Kehidupan harus tetap berjalan, bagiku Mas Yoga sudah kuanggap mati. Biarlah aku akan mengurus anak ini sendiri. Dengan hidup seadanya aku melahirkan anak perempuan yang cantik, lahir pas setelah buka puasa hari ke 10. Tanpa rasa sakit dan prosesnya mudah. Sepertinya dia tahu kalau Ibunya sudah merasakan sakit yang luar biasa hingga dia lahir gak mau menyakiti aku. Entah dapat kabar dari mana, tiga hari setelah aku lahiran Mas Yoga datang, bermaksud mengambil anakku. Aku tolak, ini anak aku, dia memaksa bahwa sudah perjanjian dan aku dinilai ingkar janji. Aku meradang, dengan tegas aku katakan siapa yang janji duluan. Mas Yoga diam, tapi sejurus kemudian tetap memaksa untuk mengambil anaknya. Suamiku datang membantu, “Jika Mas Yoga memaksa maka kami akan mengundang warga kampung untuk mengusir Mas Yoga karena akan menculik bayi.” Mas Yoga menyerah, dia pergi sambil memberikan sejumlah uang untuk anaknya dan memberinya nama yang indah untuk anak gadisnya. Mas Yoga menalak aku…aku diceraikan, tanpa aku minta. ?????? Ekonomi kehidupan kami setelahnya menjadi semakin sulit, hingga akhirnya aku kembali ke dunia hitam. Twitter jadi pelampiasan kekecewaanku. Tapi jaman sudah berubah, dengan harga yang tinggi gak ada lelaki yang mau membayar untuk meniduriku. Terlebih aku tidak muda lagi, dan anak sudah cukup banyak. Hingga akhirnya aku putuskan menerima beberapa ajakan lelaki hidung belang untuk sekedar phone sex atau video call sex. Bayarannya tidak seberapa tapi lumayan, dan resikonya kecil bagiku. Hampir tiap malam waktuku habiskan untuk melayani permintaan phone sex dan video call sex. Hingga setahun lebih, sampai akhirnya bapakku di kampung mendapati video call sex-ku tersebar di kampung. Sebut saja Mang Gunar, lelaki paruh baya teman bapakku sejak kecil, yang menunjukkan video itu pada bapak di suatu siang ditengah ladang kopi dan karet. Entah darimana Mang Gunar mendapatkan video itu, atau mungkin dia salah satu pelangganku. Entahlah. Misteri itu tak terjawab. Tapi yang jelas bapak marah, dan datang ke rumah kami mencari informasi. Aku terkejut melihat video itu dgn jelas. Tapi aku berusaha mengelak. Suamiku pun ikut membela aku bahwa video itu bukan aku, tapi ada seseorang yang mirip denganku. Suami meyakinkan bapak bahwa aku gak pernah begituan apalagi sampai membuat video dan menyebarkannya. Akhirnya setelah suami bekerja keras meyakinkan bapak, beliau percaya dan kembali pulang ke kampung. Sejak saat itu suami melarang aku untuk melalukan video call sex. Dan aku pribadi pun trauma, meski mampir beberapa tawaran video call dengan bayaran lumayan, terpaksa aku tolak. Aku gak mau terjerumus dua kali. Twitter sementara waktu aku off-kan, aku mencoba peruntungan dengn jualan gorengan keliling kampung. Tidak seberapa tapi lumayan bisa menyambung hidup kami. Hingga suatu malam, setelah suami memuaskan aku dengan tangan dan mulutnya. Dia menawarkan hal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. “Abang tahu kamu butuh kepuasan, bukan cuma dari tangan Abang tapi kepuasan sejati,” ucapnya