Alhamdulillah anakku lahir dengan selamat, 4 kg dengan jenis kelamin laki-laki. Butuh perjuangan melahirkan anak ini, meski ini anak ketiga tapi karena bobotnya jauh lebih besar dari anak-anakku sebelumnya maka aku seperti gadis kembali yang baru pertama melahirkan. Hampir saja aku menyerah karena lelah, kepala bayi terjepit di vagina dan gak bisa keluar. Beruntung dokter yang menangani aku berpengalaman. Jalan lahirnya dibedah. Aku harus dijahit kembali utk merapatkan vagina. Tapi ada untungnya ternyata aku boleh menentukan kerapatan lubangnya. “Ini mau saya kasih sempit atau biarkan begini aja,” dokter mengajakku bercanda setelah perjuangan hidup mati selesai. “Emang bisa di kecilin dok?” Jawabku malu-malu. “Bisa Bu, nanti saya jahit biar mengecil lagi lubangnya. Tp harus istirahat 3 bulan yaa, gak berhubungan badan dulu. Nanti jahitannya bisa robek lagi…” kekeh dokter sedikit mesum. Wajahku merona merah dan berusaha menenangkan diri. Kesibukanku mengurus bayi dan anak yang lain cukup menyita waktu, hingga aku bisa melupakan urusan seks. Lagipula aku masih ingat pesan Om Yanuar, untuk tidak lagi menjual diri. Aku berusaha menjalankan pesan Om Yanuar. Uang yang diberikan Om Yanuar aku buat warung kecil-kecilan dirumah. Lumayan hasilnya meski gak seberapa tapi yang jelas aku punya kesibukan yang halal. Suamiku sudah sembuh total secara fisik, tapi mentalnya masih trauma terutama soal kejantanannya. Tiap hari dia hanya melamun dan melamun. Aku berusaha menguatkan dan menghiburnya. Perlahan-lahan suami sdh mulai ikhlas dengan takdir yang harus dijalaninya. Keadaan suami normal, semua motorik berjalan baik, kaki, tangan dan lain-lain. Hanya satu, dia sudah tidak bisa ereksi. Kelaminnya hanya berfungsi untuk kencing saja. Aku harus mulai memahami keadaannya. Hingga suatu hari dengar-dengar kabar burung dari teman bahwa di Bekasi ada pengobatan alternatif untuk kejantanan. Klinik Pak H. Kahar. Berbekal tanya sana-sini akhirnya aku dapat juga alamatnya, di daerah Rawa Lumbu. Cukup alot aku merayu suami utk mau berobat. Dia sudah pasrah dan tidak peduli. Hingga akhirnya dia mau mengikuti saranku untuk berobat. Sesuai dengan rencana dan jadwal yang sudah disepakati, akhirnya aku dan suami datang ke sana. (Benar juga yaa kata Netijen kalau Bekasi itu planet lain. Berangkat hari itu dua hari kemudian baru sampai. Ehhhh…??????) Anak-anak sudah kami titipkan ke tetangga yang selama ini sudah seperti keluarga sendiri. Bahkan aku sudah mengantisipasi jika kondisi harus menginap di sana. Si bayi tetap aku bawa karena masih ASI. Tiba di klinik Pak H. Kahar hari sudah sore, antrian lumayan panjang meski tidak padat. Setelah Maghrib barulah giliran kami dipanggil ke dalam ruangan terapi. “Ada masalah apa nih Neng, Mas??” sapa Pak Kahar ramah. Suami diam membisu maka aku berusaha menjelaskan persoalannya. Juga tentang libidoku yang tinggi. “Ohhh itu, nanti akan Abah periksa yaa, si Neng juga nanti harus diperiksa yaa, biar Abah bisa memutuskan jenis terapinya.” Aku hanya mengangguk tanda setuju “Ayoo mas, silahkan berbaring, dibuka dulu celananya, itu ada sarung, silahkan diganti.” pak Kahar menjelaskan apa yang harus dilakukan suamiku. Dipijat dan dielusnya, tapi kulihat suami tanpa ekspresi sama sekali. “Hmmmm…Abah pijat seluruh badan dulu yaa Mas,” sambil meraih minyak zaitun pak Kahar memulai pijatannya dari telapak kaki hingga kepala. Semua