Keesokan harinya, 05.00 AM
Inha keluar dari kamarnya setelah mencuci muka dan menggosok gigi, dia memakai hoodienya kemudian berjalan keluar villa. Dia ingin melihat pantai, Inha bahkan tidak sempat mengganti bajunya semalam karena terlalu lelah. Villanya memang tidak terlalu jauh dari pantai, bisa dibilang bersandingan, jadi tidak perlu waktu lama agar Inha sampai di pantai.
Ia duduk tak jauh dari bibir pantai, merasakan angin laut di pagi hari. Inha memejamkan matanya sejenak, memikirkan tentang hal-hal yang menyenangkan baginya.
“Ayah, ibu. Aku sudah bahagia sekarang. Ayah dan ibu pernah bilang kalau tidak peduli bagaimana keadaan lingkunganku, apa pekerjaanku, asalkan aku bahagia kalian senang. Aku sudah bahagia sekarang, sangat bahagia. Jadi kalian juga harus bahagia disana,” ucap Inha, ia menatap langit yang mulai menampakkan cahaya pantulan matahari pagi.
“Ah iya. Ibu, aku menemukan orang yang hampir sama seperti Jisung. Dia sangat sulit diajak bicara baik-baik, dia pembangkang, dan suka memarahiku. Harus aku apakan dia? Jisung kan sangat manja pada ibu,” lanjut Inha, ia tersenyum menghadap laut.
Inha hendak menidurkan dirinya, tapi niatnya terhenti saat dia melihat sepasang kaki dengan sendal yang berada disampingnya.532Please respect copyright.PENANAz50fnN3RfL
“Ibu!!” teriak Inha kaget. Ia mendongak dan menemukan Jaehyun disana.
“Eh? Sejak kapan kau disitu?” tanya Inha, Jaehyun tidak menjawab dan masih menatap laut di depannya.
“Hya! Kalau punya mulut, jawab,” seru Inha yang tidak terima kalau pertanyaannya diabaikan.
“Siapa Jisung?” tanya Jaehyun. Oke, Inha menyerah untuk mendapatkan jawaban dari Jaehyun.
“Siapapun dia, bukan urusanmu,” jawab Inha. Jaehyun tidak membalas, walaupun dia masih saja penasaran.
“Ah iya. Kenapa kau kesini? Menyusulku?” tanya Inha sambil memutar badannya menghadap Jaehyun sambil mendongak untuk menatap Jaehyun.
“Ck. Aku ingin kau membuat sarapan,” jawab Jaehyun, kemudian dia berjalan meninggalkan Inha sendirian, Jaehyun berjalan kembali ke villa.
“Aku ingin kau membuat sarapan,” ucap Inha menirukan perkataan Jaehyun. Dengan raut kesal dia berdiri.
“Memang tidak ada yang bisa diharapkan darinya,” ucap Inha sambil menepuk kedua tangannya, untuk menghilangkan pasir dari telapak tangannya. Inha langsung menuju ke dapur untuk membuat makanan, karena dia belum belanja, Inha memutuskan untuk membuat ramyeon.
Ditengah acaranya membuat ramyeon, Winwin datang dengan wajah baru bangun tidurnya.
“Good morning,” sapa Winwin.
“Morning,” balas Inha. Winwin mengambil minuman dari dalam kulkas.
“Disini enak juga, lebih baik dari pada dirumah,” ucap Winwin.
“Jadi..apa kau tertarik untuk membelinya Tuan?” tanya Inha, ia meletakkan satu panci berisi ramyeon.
“Akan kupikirkan nona, aku masih belum punya cukup uang,” jawab Winwin sambil tertawa kecil.
“Cuci mukamu dulu sebelum ke meja makan,” suruh Inha sambil melemparkan apronnya ke arah Winwin.
“Hya! Sopanlah sedikit dengan seniormu!” seru Winwin. Inha tidak membalas, dia pergi ke kamar Jaehyun untuk memanggilnya untuk sarapan.
“Jaehyun-ssi,” panggil Inha begitu dia memuka pintu kamar Jaehyun. Inha menelusuri isi kamar, tapi dia tidak menemukannya. Inha memutuskan untuk masuk, dan saat masuk dia mendengar suara dari dalam kamar mandi.
“Jaehyun-ssi! Kalau kau sudah selesai cepatlah ke meja makan! Kau mengerti!” teriak Inha dari depan kamar mandi.