mengawali. “Abang ijinkan kamu menikah lagi, tapi kali ini Abang harus tahu jangan sembunyi-sembunyi di belakang. Dan Abang yang harus cari lelakinya,” tegas dia mengakhiri perintahnya. Aku terhenyak… “Apa maksud Abang?” aku berusaha mencerna ucapannya. “Abang sedang menjebak aku?” cecarku dengan linangan air mata. “Husssshh…cup…cup, siapa yang mau menjebak. Pengalaman hidup kita mengajari Abang harus bersikap, Dek. Kamu masih muda, butuh kehangatan lelaki. Sedang Abang sudah tidak mampu lagi, Abang gak mau egois. Apalagi kalau harus terjadi kamu sembunyi di belakang Abang menikah dengan lelaki lain. Itu sakitnya lebih sakit, Dek.” Kulihat buliran airmata dipelupuknya. Lelaki itu terluka, dan aku penyebabnya. Tak terasa air mata ini mengalir deras Aku meminta maaf. Malam itu kami habiskan dengan menangis bersama dan berpelukan hingga kantuk menyerang kami dan terlelap dalam pekatnya malam. Esok hari, Aku pasrah menyerahkan segalanya pada suami, apapun keputusannya aku ikuti. Suami menawarkan teman kerjanya seorang duda, perawakan kekar, mas Imam namanya. Aku pun mengangguk setuju. Singkat cerita suamiku mengundang Mas Imam ke rumah, setelah basa-basi dan menghabiskan makam malam kami, suami mulai mengutarakan maksudnya. Aku berusaha mendengarkan obrolan mrk dari ruang tengah yg terhalangi gorden. “Mam, kita dah berteman lama, aku percaya kamu orang baik. Kulihat juga kau sudah lama sendiri, apa gak kepikiran untuk nikah lagi?” suami memulai pembicaraan. Mas Imam terkekeh… “Siapa sih yang ga mau enak-enak Bro. Tapi tahu sendiri jaman sekarang kan susah cari istri, terlebih aku punya anak dari perkawinanku dulu dan mereka ikut aku sekarang.” Mas Imam memaparkan kondisi hidupnya. “Gw paham Bro, makanya aku coba nawarin ke ente nih. Ada perempuan insyaAllah cantiklah, dan baik orangnya sepertinya dia juga terima anak-anak Lo…dia sayang ma anak-anak.” tawar suamiku. “Ahhhhh…seriusan Bro, beneran ada? Kenalin lah.” Mas Imam bersemangat. “Sabar Bro…ente tenang dulu. Tapi perempuan ini masih punya suami. Dan suaminya gak mau ceraikan dia. Seandainya ente nikah ma dia, yaa kalian nikah aja suami gak mau ceraikan.” “Sinting Lo Bro….nawarin penyakit ke temen sendiri ..Lo mau gw dibunuh suaminya? Ahhh ada-ada aja Lo becandanya.” Mas Imam sedikit emosi. “Tenang Bro… tenang gw gak main-main ini seriusan ada dan gw jamin Lo aman.” “Ahhh…sudah..gak usah bahas lagi,” mas Imam tampak kecewa. “Bro, perempuan itu bini gw.” suamiku menutup obrolan itu. “Apaaaa??” mas Imam terkejut. “Lo mau jebak gw ya? Bangsat Lo, gw balik skrg.” “Eiiitttsss tunggu dulu Bro, duduk dulu. Kali ini gw minta tolong,” suamiku menahan Mas Imam yg sdh berdiri. “Duduk dulu, gw ceritain.” Maka panjang lebar suami mulai bercerita. Tentang kecelakaan, tentang kondisinya yang sudah tidak mampu memberi nafkah bathin kepadaku. Tapi tak menyinggung soal kawin kontrakku dan kegiatanku di dunia Maya sebelum ini. Mas Imam menarik nafas panjang, “Berat Bro…Lo yakin ikhlas bini Lo gw nikahin, terus status Lo gmana? Status gw gimana? Klo ada