disentuhnya dan memakan waktu 2 jam suamiku di terapi. Setelah selesai Pak Kahar memberikan ramuan utk diminum 3x sehari. “Kelihatannya cukup berat Neng kasus suaminya. Hmmmmm…” Pak Kahar menghela nafas berat. Aku yg sdh menduga hanya bisa menatap pak Kahar penuh harap. “Abah akan bantu semampu Abah Neng, jangan khawatir yaa,” pak Kahar mencoba menenangkanku. Suami menuruti apa yg diperintahkan Pak Kahar tanpa suara, kemudian berbaring. Pak Kahar mengenakan sarung tangan karet kemudian memeriksa senjata suamiku. “Sekarang yukk giliran Neng, supaya libidonya lebih terkendali. Silahkan buka semua pakaiannya ganti dengan sarung itu yaa,” lagi-lagi pak Kahar memberikan instruksi. Aku hanya mengikuti perintah nya lagi pula ini bukan pertama kali aku dipijat bapak-bapak. Posisiku tengkurap, pak Kahar mulai memijat telapak kaki, betis dan paha. Tak lupa bokong dan paha dalam pun dipijat oleh pak Kahar. Saat bagian bokong dan paha dalam, aku sedikit melenguh merasakan sakit tapi nikmat. Tubuhku menggelinjang menikmati pijatan pak Kahar, yang lembut tapi bertenaga. Tubuhku terasa sakit namun juga rileks pada saat yang bersamaan. Pijatannya beralih ke punggung dan kepala. Badan terasa nyaman dan rileks. “Balik badannya Neng,” perintah Pak Kahar. Aku memegang sarung agar tidak copot, ikatannya sudah lepas sejak tadi. “Kasihan si Neng yaa…masih muda harus mengalami hal seperti ini. Nanti Abah obatin yaa Neng,” sambil mengurut pahaku bagian depan, Pak Kahar mengajak ngobrol. Suamiku kutengok, keluar ruangan sambil menggendong bayiku. Sepertinya hendak mencari angin segar diluar. Pak Kahar menaikan kain sarungku ke atas perut, otomatis bagian bawahku terekspos. Celana dalam hitam kesukaan suamiku masih melekat di tempatnya. Menutup rapih vaginaku. Sesekali aku merasa jari pak Kahar mengelus bibir vaginaku, yang membuat aku merinding dilanda birahi. Tak lama pijatan beralih ke dada. Dipijatnya dada bagian atas persis di atas payudara hingga ke leher dan pundak. Kurang lebih 1,5 jam pak Kahar memijatku. Badanku terasa fresh, namun becek di bagian bawah. Aku merasa gak nyaman dengan kondisi celana dalamku yang terasa lengket. “Masih bagus semua saraf si Neng mah…masih normal,” celoteh pak Kahar. “Cuma memang keputihannya banyak yaa Neng, ini harus diobati cukup berbahaya kalau didiamkan.” Penjelasan Pak Kahar membuat aku malu. Sebetulnya menurut dokter pun begitu, aku sering mengalami keputihan dan gatal sekali. Dokter memang menganjurkan di terapi untuk mengurangi keputihannya. Sejatinya penjelasan Pak Kahar bukan hal yang baru buatku dan suami. Namun tetap saja terasa malu kalau diketahui orang lain. Dan Pak Kahar Posisinya adalah orang lain. Aku hanya mengangguk pelan tanda setuju. “Baiklah Abah kira cukup hari ini yaa. Ini Abah kasih resep Neng, minum ramuan ini. Kemudian Abah berharap kamu dan suami datang lagi kesini berobat ke Abah. Gak usah khawatir kalau memang gak punya uang insyallah Abah bantu demi kebaikan Neng dan keluarga.” Aku merasa terharu atas kebaikan pak Kahar. “Saran Abah kesini lagi pas masa subur yaa Neng. Kapan masa suburnya?” Tanya Pak Kahar menanyakan hal yang pribadi. Aku bersemu namun ku jawab juga. Aku jelaskan bahwa siklus datang bulanku normal selalu sama di kisaran tanggal 25 – 4 setiap bulannya. “Nah kalau gitu kesini lagi tanggal 10 yaa, Abah tunggu, gak usah pikirin tarifnya. Yang sabar yaa