“Hya! Ambilkan handuk untukku!” balas Jaehyun dari dalam kamar mandi.
“Kenapa dia pergi mandi kalau tidak membawa handuk?” gerutu Inha, ia berjalan ke arah lemari untuk mengambil handuk. Setelah mendapatkan handuk, dia mengetuk pintu kamar mandi, Jaehyun membukanya sedikit dengan tangan yang terulur. Hampir saja Inha memberikan handuk itu kalau saja matanya tidak menangkap sesuatu.
“Ada apa dengan tangannya?” batin Inha, ia mengamati tangan Jaehyun yang terdapat luka goresan memanjang. Tanpa berfikir panjang, Inha menarik tangan Jaehyun, membuat si pemilik tangan terpaksa membuka pintu dan keluar dari dalam kama mandi.
“Hya!” teriak Jaehyun.
“Apa yang terjadi padamu?” tanya Inha, dia menatap Jaehyun penuh khawatir. Jaehyun yang tadinya ingin memaki Inha terdiam dengan tatapan Inha.
“Katakan padaku,” pinta Inha. Ucapan Inha barusan menyadarkan Jaehyun, ia menarik tangannya kasar dan mengambil handuk yang dibawa Inha.
“Ah, maaf,” ucap Inha yang baru sadar, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. Jaehyun menutup pintu kamar mandi dengan kasar, membuat Inha terlonjak kaget.
“Dasar bodoh kau Inha,” gerutu Inha yang mengarah pada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian, Jaehyun keluar dan sudah berpakaian seperti biasanya di rumah. Jaehyun menghiraukan Inha dan berjalan melewatinya. Tapi Inha menahan tangan Jaehyun.
“Biar kulihat tanganmu,” ucap Inha. Lagi. Ucapan Inha membuat Jaehyun merasakan deja vu, ia merasa tidak asing dengan suara ini.
Melihat Jaehyun tidak menanggapi, Inha menarik tangan Jaehyun, membawanya keluar kamar dan menggeretnya ke kamar miliknya.
Kamar Inha
“Siapa yang melakukan ini padamu?” tanya Inha, Jaehyun tidak menjawab karena dia melamun.
“Hya! Jawab kalau ada orang bertanya,” seru Inha.
“Kau tidak perlu tahu,” jawab Jaehyun.
“Katakan padaku. Aku tidak akan bilang pada Tuan Jung,” ucap Inha sambil mengobati tangan Jaehyun.
“Bukan urusanmu,” jawab Jaehyun. Merasa kesal, Inha sengaja menekan luka Jaehyun.
“A-ah! sakit...” seru Jaehyun.
“Kalau kau tidak mau mengatakannya aku yang akan menguaknya sendiri dan memberitahu Tuan Jung. Kau tahu seberapa pintarnya aku,” ucap Inha sambil membereskan peralatannya.
“Apa dia benar-benar akan mengadu?” batin Jaehyun, dia menatap Inha.
“Ck, nanti akan aku ceritakan padamu,” balas Jaehyun sambil berdiri dari tempatnya. Inha tersenyum mendengar itu, dia langsung berjalan menyusul Jaehyun.
Keduanya berjalan bersama menuju ke meja makan, sayangnya begitu mereka sampai disana, Winwin sudah menghabiskan ramyeon yang Inha masak untuk 3 orang.
“Winwin!” teriak Inha dengan wajah kesalnya. Winwin menampakkan cengiran khasnya.
“Sorry, aku sangat lapar pagi ini,” ucap Winwin sambil tersenyum polos.
“Dasar bodoh, kenapa kau makan jatahkku? Aishh...aku harus menunggu lagi karnamu,” ucap Jaehyun. Inha menatap Jaehyun dengan tatapan menyelidik, begitu juga dengan Winwin.532Please respect copyright.PENANArgMBNJx0UL
“Apa?” tanya Jaehyun dengan nada kesalnya sambil duduk di kursi.
“Tidak ada,” jawab Inha dan Winwin bersamaan.
“Aku akan membuat ramyeon lagi,” ucap Inha sambil mengambil dua bungkus ramyeon dari lemari penyimpanan dan mulai memasaknya lagi. Selesai memasak, Inha dan Jaehyun memakan ramyeon di meja makan. Hanya berdua, karena Winwin pergi menonton televisi.
“Jadi, katakan padaku,” ucap Inha sambil menikmati ramyeonnya.