anak lahir dari perkawinan gw ma bini lo gimana?” panjang lebar pertanyaan Mas Imam bertubi-tubi menyerang suami. “Ya Lo harus tanggung jawab, itu kan anak Lo Bro, Lo kan suaminya,” jawab suamiku. “Gw tetep suami di mata masyarakat dan keluarga. Hanya kita aja bertiga yang tahu persoalan ini.” jawab suamiku mantap. “Gw pikir-pikir dulu deh Bro…kasih waktu ya. Gw gak bisa jawab sekarang…” mas Imam mengakhiri pembicaraan malam itu. Aku pun bergegas menuju ruang tamu, pakaianku tertutup sopan dgn kerudung melekat di kepalaku. Malu-malu aku menyuguhkan kopi dan teh manis hangat untuk mereka berdua. “Diminum dulu mas…” sapaku, Mas Imam sejenak terkesima melihatku seolah melihat hantu. Kemudian dia bisa menguasai diri, dan mengangguk menyeruput kopinya. “Sebaiknya Mas Imam menginap disini, sdh malam, kamar depan itu kosong.” tiba-tiba mulutku menawarkan mas Imam untuk menginap. “Ehhhh…iiyy…iiyyya..makasih La, lihat nanti lah,” jawab Mas Imam gugupsambil melirik suamiku yang hanya tersenyum nakal. “Mohon maaf saya permisi dulu mas ke belakang mau istirahat, kebetulan badan sedang gak enak nih. Silahkan dilanjut ngobrolnya….” ujarku. “Bang, tunjukkan kamarnya ke Mas Imam, sudah aku bersihkan kok tadi siang.” Aku beranjak ke belakang kembali, kemudian bersembunyi di balik gorden menguping pembicaraan mereka berdua. “Hmmmm …ehh ..hmmm, begini Bro. Klo gw lihat dulu barang yang Lo tawarin gimana?” Kudengar mas Imam bicara. “Maksudnya gimana Bro?” tanya suamiku. “Ya itu …eemmmhh gw lihat bini Lo dulu, gw kan harus ngecek. Masih ok gak? Jangan-jangan Lo tawarin ke gw karena udah cacat lagi hehehehehe…” “Bangke Lo Bro… Bini gw terawat bagus, Lo lihat sendiri tadi.” ucap suamiku. “Yahhh itukan tertutup rapih Bro. Gak keliatan,” balas Mam Imam. “Sueeekk… maksud Lo lihat bini gw telanjang ..? Setan, mana mau bini gw. Lo kira dia cewek apaan?” suamiku gak kalah sengit. “Ssttt…ssst..jangan teriak-teriak Lo jelek, begini bini Lo kan tadi lagi gak enak badan, gini-gini gw bisa refleksi turunan dari kakek gw. Lo tawarin bini Lo dipijat gw, pake sarung gak usah telanjang. Itu cukup buat gw lihat Bro.” Mas Imam tetap berusaha. “Sebentar klo gitu…” suamiku menyerah dia beranjak ke belakang. Aku segera masuk ke kamar dan pura-pura berbaring mengeloni anak-anak. “Dek….kamu lagi gak enak badan kan? Hmmm itu…anu…itu hmm.” “Iya Bang knp?” “Hmmm itu kebetulan Imam jago banget refleksi, kamu coba gih siapa tahu badan kamu enakan.” rayu suamiku. “Hmmmm gimana ya Bang, Adek malu. Klo pijatkan Adek harus buka baju Bang,” aku pura-pura menolak, meski aku sudah tahu keinginan Mas Imam melihat tubuhku. “Kamu gak perlu telanjang Dek, pakai sarung aja.” kembali suami merayuku. “Hmmm baiklah kalau itu mau Abang, tapi Abang bener gak marah?” aku menyelidiki suamiku. Kutatap matanya. Suami tersenyum lebar memelukku. Abang gak bakal marah Dek, tenang aja.” Aku pun mengikuti suami ke ruang tamu. Dan duduk menunduk di samping suami. “Bini gw bersedia Bro Lo pijat…” suamiku menjelaskan. “Ohhh..ok, silahkan di mana Ella mau dipijatnya?” mas