Asep pura-pura terkejut melihat kalau istrinya dan ayahnya sudah melakukan persetubuhan. “Apa yang sudah kalian lakukan?” Teriak Asep. “A..aku bisa jelaskan kang!”jawab Eni. “Akang gak nyangka kamu bisa selingkuh dari akang!” Ujar Asep. “Tunggu dulu, akang juga sudah selingkuh dengan Iis. Kenapa akang lakukan itu?” Balik bentak Eni. “A.. akang tidak melakukan hal itu, atas dasar apa kamu mengatakan kalau akang sudah selingkuh dengan Iis?” Kembali Asep bertanya. “Akang pikir aku tidak tahu kalau akang sudah berhubungan badan dengan Iis di saung di sawah!” Pernyataan dari Eni membuat Asep terdiam. “Akang pikir aku mau tidur dengan ayah akang yang merupakan mertua aku sendiri, aku sakit hati kang melihat akang telah meniduri wanita lain.” Ujar Eni sambil menangis. Dalam hal ini jelas Dudung yang bisa mengambil keuntungan. “Sudahlah Asep, Eni semua sudah terjadi. Lalu kamu mau bagaimana Asep, kamu mau ceraikan Eni?” Tanya Dudung. Asep tidak dapat berpikir jernih dengan keadaan seperti ini, dia merasa dalam kemelut yang melilit tidak ada jalan keluar. “Kalau kamu..” “Aku akan memberikan kesempatan!” Ucapan dari Dudung disela oleh Asep, raut wajah Dudung langsung berubah tak kala jawaban dari Asep keluar. “Tapi istri kamu sudah kotor Asep, kamu tahu kalau yang audah meniduri dia bukan hanya bapak. Tapi kang Adang sudah menidurinya juga.” Ujar Dudung. Tangisan Eni semakin menjadi ketika mendengar kenyataan pahit yang dikatakan oleh Dudung. “Aku sama kotornya dengan dia pak, aku lakukan hal yang sama dengan bi Wati yaitu bibinya Iis.” Tegas Asep. Dudung seperti mati kutu tak kala melihat anaknya bisa melakukan hal yang sama gilanya dengan dia. Dia yang tidak bisa terima segera memakai pakaiannya dan hendak pergi dari kamar Asep dan Eni. “Pakai pakaian kamu, kita segera beres-beres. Kita pergi dari sini, keputusan akang membawa kamu kesini adalah kesalahan fatal.” Seru Asep. “Baiklah kang!” Jawab singkat Eni. Eni pun memakai pakaian yang berserakan di lantai, dia punguti satu persatu pakaian yang tadi dia pakai. * Pagi hari Asep dan Eni sudah siap untuk kembali ke kota, mereka ingin memulai semuanya dari nol. “Tok..tok..” Tiba-tiba terdengar suara orang mengetuk pintu. “Siapa?” Tanya Asep. Asep pun membuka pintu dan dia kaget melihat bi Wati hendak menemuinya. “Bi Wati? Ada apa bi, silahkan masuk!” Ujar Asep. Wati pun masuk dan dipersilahkan duduk oleh Asep. “Ada apa bi? Bi Wati nampak ada yang penting?” Tanya Asep. “Iis hamil!” Jawab Bu Wati. Suara gelas jatuh terdengar dari arah dapur, Eni pun segera menemui Asep dan Wati yang ada di ruang tengah. “Ya kalau hamil gak apa-apa dong, kan ada kang Ujang suaminya.” Ujar Asep dengan santainya. “Tapi Iis menganggap kalau bayi yang dia kandung adalah anak kamu Asep!” Seru Wati. “Waduh, kok Iis bisa berpikir seperti itu ya?” Tanya Asep penuh keheranan. Eni yang kecewa segera masuk kamarnya dan menangis dengan kelakuan suaminya. “Sekarang ayo kita temui Iis, aku akan meyakinkan dia kalau itu bukan anakku!” Seru Asep kepada Wati. Mereka berdua pun pergi dan meninggalkan Eni di rumah. Eni masih menangis dan terdiam di kamarnya. Tiba-tiba dia dikagetkan dengan bekapan di mulutnya, rupanya