Jeritan Iis tidak dapat dihindarkan mengetahui jikalau suaminya mengalami kecelakaan, untung saja Ujang masih hidup hanya saja dia mengalami stroke akibat benturan tersebut. Satu Minggu berselang Ujang yang sudah dirawat di rumah sakit kembali ke desa karena tidak bisa melanjutkan kerja di kota. Iis kaget melihat keadaan suaminya yang sama saja seperti orang tak waras. Selain stroke Ujang juga seperti mengalami gangguan jiwa. “Bi, gimana dengan kang Ujang?” Tanya Iis kepada Wati. “Ya kamu harus urus dia Iis, bibi gak bakalan banyak bicara soal kamu dan Asep. Hanya saja…” Omongan Wati terhenti pada saat itu. “Hanya saja apa bi?” Tanya Iis yang bingung. “Bibi juga minta bagian!” Bisik Wati kepada Iis. Iis terkejut dengan apa yang diucapkan oleh bibinya tersebut. “Bibi serius, emang apa yang terjadi?” Tanya Iis. Kemudian Wati menceritakan bagaimana Asep pada waktu itu telah bisa membuatnya orgasme dan dia menginginkan yang lebih dari itu. “Ya sudah kalau itu mau bibi, tapi aku mohon jangan terdengar sama aku pas bibi melakukan itu ya, aku nanti juga bisa pingin!” Ujar Iis. “Itu bisa diatur Iis, apalagi dengan keadaan Ujang yang seperti ini bibi juga mengerti. Bibi juga tidak akan melarang kalau kamu mau melakukannya dengan Asep.” Ucapan gila dari Wati. Walau demikian Iis merasa iba dengan keadaan Ujang sekarang ini, belum lagi dia harus merawat anaknya. Sekarang ini dia harus bekerja lebih giat di pertanian untuk kehidupannya. “Kang? Akang makan dulu ya!” Tawar Iis kepada Ujang. Ujang hanya terdiam dengan tatapan tanpa tujuan, Iis merasa berdosa karena telah membuat suaminya seperti itu. “Assalamualaikum!” Iis bersama Wati yang ada di rumahnya dikagetkan dengan suara yang sudah mereka kenal. “Waalikum salam” Ketika dibuka pintunya, benar saja sudah ada Asep dan Eni serta para tetangga yang lain. Mereka semua kompak untuk melihat keadaan Dudung, hanya saja sempat-sempatnya Wati melirik jemari Asep yang pernah membuat dirinya orgasme. “Silahkan masuk!” Sahut Iis kepada warga disana. Semua terlihat iba melihat keadaan Ujang, tatapan tajam Eni terus menatap Iis yang sudah ditiduri suaminya. “Kalau suami kamu gak kerja, terus gimana Is?” Tanya Eni. “Gak tahu teh, mungkin lebih giat saja kerja sendirian.” Jawab Iis. “Memang gak bakalan ada yang bantu?” Kembali Eni bertanya. “Siapa?” Balik tanya Iis. “Ya kali saja ada yang mau bantu, suami orang lain mungkin!” Celetuk Eni berkata seperti itu. “Hush, kamu ini apa-apaan?” Bentak Asep kepada Eni. “Tenang saya pasti bantu Eni kok!” Tambah Wati yang ikut terbawa emosi karena ucapan dari Eni. Setengah jam para warga bergiliran masuk untuk melihat keadaan Ujang, Asep dan Eni duluan pamit karena suasana sudah tidak kondusif. * “Kamu ini apa-apaan sih berkata seperti itu di depan orang-orang juga, Iis itu wanita baik-baik?” Tanya Asep sambil membentak. “Wanita baik-baik? Antarkan aku pulang ke rumah orang tuaku kang!” Seru Eni. Asep terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Eni sampai membuatnya terdiam. “Kamu minta pisah?” Tanya Asep. “Sebaiknya kita saling introspeksi diri!” Seru Eni yang berlalu masuk ke kamar. Sebenarnya ini adalah rencana Eni supaya bisa lepas dari apa