suami ku, 11-12 lah, namun jika dibandingkan dengan penis-penis lain sudah berhasil mengobrak-abrik rahimku, jelas penis Amaq bisa dibilang kecil. Maka penis itu sudah bersiap di depan bibir vaginaku, berusaha mendobrak lubangnya. Ahhhh aku mendesah, menyilangkan kakiku di bokong Amaq, pasrah menerima tusukan-tusukan senjatanya. 10 menit berlalu, Amaq pun mengerang penuh kenikmatan. Spermanya berhamburan keluar di dalam vaginaku. Aku kecewa, tapi kepuasan pelanggan harus aku dahulukan, maka aku pun berpura-pura mengerang penuh kenikmatan. Dengan percaya dirinya karena sudah berhasil menaklukan aku, Amaq menggendong tubuhku ke bawah shower. Kami membersihkan diri dibawah sana. Dan sama-sama keluar kamar mandi dengan berbalut handuk. Tak lama Amaq memesan makan malam melalui room service. Kami berpelukan diatas tempat tidur sambil menikmati tayangan televisi, film “Little Children” yang di bintangi oleh Kate Winslet. Adegan demi adegan kita nikmati, sesekali Amaq mengecup keningku. Dan tangannya membelai punggungku yang telanjang. Hingga saat adegan Sarah Pierce yang diperankan Kate Winslet bercinta dengan tetangganya yang ganteng Patrick Willson di atas mesin cuci, aku menjadi bergairah, aku langsung naik keatas perut Amaq, kugesek-gesekan kelaminku. Aku butuh pelampiasan segera. Amaq terkejut dengan serangan yg tiba-tiba, “Kamu nakal yaa…..Amaq suka sekali sayang…muuuaaaaccchh…hmmmm…sshhh..a..aahhhhh” Bibirnya aku kunci dengan bibirku. Tangannya bergerilya di bongkahan pantatku. Ketika aku hendak memasukan rudalnya kedalam memiau-ku. Amaq menahannya. “Sebentar sayang, boleh gak kamu pakai kerudungnya sayang?” pintanya, aku pun mengenakan kerudungku dan menaikinya kembali. “Blessss….ahhhh…uuuuhhh…sayang kamu nikmat sekali…pelacur binal. Pelacur sholehah yang binal….” racaunya disela-sela goyanganku di atas perutnya. Aku tak peduli sebutan yang dilontarkan untukku, fokusku hanya mengejar kenikmatan yang tiba-tiba menyerang organ genitalku untuk dipuaskan. “Terus…sayang..terus..goyang Ukhti ku sayang….ihhhhsss aaaahhssss…ahhhh.” Tubuhku makin liar bergerak, kegatalan itu menjadi-jadi menyerang vaginaku. “Hebat kamu sayang…ahhhh aku mau keluaaaaaarrr..akuuuuhhh mau..keluaaaaaaaarrrrr…” teriaknya. Aku kecewa…aku belum apa-apa, tapi lagi-lagi harus kutelan pil pahit itu. Tubuh Amaq terkulai lemas setelah melampiaskan nafsu hewaninya. Kelamin kami pun terpisah dengan sendirinya setelah si empunya tergeletak tak berdaya. Di bibirnya tersungging senyuman kepuasan. Aku hanya bisa gigit jari meratapi nasib diri. Dengkurannya terdengar lirih, sementara aku masih terjaga. Tak terasa air mata menetes…entah utk apa dan kenapa? Aku merasa sedih dan kecewa. Tapi pada siapa dan kenapa? Hingga aku pun terlelap dalam dekapan dingin malam ruangan kamar ber AC 19 derajat Celsius. Subuh aku terjaga, segera membersihkan diri..tak lupa Ibadah. Entahlah aku tetap beribadah, meski aku merasa yakin Tuhan pun mungkin gak menerima ibadahku. Tapi biarlah itu urusan nanti. Kuhampiri tubuh tambun berkulit gelap itu. Kutatap lekat-lekat laki-laki ini. Sungguh aku tiba-tiba merasa jijik. Tapi segera kubuang jauh rasa itu. Aku harus profesional, tak boleh melibatkan perasaan emosial dalam urusan jual beli ini. Tak berapa lama Amaq membuka matanya. Ditatapnya aku yang masih mengenakan mukenah. “Wahhhh bidadari cantik, habis Ibadah ya?” sapanya dengan suara menguap tanda kantuk masih bersemayam disana. “Yukkkk kita Ibadah bersama…” rayunya menyergap tubuhku. Disingkapnya bagian bawah tubuhku. Dijilatinya dengan rakus. Aku menggeliat kepanasan..entah kenapa aku jadi terbakar gairah dengan sangat mudahnya. “Ahhhhh…..hmmmmm lepaskan dulu Om…..takut kotor mukenahku….” aku mencoba mengingatkan beliau untuk berhenti sejenak. “No…No…No….Amaq suka kostume Ella pagi ini, Pelacur Sholehah….aku perkosa ya…..” Dan lagi, tak berapa lama, Amaq berejakulasi hanya dengan sentuhan dan kocokan tanganku pagi itu… sementara aku hanya bisa menggigit jari lagi. Dua malam itu kami bercinta beberapa kali, dengan kekecewaan yang aku rasakan. Sementara Amaq merasa puas atas layananku dua malam ini. Hingga tiba saatnya berpisah. Amaq memberikan aku bonus lumayan atas jerih payah ku menemaninya saat ini. Aku sempat bercerita soal kondisi suamiku dan anak-anak aku, beliau tersentuh akan ceritaku. Beliau mengeluarkan dompet dari saku celananya, tanpa sengaja sesuatu terjatuh aku refleks mengambilnya di lantai. ID Card. Tanda Pengenal. Siapa Amaq sebenarnya. Aku terhenyak…lelaki buruk rupa ini Seorang Wakil Rakyat. Partai peninggalan masa Orde Baru. Aku mengucapkan terima kasih kepada Amaq karena sudah membookingku. Amaq kemudian meralat ucapanku, bahwa dialah yang seharusnya berterima kasih, karena aku mau menemaninya. Kemudian kami pun berpisah setelah basa-basi, dan berjanji beliau akan menghubungi aku lagi. Aku hanya tersenyum…tak berkata…tak bersuara. Meninggalkan kenangan dua malam ini dengan segala kepedihannya.
ns 15.158.61.20da2