itu adalah Dudung yang daritadi diam di kamar. “Kamu lihat kelakuan suami kamu Eni, Iis sampai hamil seperti itu.” Ujar Dudung dibarengi tawa. “Ahhh…” Eni mendesah ketika jari tengahnya Dudung masuk kedalam lubang vaginanya. “Bapak tidak akan melepaskan kamu, bapak ingin memiliki kamu.” Ujar Dudung. Bekapan Dudung dapat dilepaskan oleh Eni, begitu juga dengan jari tengahnya sudah. Terlihat lendir vagina berada di jari tengahnya Dudung, kemudian dia mencium aromanya. “Jangan pak, sudah cukup aku tidak mau ini lagi!” Seru Eni. Dudung kembali menyerang Eni dan membuat Eni tertindih oleh badannya Dudung. Cumbuan demi cumbuan dilakukan oleh Dudung, sampai pada akhirnya Dudung berhasil membuka celana dalam yang Eni Paka, dia tak ambil lama untuk membuka celananya untuk dia buka. “Ahh..” Eni mendesah panjang dan agak keras. Karena memang Dudung sengaja bermain kasar untuk membuat Eni terus mengeluarkan suara. “Hentikan pak, sudah!” Seru Eni yang terus digoyang oleh Dudung. Ada senyuman licik terlihat dari wajah Dudung. “Astaghfirullah!” Ada warga yang masuk ke rumah Dudung karena mendengar ucapan Eni yang keras. Rencana Dudung berhasil, dia sengaja membuat Eni semakin meracau keras untuk membuat warga yang setiap pagi melewati rumahnya untuk ke sawah bisa mendengar. “Tolong saya bapak-bapak, saya diperkosa oleh pak Dudung!” Seru Eni sembari menutupi tubuhnya dengan selimut. “Kalian biang bencana, sebaiknya suami kamu tahu akan hal ini!” Ujar salah satu warga disana. “Kamu sudah sering melakukan ini pak, bahkan istri anak saya meminta saya untuk menikahinya.” Ujar Dudung. “Bapak? Gak seperti itu bapak-bapak.” Sanggah Eni. “Asal bapak-bapak tahu kalau Asep sudah menghamili Iis!” Ujar Dudung. “Astaghfirullah, sebaiknya kita bawa orang seperti ini ke rumah pak RT biar ada jalan keluar.” Saran bapak-bapak disana. * “Iis, apa maksud kamu dengan mengatakan kalau itu adalah anakku?” Tanya Asep yang sudah sampai di rumahnya Iis. “Apa maksud akang?” Tanya Iis yang heran. “Kata Bi Wati kamu hamil, dan kamu mengaku kalau itu adalah anakku!” Bentak Asep. “Bi Wati? Hamil?” Heran Iis. “Tunggu kang, aku tidak pernah mengaku hamil apalagi anak akang!”seru Iis. Asep bingung dengan apa yang terjadi sekarang ini. “Kang Asep, teh Iis!” Teriak warga dari luar rumahnya. Asep dan Iis segera keluar dan mereka kaget ketika melihat banyak warga yang melihat mereka. “Jadi benar kalau kang Asep dan teh Iis ada hubungan?” Tanya ibu-ibu disana. “Ka… kami tidak punya hubungan apa-apa!” Jawaban ragu dari bibir Iis. “Alah, sebaiknya kalian jelaskan di rumah pak RT. Karena yang kami dengar juga kalau teh Iis lagi hamil anak kang Asep!” Kembali warga meneriaki mereka. Mau tidak mau Asep dan Iis ikut warga ke rumah pak RT. * Sesampainya disana Asep dan Iis dikagetkan dengan adanya Eni dan Dudung. “Silahkan duduk kang Asep”! Ujang Otong selaku RT disana. Asep dan Iis segera duduk dan keadaan terlihat tegang, karena diluar para warga sudah menunggu hasil musyawarah. “Begini kang Asep, saya sudah mendengar semuanya dari kang Dudung jikalau anda sudah ada hubungan dengan Iis. Apa betul semua itu kang Asep?” Tanya Otong. “Sa…saya tidak.. “Mereka sudah sering