Imam menimpali. Tanpa berkata aku beranjak ke kamar tamu, kemudian kudengar mas Imam berkata, “Ente jangan masuk dulu ya Bro. Dua jam pijatannya, tenang aja gw cuma pijat kok Bro.” Tak berapa lama Mas Imam dan aku sudah ada di dalam kamar tamu. “Silahkan Ella berbaring,” perintah Mas Imam. Aku perlahan meraih sarung yang tergeletak diatas kasur. Perlahan kukenakan, dan kulepas satu persatu baju yang melekat. Ketika hendak melepas kerudungku, mas Imam melarangnya. “Gak perlu La, kerudungnya jangan dilepas,” ucapnya. Aku pun berbaring, deg-degan menanti kelanjutan tindakan mas Imam Perlahan kudengar mas Imam menaiki kasur dan tangannya mulai meraba telapak kakiku. Dingin kurasa tangannya gemetar mulai memijat dan mengurut telapak kakiku. Pijatannya enak sekali, terlihat Mas Imam betul-betul bisa pijat bukan sekedar modus. Aku mulai terbuai pijatan Mas Imam, “Kamu gak pernah dipijat ya La, uratnya pada tegang begini. Kaku.” mas Imam mencoba mencairkan suasana. “Ehhhh..iya Mas, maklum sulit cari pemijat perempuan mas.” jawabku. “Bener juga ya La, klo dipijat lelaki bisa berabe hehehehe..” “Berabe gimana mas?” tanyaku. “Ya berabe lah…lihat cewek cantik bahenol begini, hehehehe.” mas Imam mulai ngegombal. Aku terdiam tak menanggapi. Kurasakan tangannya mulai mengurut betis, sejurus kemudian menaikan sarung yang kukenakan dan mulai mengurut pahaku. Aku menggelinjang menerima pijatan pada pahaku. Enak dan nikmat. “Tahan La, agak sakit emang..ini uratnya kaku semua tahan ya…” mas Imam menenangkan ku Aku hanya mengerang kecil, ketika jarinya sampai diujung pangkal paha dan menekan disana. Pahaku jadi pusat perhatian mas Imam sekarang. Aku baru sadar kalau aku ternyata lupa pakai celana dalam, ketika kurasakan jari mas Imam sedikit menyenggol bibir vaginaku. Pijatnya begitu teratur dan tekanannya cukup membuat badanku rileks menikmati jari-jari mas Imam. Tangannya mengurut kedua pahaku hingga pangkal paha, dan kemudian bertemu kedua tangannya pada bokongku. Aku yakin mas Imam sekarang bisa melihat belahan vaginaku dari belakang. Karena posisi sarung sudah ada di pinggangku membiarkan bokongku terekspose. Tangannya terampil memijat dan mengurut bokongku. Aku naikan bokongku ketika jari-jarinya mulai menyentuh belahan bokong hingga turun ke arah vaginaku. Ahhhhm……ssshhh . .sshh… Desahan demi desahan yang keluar dari mulutku ketika jari-jari mas Imam lama mengeskplore bokong dan pangkal pahaku dari belakang. Kemudian punggung dan leherku, menerima pijatannya. Ada sedikit rasa kecewa ketika mas Imam meninggalkan bokongku untuk mengurut punggung dan leher. Namun tetap kunikmati pijatannya sambil memejamkan mata. Lama rasanya bagian punggung dan leherku dipijatnya hingga tak terasa aku terlelap. Kemudian kurasakan jarinya kembali ke bokongku dan turun kembali ke arah vaginaku. Refleks aku mengangkat pantatku sedikit menungging, seolah-olah meminta jari itu mengeksplore vaginaku. Dan benar saja, jari itu menekan bibir vaginaku dari belakang, mengurut dan memijatnya. Jari-jari yang dibaluri minyak