yang menimpanya seminggu kebelakang. Dia tidak mau kalau setiap pagi dan siang harus melayani nafsu ayah mertuanya dan kang Adang, walaupun dia juga ikut menikmati bagaimana persetubuhan dengan mereka. “Bapak tidak setuju, kamu harus pertahanan istri kamu untuk tinggal disini!” Seru Dudung kepada Asep. “Tapi Eni bersikukuh ingin pulang pak!” Jawab Asep. “Kamu ini kepala keluarga dan punya hak penuh atas istri kamu!” Kembali Dudung meyakinkan Asep untuk bisa mempertahankan istrinya. 1 “Nanti saya akan bicara kepadanya.” Jawabab Asep. Dudung tidak rela jikalau dia harus kehilangan Eni yang sudah mau melayani nafsu birahinya. Sambil berharap semoga saja Asep mampu meyakinkan Eni untuk tidak pulang ke rumah orang tuanya. “Eni, akang mau bicara!” Ujar Asep yang masuk ke kamar. “Mau bicara apa lagi kang?” Tanya Eni. “Akang harap kamu pikirkan lagi keputusan kamu untuk pulang ke rumah orang tua kamu!” Seru Asep. “Akan Eni pikirkan lagi nanti kang, sekarang saya mau istirahat dulu!” Jawab Eni. Asep yang sedang dipenuhi birahi tidak dapat menyalurkannya karena Eni dalam kondisi yang bisa dikatakan tidak bernafsu. Tapi Asep tidak kehabisan akal, ada Iis atau Wati yang siap melayani nafsu birahinya. Apalagi Iis yang mengetahui kalau Ujang tidak akan mampu lagi untuk melayani nafsunya. “Akang pergi ronda ya Eni!” Seru Asep. Eni tidak menjawab dan lebih memilih diam, karena dia tahu kalau malam ini bukan jadwal Asep untuk ronda. “Gak usah pulang sekalian!” Ujar Eni ketika Asep hendak pergi. Asep tidak terlalu menggubris apa yang dikatakan oleh Eni, dengan santai dia pergi keluar untuk alasan “ronda”. * Jam 11 malam Eni dikagetkan dengan rabaan di area payudaranya, dia sontak terbangun dan melihat apa yang terjadi. “Bapak?” Tanya Eni yang kaget ketika melihat mertuanya hanya memakai sarung saja. “Eni, bapak lagi pingin nih!” Ujar Dudung. “Gak pak, saya lagi gak mood!” Jawab Eni. Tentu saja Dudung yang sudah banyak pengalaman bisa membangkitkan gairah Eni yang sedang turun. Dia cium bibirnya dengan penuh kemesraan, Eni langsung memalingkan wajahnya. Tapi Dudung tidak menyerah dan kembali memasukkan lidahnya ke dalam mulut Eni. Alhasil mau tidak mau Eni mengikuti alunan ciuman bibir Dudung. Aroma rokok dan bau mulut menjadi pemanis ketika mereka berciuman. Dudung remas payudaranya dan sedikit demi sedikit mulai membangkitkan gairah Eni yang sedang menurun. Vaginanya mulai mengeluarkan cairan pelicin yang sudah diketahui oleh Dudung, jari jemarinya mulai aktif bermain di area vaginanya. “Sudah pak!” Sanggah Eni. Dudung yang sedang terbakar birahi tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Eni, justru dia semakin luar biasa untuk merangsang Eni dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya kedalam vaginanya. “Ahh…ahh…” Eni tidak dapat menahan untuk mendesah. “Kamu gak bergairah Eni, buktinya kamu mendesah begitu nikmat sekali!” Ujar Dudung yang bahagia melihat Eni yang sudah kembali pasrah. Kemudian Dudung mencolek keringat di ketiaknya dan mengasongkan tepat di lubang hidung Eni. “Bagaimana? Segar bukan?” Tanya Dudung dibarengi tawa. Hari itu aroma ketiak Dudung bau sekali, bahkan nyaris membuat Eni hampir