“Dia...”
Jantung Ira berdegup kencang, takut kalau Taeyong mengatakan hal yang paling di benci Ira.
“Mencarimu,” lanjut Taeyong.
“Dia? Dia bangun?” tanya Ira, Taeyong tersenyum.
Ira menghela nafas lega, air matanya kembali lolos dari mata coklat hazelnya.
Jaehyun hendak masuk, tapi dicegah oleh Taeyong.
Jaehyun menatap Taeyong dengan pandangan bingung yang dibalas gelengan pelan oleh Taeyong.
“Masuklah,” suruh Taeyong, Ira mengangguk.
Dia berjalan dengan tergesa masuk ke dalam kamar rawat.
Setelah pintu tertutup, Taeyong mengajak Jaehyun duduk, begitu juga dengan Winwin.
“Hyung, dia benar-benar sudah sadar?” tanya Winwin, Taeyong mengangguk dengan senyum tipisnya, ia menatap langit-langit bangunan.
“Lalu...”
“Tapi dia kehilangan ingatannya,” lanjut Taeyong, ia menoleh ke arah Jaehyun.567Please respect copyright.PENANAM4qKSPpxZs
“Dia hanya ingat gadis yang bersamamu,” ucap Taeyong.
“Ira?” tanya Winwin.567Please respect copyright.PENANAgBra5P3J6c
“Bagaimana bisa?” tanya Winwin.
“Ira itu, anak yang paling dijaga oleh Yuta. Kalian masih ingat kalau dia diadopsi? Mereka berasal dari panti asuhan yang sama. Mereka tumbuh bersama sampai akhirnya berpisah karena Yuta di adopsi lebih dulu,” jawab Taeyong.
“Tapi aku bersyukur dia sudah sadar, rasanya lega sekali,” ucap Winwin dengan senyum merekahnya.
“Hya, katakan sesuatu,” suruh Winwin yang mengarah pada Jaehyun.
“Uh? Eo, aku juga senang mendengarnya,” jawab Jaehyun, ia baru sadar dari lamunannya.
“Apa kita masih bisa menghubungi mereka?” tanya Winwin.567Please respect copyright.PENANA16NN34jSQB
“Itu mungkin saja, tapi aku tidak tahu mereka mau atau tidak,” jawab Taeyong, ia menatap Jaehyun yang dibalas senyuman miris oleh Jaehyun.
Ira menutup pintu begitu sudah berada di dalam ruangan, ia menatap Yuta yang sudah sadar.
“Ira-ah,” panggil Yuta, Ira tersenyum, ia berjalan mendekat.
“Terimakasih Tuhan,” batin Ira.
“Kenapa kau menangis?” tanya Yuta.
“Aku kalah dalam petak umpet,” jawab Ira dengan tawa kecilnya.
“Aku harus memanggil dokter untuk memeriksa keadaanmu,” ucap Ira, ia memencet tombol merah di dekat ranjang untuk memanggil dokter.
“Seingatku kau masih kecil waktu itu,” ucap Yuta.
“Memang aku ini tidak bisa menua?” tanya Ira balik, Yuta tersenyum.
“Aku sering bermimpi denganmu,” ucap Yuta.
“Itu karna oppa terlalu merindukanku,” balas Ira.
“Syukurlah,” ucap Yuta, ia menggapai tangan Ira dan mengelusnya.
“Wae?” tanya Ira.
“Aku bermimpi kalau aku kecelakaan, padahal hari itu aku ingin menemuimu setelah dapat alamatmu,” jawab Yuta.
Nafas Ira tercekat, dia tidak berani berkata apapun untuk saat ini.
“Tidak apa-apa, oppa sekarang sudah bertemu denganku. Karena itulah cepat sembuh, mengerti?” balas Ira sambil mengelus kepala Yuta lembut.
“Aku sudah lama mengawasimu, tapi sangat susah menemukan alamatmu. Kau banyak berpindah tempat,” ucap Yuta yang membuat Ira tertawa.
“Maaf, aku kan harus ikut dengan kakakku juga,” jawab Ira.
“Oppa, aku harus bekerja. Oppa tidak keberatankan kalau oppa bersama dengan temanku?” tanya Ira.
“Kau bekerja?” tanya Yuta, Ira melepas pegangan tangan Yuta dan membenarkan selimut Yuta.
“Eo, umurku sudah lebih dari 20 tahun, tidak mungkin aku hanya berdiam diri dirumah,” jawab Ira.
Tiba-tiba kepala Yuta terasa sakit, ia memegang kepalanya.
“Oppa, gwenchana?” tanya Ira cemas.
Untungnya rasa sakit itu hanya sebentar.
Yuta mengangguk sebagai balasan, detik selanjutnya pintu terbuka dan menampakkan dokter yang masuk dengan satu perawat.