Neng, banyak do’a sama Allah minta kesembuhan.” Malam itu kami pun kembali ke rumah dan berjanji akan kembali ke Bekasi sesuai jadwal yang ditentukan. —– Singkat cerita aku dan suami kembali mengunjungi Klinik Pak Kahar tanggal 10. “Gimana kabarnya Neng, Mas.” Sekali lagi pak Kahar menyapa kami dengan ramah. Kulitnya hitam namun bersih. Perawakannya juga sedang tidak kekar, tidak juga kerempeng. Jenggotnya menghiasi dagunya. Dan jenggot inilah bagi aku daya tarik seksual. Aku menjelaskan bahwa gak ada perubahan untuk suami, padahal ramuannya rutin diminum. Sedangkan untuk aku, keputihannya memang sedikit berkurang, tapi….. Aku tidak meneruskan penjelasanku. “Tapi kenapa Neng?” Cecar Pak Kahar. “Anu…Bah..anu…,” aku pun menyebut Abah sesuai dengan keinginan Pak Kahar. “Anu kenapa? Kenapa anunya? #ehhhh,” pak Kahar mencoba berkelakar. Aku hanya tersipu malu gak tahu harus gimana. “Gak Tahu Bah…tapi saya merasa kok makin sensitif yaa. Kesenggol dikit aja udah….” sekali lagi aku terputus ucapan, merasa gak enak hati mengutarakannya. Pak Kahar kelihatan tersenyum. “Ohhh itu biasa dan wajar, Neng, seluruh organnya normal dan aktif. Ditambah sudah lama kan gak ditengokin suami?” tanya Pak Kahar Kembali. Aku hanya mengangguk. “Makanya sekarang Abah mau pijat kamu lagi untuk menurunkan libido Neng yang tinggi. Nanti Abah obatin yaa .. Neng sabar aja dan percaya sama Abah.” Setelah suamiku dipijat oleh Pak Kahar, kini giliran aku untuk dipijatnya. Aku sudah bersiap diri. BH dan semua baju kulepas hanya celana dalam saja masih aku pakai. Aku mengenakan sarung yang disediakan. Seperti biasa Pak Kahar memijat telapak kaki, betis, paha, punggung dan pinggul. Untuk daerah pinggul kali ini Pak Kahar cukup lama dan intens terkadang jarinya menusuk belahan pantatku. Aku sedikit menjerit kecil ketika jari-jari Pak Kahar secara tidak sengaja menusuk lubang pantatku ?????? Aku dilanda gelora, celana dalamku lengket basah ketika Pak Kahar memintaku balik badan. “Ehhhmmm Mas, Abah minta tolong, ada beberapa ramuan yang harus dicari. Bisa gak si Mas-nya yang cari. Biasanya Abah cari di Pasar Tambun Mas, klo gak ada ke Cikarang yaa,” perintah pak Kahar untuk suami sebelum melanjutkan pijatan bagian depan tubuhku. Suami terlihat kurang suka dengan perintah nya tapi tdk merasa enak utk menolaknya. Dgn berat hati kulihat suami ku berangkat ke Tambun utk mencari beberapa ramuan yg dibutuh utk pengobatan kami. Sepeninggal suami Pak Kahar melanjutkan pijatannya, kali ini sedikit lebih berani. Ikatan sarungku dilepasnya, otomatis dadaku terbuka lebar, aku refleks menutupi payudaraku. Perlahan pak Kahar menarik tanganku dan memijatnya. Terasa sakit sekali pijatannya hingga tanganku yang sebelah harus lepas dari payudara merasakan sakitnya otot-otot tangan dipijat Pak Kahar. Selesai kedua tangan dipijat, Pak Kahar mulai menjamah dadaku, dipijatnya hingga aku hanya bisa mendesah gak karuan menikmati pijatannya. Putingku dipelintir perlahan membuat aku harus menjerit kecil… “Aahhhhh….sssshhhhh…ahhhmmmmm…ahhhh…” Selesai dengan urusan dada dan perutku, perlahan pijatan Pak Kahar turun ke daerah segitigaku. Aku merapatkan kedua pahaku tak kuasa menahan geli dan nikmatnya. “Ini dilepas saja Neng, basah gak enak, penuh bakteri kalau dibiarkan kering menempel ke kulit.” ucap Pak Kahar. Tanpa menunggu persetujuanku celana dalamku ditariknya ke bawah. Aku yang gak siap