muntah. “Bau sekali keringat bapak, bapak belum mandi?” Tanya Eni. “Mandi? Mendingan mandi keringat sama kamu!” Jawab Dudung. Pantas saja bau, dari malam kemarin sampai malam ini Dudung tidak mandi. “Mandi dulu pak, bau sekali badan bapak!” Seru Eni. “Sudah tanggung Eni, sekarang saja bapak cuma pakai sarung saja. Dudung membuka sarung yang dia pakai dan langsung terpampang tubuh telanjang Dudung di depan Eni. Eni sendiri hanya menelan ludah melihat tubuh mertuanya yang mengkilap akibat keringat. Dengan penuh kelembutan Dudung menelanjangi Eni, entah kenapa Eni pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh mertuanya. Dudung yang menang lihai dalam urusan ranjang langsung menjilati sekujur tubuh Eni, khusus area vaginanya Dudung memuji Eni yang memiliki bulu yang rimbun. Bau pesing vaginanya membuat Dudung semakin terangsang, tidak ada rasa jijik dari Dudung untuk menjilati vaginanya. “Geli pak, ahhh…ahhh” racau Eni sembari memegangi sprei. “Bapak masukkan ya?” Tanya Dudung. Eni tidak menjawab apa yang ditanyakan oleh Dudung, dia sudah tidak bisa berkonsentrasi dan ingin rasanya untuk segera menuntaskan birahinya. “Ahh…” Desah panjang dari Eni ketika Dudung sedikit demi sedikit memasukkan penisnya. Setelah desahan itu Eni hanya bisa menggigit bibir bagian bawah, dia tidak dapat menahan kenikmatan yang diberikan oleh Dudung. Dudung mulai memaju mundurkan pantatnya, desahan dari bibir Eni tidak dapat tertahan. Nikmat rasanya dirasakan Eni pada saat itu. * Ditempat lain Asep mengetuk pintu rumah Iis, dia ingin menuntaskan hajatnya dengan Iis. “Kang Asep?” Tanya Iis. Asep nampak tidak dapat menahan birahinya dan mulai mencumbu Iis dengan bringas. “Ahh..ahh… Hentikan kang!” Tiba-tiba Iis menolak cumbuan Asep. “Kenapa Iis?” Tanya Asep yang kembali menahan birahinya. “Iis lagi datang bulan kang!” Jawab Iis. Asep murung dengan jawaban dari Iis, tidak menyangka hasratnya harus gagal juga kepada Iis. “Ya sudah kalau begitu akang pergi dulu!” Seru Asep. Tiba-tiba Iis menarik tangannya. “Tapi jangan dimasukkan ya kang!” Seru Iis. “Maksud kamu, akang menggesek-gesek di bibir vagina kamu gitu?” Tanya Asep yang heran. Iis hanya menganggukkan kepalanya dengan harapan Asep mau. “Baiklah kalau seperti itu!” Asep menyetujui apa yang diminta oleh Iis. Asep kembali mencumbu Iis dengan beringas, Iis menyalakan televisi agar tidak terdengar suara percumbuan mereka. Ciuman penuh campuran ludah terlihat begitu erotis, tanda merah di leher Iis dibuat Asep begitu banyak begitu juga sebaliknya Iis begitu bernafsu untuk mencumbui Asep. Sampai pada akhirnya mereka sudah telanjang dan Asep ingin sekali melakukan penetrasi ke dalam vaginanya, tapi Iis menolak apa yang ingin Asep lakukan. Gesekan demi gesekan Asep lakukan dibibir vagina Iis yang sedang datang bulan. Hal itu sedikitnya membuat Iis terangsang hebat. “Akang masukkan ya?” Tanya Asep. “Jangan!” Dengan lantang Iis menolak. Asep hanya mengangguk dan kembali menggesek-gesek kepala penisnya di bibir vagina Iis. Tiba-tiba Asep kaget ketika Iis membalik tubuhnya dan Iis berada di atasnya. Iis menggesek-gesek bibir vaginanya pada batang penis Asep yang berdiri tegak ke arah perut. “Ahh..ahh..” Iis