Dokter langsung memeriksa keadaan Yuta, Ira keluar dari kamar rawat dan berjalan menghampiri Jaehyun, Taeyong, dan Winwin.
“Bagaimana?” tanya Taeyong.
“Dia baik, tapi ingatannya tentang kalian belum kembali,” jawab Ira, terdengar nada menyesal disana.
“Gwenchana, yang penting dia sadar,” balas Winwin.
Jaehyun hanya menatap Ira intens.
Merasa ditatap, Ira balas menatap Jaehyun.
“Kalau ada yang ingin kau katakan, katakan saja,” ucap Ira, Jaehyun mengalihkan pandangannya.
“Baiklah, aku akan ke kamarmu nanti,” lanjut Ira.
Jaehyun tak membalas perkataan Ira.
Tak lama kemudian dokter keluar dengan senyumannya.
“Ini sebuah keajaiban,” ucap dokter.
“Apa ingatannya bisa kembali?” tanya Jaehyun, ia berdiri dari duduknya.
“Bisa saja, tapi perlu waktu yang lama. Dan siapa dia? Aku belum pernah melihatnya,” tanya sang dokter mengarah ke Ira.
“Annyeong haseyo, saya adiknya. Cho Ira imnida,” jawab Ira.
“Kau adiknya?” tanya sang dokter.
“Ah..itu...kami dari panti asuhan yang sama,” jawab Ira.
“Oh. Selamat ya, kalian pasti sangat khawatir selama ini,” balas sang dokter.
“Terima kasih karena telah merawat kakakku dengan baik,” ucap Ira sambil membungkuk, diikuti Taeyong dan Winwin.
Melihat Jaehyun tidak ikut membungkuk, Winwin menyikut Jaehyun agar ikut membungkuk.
Pada akhirnya Jaehyun ikut membungkuk sebagai rasa terimakasih.
Setelah kepergian dokter, Ira, Taeyong, Winwin, dan Jaehyun masuk ke dalam kamar rawat Yuta.
“Oppa, aku harus pergi bekerja sekarang,” ucap Ira.
Yuta menoleh, ia menatap satu persatu orang disana.
“Yang ini Taeyong, dia temanku yang akan menjaga oppa. Yang ini Winwin dan Jaehyun, mereka rekan kerjaku,” jelas Ira, ia menunjuk satu-persatu orang yang mengenalkannya.
“Tolong jaga dia baik-baik,” ucap Yuta kepada Jaehyun dan Winwin.
“Ne, kami akan menjaganya sebaik mungkin,” jawab Winwin.
“Aku pergi dulu,” ucap Ira yang dibalas senyuman oleh Yuta.
Dalam perjalanan Ira terus memeriksa kaca,
“Aishh..berapa lama dan berapa banyak aku menangis,” gerutu Ira sambil mengamati matanya yang terlihat sedikit membengkak.
“Geurohge, siapa yang menyuruhmu menangis,” ucap Jaehyun.
Ira menoleh ke arah Jaehyun.
“Aku masih punya perasaan, bukan orang sepertimu,” balas Ira.
Jaehyun berdecak, ia mengalihkan pandangannya keluar jendela.
“Belok sini?” tanya Winwin ketika mereka melewati pertigaan.
“Eo, tinggal lurus saja, nanti akan kelihatan,” jawab Ira.
“Aishh..kau juga! Kenapa kau memukulku? Ish,” omel Ira sambil menatap Jaehyun kesal.
“Berhenti,” ucap Jaehyun tiba-tiba, membuat Winwin menghentikan mobilnya secara mendadak.
Mereka berhenti di tempat yang agak sepi, tapi ada satu tempat yang menarik perhantian Jaehyun.
Tanpa berkata apapun, Jaehyun keluar dari mobil.
“Hya!!hya, kau mau kemana??!!” teriak Ira.
“Dia akan pergi kesana,” ucap Winwin sambil menunjuk bar disebrang jalan dengan telunjuknya.
“Ck, dasar gila. Ini sudah hampir jam sepuluh,”gerutu Ira.
“Tunggu saja setengah jam lagi, baru kita menyusulnya. Mau makan dulu?” tawar Winwin.
Ira mengangguk, kebetulan disana ada kedai pinggir jalan yang menyediakan mie dingin.
Ira mengangguk mengiyakan.
“Ahjumma, berikan kami dua porsi!” teriak Ira begitu mereka masuk kedalam kedai itu.
“Ah, berikan aku sebotol soju,” tambah Winwin.
“What the...kau mau aku yang menyetir?” tanya Ira.
“Kau bilang sebentar lagi sampai,” jawab Winwin.
“Ck, kalian sama-sama menyebalkan,” komentar Ira sambil menarik kursi untuk di duduki.
“Aigoo, apa yang terjadi pada wajahmu?” tanya bibi penjual yang mengantarkan makanan Ira dan Winwin.