“Aku sendiri yang melakukannya,” jawab Jaehyun dengan entengnya. Inha tersedak kuah ramyeon mendengar jawaban Jaehyun, dia langsung berlari ke kulkas dan mengambil satu botol air putih dari sana. Setelah batuknya mereda, Inha kembali duduk ditempatnya.532Please respect copyright.PENANACTu7IE4ppF
“Kenapa kau melakukannya?” tanya Inha.532Please respect copyright.PENANApqsI0WJgvJ
“Daripada aku melampiaskannya pada orang lain,” jawab Jaehyun.532Please respect copyright.PENANAtHQjeFsHaD
“Tapi bukan begitu juga caranya,” balas Inha. Jaehyun diam, tidak mau menanggapi. Inha menghela nafasnya.
“Kau bisa melampiaskannya padaku, kau bisa ceritakan semuanya padaku. Aku janji tidak akan memberitahu siapapun,” ucap Inha. Jaehyun menghentikan acara makannya,532Please respect copyright.PENANA9YHXu0LMa7
“Apa Winnie tahu soal ini?” tanya Inha. Jaehyun menggeleng sebagai jawabannya.
“Berjanjilah padaku kalau kau akan bercerita padaku kalau ada masalah. Kapan pun itu, aku akan selalu menunggumu,” jelas Inha. Jaehyun kembali melanjutkan makannya.
“Jawab aku, ya, atau tidak?” tanya Inha. Perlahan Jaehyun mengangguk, membuat senyum Inha mengembang karena pilihan jawaban Jaehyun.
Setelah sarapan pagi, Inha memutuskan untuk pergi berbelanja ke supermarket. Awalnya Winwin ingin ikut, tapi Inha menyuruh Winwin untuk menjaga Jaehyun di villa. Setelah kepergian Inha, Winwin dan Jaehyun duduk di gubuk dekat pantai.
“Perasaanmu sudah lega?” tanya Winwin sambil menatap Jaehyun. Pemuda itu masih menatap laut di depannya
“Sedikit,” jawab Jaehyun.
“Apa itu? jujur saja. Kau berubah lebih cerewet dari biasanya setelah pulang dari rumah sakit,” ucap Winwin.
“Iya-iya, aku mengakuinya,” balas Jaehyun. Keduanya terdiam sesaat,
“Winwin-ah,” panggil Jaehyun.
“Apa?” tanya Winwin.
“Aku merasa familiar dengan Inha,” jawab Jaehyun.
“Kau pernah bertemu dengannya?” tanya Winwin.
“Entahlah, aku juga tidak tahu,” jawab Jaehyun.
“Di mimpimu?” tanya Winwin.
“Aku bahkan tidak pernah bermimpi tentangnya,” jawab Jaehyun, ia kembali menatap laut.
“Mungkin...” ucap Winwin, Jaehyun menatap Winwin penuh dengan rasa penasaran, berharap ada jawaban.
“Takdir?” lanjut Winwin, sontak Jaehyun memukul kepala Winwin.
“Apa lagi sih?!” seru Winwin tidak terima.
“Takdir apanya, dia selalu membuatku kesal dengan ucapannya,” ucap Jaehyun.
“Dia seperti itu karena ingin menyadarkanmu,” balas Winwin.
“Menyadarkan dari apa? Dia hanya bisa menyulut amarahku,” tanya Jaehyun.
“Ck, cobalah untuk mengerti dia. Dia menjadi keras kepala sepertimu, menyebalkan sepertimu, dia ingin menyadarkan tentang apa yang orang lain rasakan terhadap sikapmu. Sekarang lihat? Kau kesal karena dia yang keras kepala dan menyebalkan itu, kan? Itulah yang aku rasakan terhadapmu beberapa tahun terakhir. Jangan bilang kau tidak menyadarinya?” jelas Winwin panjang lebar, Jaehyun terdiam sebentar.
“Kau membelanya?” tanya Jaehyun.
“Tolong jangan keluarkan otak bodohmu sekarang Jae. Aku dan Inha ingin kau kembali seperti dulu, jangan menjadi orang lain yang bahkan kau tidak bersalah atas dirinya,” jawab Winwin.
“Dia meninggal karena aku,” ucap Jaehyun, dia berdiri dan berjalan meninggalkan Winwin. Sedangkan Winwin hanya bisa menghela nafas panjang, sepertinya meyakinkan Jaehyun kalau semuanya bukan salahnya membutuhkan waktu yang agak lama.
ns 15.158.61.8da2