dengan itu justru malah tanpa sadar mengangkat pinggulku agar memudahkan Pak Kahar. Kulihat Pak Kahar hanya tersenyum, aku berusaha menutupi kemaluanku dengan tanganku. Aku baru sadar kalau sarungpun sudah terlepas dari tubuhku. Pijatan dilanjutkan. Kini bagian terlarang yang menjadi sasaran jari-jari Pak Kahar. Bibir vaginaku di belahnya dengan jari kemudian dicoloknya dengan telunjuk. Serangan tiba-tiba itu membuat aku berontak dan menyemburkan cairan dari vaginaku. Aku berusaha menghindar tapi paha Pak Kahar menahan pahaku. Aku hanya pasrah menerima kembali jari-jari itu menjelajah vaginaku. Dengan sigap Pak Kahar mengambil tali yang sudah disiapkan di samping tempat tidur itu. Kedua tanganku diikatnya dan matakupun ditutupnya dengan kain hitam. Aku merasa lidah pak Kahar yang mulai menggantikan posisi jarinya. Itilku disedot-sedotnya hingga puas, kemudian kedua putingku pun gak lepas dari sasaran mulut Pak Kahar. Cupangan demi cupangan ditinggalkan Pak Kahar sebagai jejaknya di atas tubuhku. Aku langsung meledak ketika penisnya mulai memasuki rahimku. “..ahhhhhh Paaaaaak…hmmmm aku keluar aaaahhhhh….ssshhhh.” Pak Kahar malah beringas langsung menggenjot tanpa memberi ampun aku untuk istirahat menikmati gelombang-gelombang orgasmeku. Kewalahan aku dibuatnya. Penisnya biasa saja, tapi terasa lebih panjang mengaduk-aduk hingga mulut rahimku. Dan benar saja tak lama kemudian aku meledak yang sungguh baru aku rasakan. Meledak yang luar biasa hingga tulang terasa nyeri dilolosi. Seprai itu pun basah karena ledakanku. Kurang lebih satu jam Pak Kahar menggarapku dengan buas. Hingga dia membuang pejuhnya di rahimku. Disumbatnya vaginaku dengan penisnya. Tak dilepas. Beliau tetap mengunci tubuhku di bawahnya. Hingga kontol itu mengecil dengan sendirinya dan terlepas dari memek ini dengan sendirinya pula. Aku terlelap kelelahan dan Pak Kahar membiarkan tubuhku terkulai lemas. Hingga aku terbangun, entah berapa lama aku tertidur dan suamiku belum tiba juga. Perlahan aku bangkit merapihkan sarung, jalanku tertatih-tatih menuju toilet yang ada dalam ruangan itu. Dengan berderai air mata, aku membersihkan diri, membersihkan dari sisa-sisa pertempuran laknat itu. Vagina kucuci dengan bersih, berkali-kali aku sabuni dan aku siram dengan bersih seolah-seolah kotoran gak hilang-hilang dari sana. Tapi memang tidak semua tanda hilang. Merah-merah di sekitar payudara, leher dan selangkangan dekat bibir vagina masih tampak jelas disana. Aku hanya mengeluh karena aku menikmati terapi jahanam ini. Namun nasi sudah menjadi bubur, aku tak mungkin menyesali yang sudah terjadi. Dan tepat aku selesai mengenakan baju dengan rapih, suamiku muncul dengan belanjaan yang diminta Pak Kahar. Dengan bersungut-sungut dia mengeluh kepadaku bahwa setelah mutar-mutar di pasar Tambun gak menemukan apa yang dicarinya. Dia bergegas ke Cikarang sesuai arahan Pak Kahar. Dan di sana suami menemukan semua yang diminta Pak Kahar. Aku mendengarkan dengan seksama. Kemudian mengajak suamiku untuk pulang ke rumah. Kejadian itu gak aku ceritakan ke suami. Aku simpan saja karena aku sangat takut jika suami mengetahui apa yang terjadi. Bahwa istrinya dihajar habis-habisan oleh Pak Kahar sepeninggalnya. Harus kuakui, tubuhku terasa ringan, pusing di kepala dan gatal di selangkangan seketika hilang. Pijatan Pak Kahar lumayan cukup membantu kesembuhanku. ??????
ns 15.158.61.48da2