melakukan hubungan intim pak RT!” Omongan Asep terhenti ketika Wati dengan lantang berteriak. “Huuh…huuhhh…”suara warga yang meneriaki mereka. “Tenang, bapak-bapak, ibu-ibu!” Otong berusaha menenangkan warganya. “Teh Eni, saya ingin bertanya apa yang melatarbelakangi perbuatan yang anda lakukan selain melihat suami anda berselingkuh?” Tanya Otong. “Saya pernah bertemu kang Adang di kamar mandi di sawah, dia memberi tahu kalau di kampung ini bisa berhubungan dengan pasangan lain apabila sudah menikah!” Jawab Eni. “Kapan saya berkata seperti itu, dia pembohong?” Teriak Adang. “Begini saja, karena kalian sudah ketahuan belangnya. Saya minta untuk Asep mengambil keputusan terlebih dahulu, apabila bukannya Iis lagi hamil anak kamu?” Tanya Otong. “Tidak pak RT, saya tidak hamil sama sekali!” Jawab tegas Iis. “Nikahi Iis dan ceraikan Eni!” Teriak salah satu warga disana. “Baiklah, saya akan menceritakan Eni dan menikmati Iis.” Ujar Asep. “Kang Asep? Baiklah kalau seperti itu, saya akan pergi darisini.” Seru Eni. “Jangan main pergi saja, aib sudah ditinggalkan malah mau pergi. Pak Dudung nikahi dia, aib sudah kalian lakukan!” Seru warga di sana. “Baiklah para warga, dengan senang hati saya akan menikahi Eni dan menjadikannya istri.” Jawab Dudung. “Gak mau, aku gak mau. Aku mau pergi dari sini!” Teriak Eni yang meratapi nasibnya. Otong menutup matanya seraya ada yang dia tahu. Seluruh warga pergi begitu juga Iis dan Dudung, hanya Asep dan Eni yang ditahan oleh Otong. “Kalian tahu kenapa saya tahan disini?” Tanya Otong. “Bapak takut kami kabur?” Balik tanya Asep. “Bukan.” Jawab Otong. “Apa kamu pernah tahu kemana istri Adang atau ibu kamu Asep?” Tanya Otong. “Ibuku meninggal karena sakit!” Jawab Asep. “Ibumu adalah gadis kota seperti Eni yang dinikahi oleh Adang, kemudian dia dibawa ke sini. “Kang Adang?” Tanya Asep. “Iya Adang, kejadiannya sama dengan apa yang dialami oleh istri kamu. Hanya bedanya pada saat itu bapak kamu yang melakukannya, dia membodohi ibumu untuk dia miliki. “Jadi ibuku adalah istrinya kang Adang?” Tanya Asep. “Sampai pada saatnya ibumu hamil, padahal pada saat itu kang Adang yang berada di kota pulang 3 bulan sekali. Ibumu kaget ketika Adang menceraikannya, akhirnya Dudung menikahi Sari. Tidak sampai situ, bapak memang tidak ada puasnya. Dia ajak suami Wati yaitu kang Jamal untuk main perempuan dengan trik yang dia pakai, alhasil dia berhasil memisahkan Wati dan kang Jamal. Semenjak itu bapak mu rajin ke rumah Wati, ya tentu saja kamu tahu jawabannya.”ujar Otong. “Lalu kami harus bagaimana pak RT?” Tanya Asep. “Bapak harap kalian berdua tadi bisa berontak, tapi nyatanya kalian malah pasrah dan tradisi desa ini terus berjalan.” Ujar Otong. “Tradisi apa pa RT?” Tanya Eni yang penasaran. “Tradisi dimana kepolosan kalian berdua bisa dimanfaatkan oleh mereka disini. Kalian tahu berapa orang yang sudah menandai kalian untuk dimiliki, mereka akan memiliki kalian dengan cara apapun.” Jawab Otong. “Kami menyesal datang kesini pak RT!” Seru Asep. Eni dan Asep saling bertatapan seolah-olah tidak percaya dengan apa yang mereka alami. Genggaman tangan erat terlihat dari Asep dan Eni yang mulai putus asa.
ns 15.158.61.8da2