zaitun itu lincah mengolah bibir vaginaku. Aku saat ini sudah menungging sempurna. Menanti tangan mas Imam mengerjai vaginaku yang sudah becek mengeluarkan lendirnya Aku sudah melupakan rasa malu, bahwa saat ini lelaki itu sedang bebas menyentuh bagian terlarangku. Aku menjerit kecil ketika jarinya masuk kedalam memekku. Ahhhh….ooohhh …aahhhh Gencar sekali jari-jari mas Imam mengerjai vaginaku, lendir sudah membajiri memekku dan desahanku mulai terdengar kencang. Aku sudah melupakan bahwa suamiku di luar kamar ini mungkin sudah mendengar desahan dan jeritanku tapi aku gak peduli. Tubuhku sibuk menerima serangan jari-jari mas Imam yang dilumuri minyak zaitun membuat sensasinya enak dan nikmat. Tak lama aku merasakan vaginaku mulai berkedut dan kurasakan mas Imam menarik jarinya dari vaginaku. Kemudian kurasakan lidahnya menggantikan posisi jarinya. Tubuhku semakin belingsatan dibuatnya. Lidahnya mengobrak-abrik vaginaku…bibirnya menyedot-nyedot itilku. “Ahhh …ohhh …ahhh….massssss ….ahhhh…oohh… Aku keluaaaaaaaarrrr ahhhh serrrr….seerrs…serrr…” Akhirnya aku orgasme dibuatnya, Kurasakan mas Imam menyedot semua cairan yang keluar dari memekku. “Hmmm…gurihhhh…nikmat…” ucapnya lembut hampir tak terdengar. Aku tertidur sejenak, hingga kemudian kurasakan mas Imam menyentuhku menyuruh untuk berbalik. “La…La..balik badan dulu, lanjut bagian depan pijatnya,” sambil mengusap-ngusap punggungku. Perlahan aku balik badan, kulihat senyum mas Imam mengembang. Sarung masih menutupi payudaraku namun vaginaku terekspose tak tertutup sarung yang sdh menumpuk di perut dan dadaku. Aku terkejut rupanya mas Imam pun sudah telanjang. Penisnya mengacung keras. Tak terlalu panjang namun cukup untuk membuat aku kejang-kejang. Yang bikin kaget adalah kepala jamurnya begitu besar. Aku begidik ada penis semacam itu bentuknya. Mas Imam yang tahu aku memperhatikan penisnya hanya tersenyum mesum… “Mau lanjut pijat apa langsung nih?” Ttnyanya penuh birahi. Aku hanya menutup wajah dengan bantal tak menjawab apa2. Dan… “heeegghhh …ehhhmm ahaaahhhhhhhh aaauuuwww,” jeritku menahan perutnya. Penis itu sudah masuk bebas ke dalam vaginaku. Aku panik dan berusaha melepaskan diri, tapi dekapan mas Imam membuat aku tak berdaya. “Mas….aapaaaa inni…lepaskaaaann, ohhhh ahhh…ada suami ku di luaaaaarrr mmmmasss… hmmm” “Muachhh…muuuaaachhh..cupp..cuppp tenang La, kamu calon istriku, aku gak tahan ingin test dulu La,” jawabnya sambil menciumi leherku. “Legiiit sekali memekmu sayaaang…ahhh ohhh…hmmm enak sayang…nikmat,” pujinya sambil menggenjot tubuhku Aku terpental-pental menahan serangannya…plok….plok ..plok ..aaaaaahhhhh….aaaaahhh…aaaahhh…rintihanku bersahutan dengan bunyi pertemuan kelamin kami. Lama kami saling melumat, saling mengecap. Keringat mulai membasahi tubuh kami, aku sudah dua kali orgasme, hingga kemudian orgasme ketigaku menjelang, bersamaan dengan semburan cairan hangat sperma mas Imam menyiram rahimku. Aku terkapar dan tak tahu lagi kejadian selanjutnya, karena aku sudah terlelap dalam mimpi indah surgawi.
ns 15.158.61.55da2