“Aku dipukul,” jawab Ira sambil tertawa miris.
“Siapa yang berani memukulmu sampai seperti ini?” tanya bibi penjual, dia meletakkan dua mangkuk mie dan satu botol soju di meja.
“Aku ada persediaan P3K, akan kuambilkan,” lanjut bibi itu sambil berjalan ke arah mobil angkutnya yang berada di luar tenda.
“Apa masih kentara?” tanya Ira begitu si bibi penjual pergi.
“Sangat,” jawab Winwin sambil mulai memakan mie-nya.
30 menit kemudian
Karena satu botol soju yang dihabiskan Winwin, Ira harus rela menggeret Winwin dan membawanya ke dalam mobil.
“Aih..mereka berdua sama-sama menyusahkan. Kalau tidak ada aku apa mereka akan mengendarai mobil dan terlibat dalam kecelakaan?” gerutu Ira.
Ia sudah berhasil memasukkan Winwin ke dalam mobil, sekarang dia tinggal menjemput Jaehyun.
Ira berjalan menuju ke bar yang dimasuki Jaehyun.
Begitu sudah di dalam, ternyata tempat itu cukup ramai juga.
Ira menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi dia tidak menemukan Jaehyun.
Pada akhirnya dia memutuskan untuk bertanya pada orang yang bertugas melayani pelanggan.
“Permisi, apa kau melihat namja dengan jas hitam? Tingginya sekitar 180 cm. Ah, dan rambutnya berwarna coklat tua,” tanya Ira.
“Dia ke arah sana,” jawab namja yang bertugas sebagai pelayan yang ditanyai Ira.
Ira langsung pergi ke arah yang dimaksud.
Dan benar saja, Ira menemukan Jaehyun.
Tapi Jaehyun tidak sendiri, dia bersama dengan seorang wanita.
“Hhhh...” Ira menghela nafas panjang begitu dia melihat pemandangan didepannya.
“Mataku ternodai,” gumam Ira.
Dia memijit keningnya yang terasa pening sekarang,
Kenapa?
Karena dia melihat dengan kedua matanya langsung ketika Jaehyun yang kehilangan kesadarannya tengah digoda oleh wanita yang entah darimana asalnya.
“Kenapa tidak sekalian kalian pesan kamar?” gerutu Ira, dia berjalan mendekati keduanya.
“Jaehyun-ssi, kajja,” ajak Ira sambil menarik lengan Jaehyun.
Jaehyun menghentakkan tangan Ira dengan keras.
“Hya, jangan memaksanya,” ucap wanita di depan Jaehyun.
Ira menatap sinis ke arah wanita itu.
“Shireo, aku akan memaksanya ikut denganku,” jawab Ira.
Dia menarik tangan Jaehyun dan berhasil membantingnya dalam sekali coba.
“Ayo,” ucap Ira sambil membantu Jaehyun berdiri, dengan kedua tangannya yang memegang tangan Jaehyun yang berada di punggungnya.
“Memangnya kau siapa, hah?!” bentak Jaehyun sambil memberontak.
Ira diam dan tidak menjawab, dia mendorong tubuh Jaehyun menuju keluar bar dan memasukkan Jaehyun ke dalam mobil bersandingan dengan Winwin di kursi belakang.
“Pantas saja mereka cocok,” gerutu Ira sambil menutup pintu mobil.
Dia masuk kedalam kursi kemudi dan mulai menghidupkan mesin, tapi dia teringat sesuatu.
“Aku baru ingat kalau disana tidak ada makanan,” ucap Ira, dia kembali mematikan mesin dan keluar dari mobil, tak lupa dia mengunci mobilnya.
Ia pergi ke supermarket yang tak jauh dari bar tadi, setidaknya makanan instan masih bisa membantu, dan dia bisa ke pasar besok pagi.
Di dalam supermarket Ira sibuk memilih makanan instan, mulai dari mie, bubur, nasi, dan lain-lain, tak lupa dia membeli makanan dan minuman ringan untuknya, dan dua orang yang akan tinggal dengannya.
Setelah selesai, dia membawa keranjang belanjanya ke kasir dan membayarnya.
Kemudian Ira kembali ke mobilnya, jalanan sudah sangat sepi.
Setelah masuk ke dalam mobil dan meletakkan kantong berisi belanjaannya di kursi sebelahnya, Ira mengamati jalanan sepi sejenak,
Dia ingat saat dia masih SMA, dulu dia sering berkeliaran di malam hari bersama dengan kakaknya yang saat itu masih awal menjadi polisi,
Dia juga ikut menghajar para preman itu dan membawa anak-anak seumurannya yang pergi malam-malam atau kepergok meminum minuman keras.
Ira tersenyum mengingat hal itu, ia mulai menyalakan mesin dan melajukan mobilnya menuju ke villa tujuannya.
ns 15.158.61.6da2