tak bisa tahan untuk mendesah. Sesekali Iis memasukkan kepala penisnya Asep masuk kedalam vaginanya, Asep mencoba menekan supaya bisa masuk. Akan tetapi Iis kembali mengeluarkannya lagi, kejadian itu terus berlanjut sampai.. “Ahh..ahh… Saya keluar kang!” Ujar Iis. Asep mencoba mengambil kesempatan untuk bisa memasukkan seluruh bagian penisnya, tapi naas baginya ketika hendak menekan lebih jauh dengan segera Iis mengangkat vaginanya. Asep yang sudah berbirahi di ubun-ubun segera membalik tubuh Iis dan membuat posisi mengangkang, lubang vagina yang merekah menjadi pemandangan yang tidak dapat Asep tahan lagi. “Digesek saja ya kang!” Seru Iis. Asep menganggukkan kepalanya dan mulai menggesek-gesekkan penisnya di bibir vaginanya Iis. “Ahh…” Iis mencoba untuk tidak mendesah terlalu hebat. Sesekali Asep memasukkan kepala penisnya dan menggoyangkan pinggulnya berharap Iis kecolongan dan memperbolehkan penisnya masuk. “Akang masukkan ya Is, gak tahan ini!” Pinta Asep. “Jangan kang, kang akang janji cuma digesek-gesek saja!” Seru Iis. Asep masih mencoba untuk sedikit demi sedikit memasukkan seluruh bagian penisnya, tapi Iis terus menahan untuk tidak memasukkan seluruh bagian penisnya. Akhirnya seluruh kepala penisnya bisa masuk kedalam vaginanya. “Segini saja ya Is!” Ujar Asep. Iis menggelinjang dan hampir saja seluruh bagian penis Asep masuk, untung saja dia masih ingat dan kembali menahan penis Asep untuk tidak masuk ke dalam lubang vaginanya. “Ouhh..m akang mau keluar Is!” Seru Asep yang terus mencoba terus masuk kedalam lubang vaginanya. “Ahhhhh..ahhhh” Asep mengerang seusai mengeluarkan spermanya di dalam rahim Iis. Walau kecewa tapi setidaknya Asep bisa berejakulasi di dalam rahim Iis. “Akang mau kemana?” Tanya Iis. “Akang mau ronda lagi Iis!” Jawab Asep dengan nada kecewa. “Maafkan Iis ya kang, Iis cuma gak mau kalau nanti kebiasaan pas Iis datang bulan melakukannya!” Jawab Iis. Asep tersenyum dan segera meninggalkan rumah Iis yang sepi. “Aku harus segera menyalurkan semuanya kepada Eni.” Ujar Asep dihari. “Bapak kenapa belum keluar?” Tanya Eni yang masih digenjot oleh Dudung. “Kenapa? Kamu bangga sama bapak?” Tanya Dudung. “Saya sudah keluar 4 kali pak, kenapa bapak belum? Bisa- bisa nanti kang Asep pulang bapak belum keluar!” Ujar Eni. “Biarkan saja Asep tahu, bapak gak rela kalau kamu dinikmati oleh Adang juga. Lebih baik Asep ceraikan kamu dan bapak bakalan nikahin kamu!” Ucap Dudung. “Gak pak, aku gak mau!” Sanggah Eni yang tidak berdaya. Tak lama berselang Dudung tidak dapat menahan lagi untuk berejakulasi. “Ahh..ahh… Bapak keluar!” Jutaan sperma keluar dari penis Dudung dan masuk ke dalam lubang vaginanya. “Nikmat sekali Eni!” Ujar Dudung. Kemudian dia ambruk di atas tubuh Eni yang sudah lemas. Jam 12 malam Asep yang masih bernafsu sudah tidak peduli dengan mood Eni yang sedang menurun, dia sudah tidak tahan dan segera masuk ke dalam rumah. Di dalam rumah dia mendengar dengkuran begitu keras di kamarnya, dengkuran khas laki-laki yang kelelahan dan benar saja ketika dia masuk ke kamarnya terlihat Eni sedang tertidur di dada Dudung yang bidang dengan keringat yang belum kering. “Bapak? Eni?”
ns 15.158.61.20da2